Guru Besar Sastra Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof. Dr, Suminto A Sayuti menyatakan bahwa dalam pembelajaran sastra di sekolah, kurikulum apapun dan manapun tidak perlu menjadi hal yang menggelisahkan.
"Secara esensial, tujuan utama pembelajaran sastra itu tidak pernah berubah," jelas Suminto saat tampil pada Seminar Nasional Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Kurikulum 2013, di Pascasarjana UNS, Solo, Jawa Tengah, Senin (15/7/2013).
Suminto mengatakan, tujuan itu pasti berorientasi pada literary knowledge dan literary appreciation. Orientasi itu dapat diturunkan menjadi knowing, doing, dan being sastra, apresiasi, ekspresi dan produksi sastra.
Persoalan yang terkait dengan pilihan verbal yang dipakai untuk merumuskan tujuan secara lebih spesifik atau operasional, biasanya sudah dicantumkan dalam kurikulum yang berlaku.
"Hanya saja indikator-indikator capaiannya secara lebih lanjut dapat diperdalam oleh guru atau kelompok guru sebidang," jelasnya.
Menurut Guru Besar Sastra UNY, titik tolak Kurikulum 2013 adalah tematik-integratif. Sehingga dalam kaitannya dengan pembelajaran sastra, hal itu bukan sesuatu yang baru.
Demikian halnya dengan persoalan kompetensi. Jika dalam kurikulum terdahulu dikenal standar kompetensi dan kompetensi dasar, maka dalam Kurikulum 2013 digunakan istilah kompetensi inti dan kompetensi dasar. Esensinya sama.
Pembelajaran sastra di sekolah berbasis kurikulum manapun, menurut Suminto, sudah seharusnya tematik-integratif jika pembelajaran sastra dikehendaki untuk berfungsi kontributif bagi pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan.
"Apalagi ketika kita sedang menggalakkan educating for character," pungkasnya.
Komentar
Tulis komentar baru