Skip to Content

Pujian

Foto ARZapata

Perjalanan John Jongos dengan Anak Gembel dari Tempat Pembuangan Sampah menuju ke Kota kemudian  ke tenggara, melalui bukit-bukit kurang lebih memakan waktu setengah hari. Namun apabila mereka naik kendaraan umum kira-kira hanya dua atau tiga jam sudah sampai.

"Dik...., aku punya uang cukup untuk kita naik kendaraan umum, dan mencapai tujuan lebih cepat..."

"Wajarnya demikian, namun apa Cak John lupa bahwa kita belum tentu mendapati Pak Sujak disana?"

"Wah...itu aku tidak tahu"

"Lebih baik kita jalan kaki saja Cak, lagian kita tidak perlu cepat-cepat to?"

"Yeah....lebih baik aku ikuti kemauannya", renung Cak John Jongos,"siapa tahu ada sesuatu yang bermanfaat bagiku berlama-lama di jalan dengan dia...."

"Cak...., selama kita hidup, kira-kira apa ya yang kurang dari kita?"

"Wah Dik, yang kurang ya banyak.....terutama kita selalu kekurangan harta..hehehe"

"untuk apa harta Cak?"

"ya untuk kebahagiaan"

"Cuma itu saja?"

"Lha apa lagi, semua semua bisa kita beli, kita butuh apa tinggal keluarkan uang ...beres"

"Bisakah kebahagian dibeli Cak?"

"Tentunya....tentunya..., maksud adik apa sih?, kenapa kita mesti membahas kebahagian dan uang?, sudah membayangkan warisan ya?!...hehehe"

"Bagiku tidak ada yang lucu Cak, aku khawatir uang itu akan mencelakakan, seperti terjadi pada orang-orang, bukankah kemarin hal itu sudah kita bahas?"

"Ya ya aku lupa....astaghfirullah.."

"Begitulah Cak dunia mudah sekali membelokkan kita, kta semangat apabila memburu harta, coba kita lakukan hal ini untuk mencari penguasa harta yang hakiki, niscaya kita malas..."

"Dik?....engkau masih kecil tetapi fikiranmu sudah melebihi umurmu, aku jadi malu, aku setua ini yang aku cari hanya uang dan uang...."

Di seberang jalan terlihat ibu menggendong anaknya, dengan susah payah membawa barang dagangan rupanya.

"Tempe goreng, tahu goreng....ubi goreng....", jaja Si Ibu itu berulang-ulang.

Kemudian lewatlah sekelompok anak bermain mendekati.....

"Jual apaan itu Buk?", tanya salah seorang anak.

"Tempe sama tahu goreng nak..."

"makanan apaan itu buk?.....makanan kok cuma tempe sama tahu....dingin lagi, tidak jadi beli ah"

"Ya sudah nak, tidak jadi beli tidak apa-apa, tapi tidak usah sambil menghina nak...", iba Si Ibu itu.

"Tidak enak, ya tidak enak, masak harus dibilang enak?", tiba-tiba seorang anak menendang tempat gorengan, semua isi tempat gorengan tumpah berserakan di jalan....

"Anak-anak nakal, besok kalian besar mau jadi apa hah?!", Si Ibu kehilangan kendali, sementara anak-anak berlarian menjauh.....

John Jongos dan Anak Gembel secara refleks mendekati dagangan yang berserakan, dan menata kembali ke dalam tempat gorengan.

"Terimakasih nak....., kalian lebih mulia dibanding anak-anak itu tadi...."

"Ah...tidak juga Ibu...., isi hati seseorang tidak ada yang tahu bu...."

"Betul nak....hanya Dia si maha segala yang tahu dan si empunya...."

"Ambilah nak....", Si Ibu itu mengasungkan tempe dan tahu goreng kepada John Jongos dan Anak Gembel.

"Maaf Bu...biar kami beli saja..., berapa bu?"

"tidak usah nak, ini diberikan atas kebaikan kalian..."

"kalau begitu, kami juga memberi uang kepada ibu atas kebaikan ibu juga...hehehe", kata John Jongos begitu saja....

"Aku heran, kenapa aku bisa sebahagia ini bertemu dengan kalian, padahal kalian..emm...maaf kalian bukanlah orang yang aku harapkan untuk membeli makananku, kondisi kalian tidak lebih baik dariku...."

"Ah itu hanya perasaan ibu saja mungkin....", john Jongos menyerocos seperti adat kebiasaannya.

"Cak sudahlah perjalanan kita masih jauh....", Anak gembel setengah mengingatkan.

"Oh..ya ya, aku hampir lupa..., maaf bu, kami duluan..."

"Silakan nak, semoga kalian selamat sampai tujuan..."

"Sama-sama Buk..."

Perjalanan John Jongos dan Anak Gembel dilanjutkan....

"Kenapa kalau ada pujian, seperti tadi kok kita senang ya Dik?"

"Manusiawi Cak...., semua orang suka dipuji, tetapi apabila kita melakukan sesuatu hanya ingin pujian, hasilnya hanya pujian..."

"aku kok agak kurang paham...."

" Hasil mengikuti apa yang terlintas dipikiran, jika berharap A ya A yang kita dapatkan, jika berharap B ya B yang kita peroleh...."

"Lha terus, yang baik yang bagaimana?"

"Karena kita tidak punya apa-apa, ya kita tidak perlu berharap apa-apa, kita serahkan semuanya kepada yang punya...Dia pencipta kita Cak..yang berhak, jadi kita tidak perlu kaget bila dipuji, dan sakit apabila dihina..."

Tanpa terasa kedua insan ini, memasuki pelataran Masjid.......

Setelah berkeliling masjid, tidak temukan Pak Sujak....

"Pak..., apakah Bapak mengenal Pak Sujak?"

"Siapa nak?..."

"Pak Sujak Pak!", ketus John Jongos.

"Sebentar-sebentar aku baru ingat sekarang....Pak Sujak itu KH Muhammad Abdul Halim kan?"

John Jongos dan Anak Gembel saling pandang....

"Aduh ..maaf, saya kurang tahu Pak Tua..."

"Ya ya, mungkin kalian baru saja datang dari jauh ya?, ketahuilah bahwa Pak Sujak itu ya KH Muhammad Abdul Halim itu sendiri...begini ceritanya...bla..bla..bla", cerita Pak Tua membuat John Jongos terperanjat dan Anak Gembel terkantuk-kantuk....

"Hei...diceritai kok malah tidur...", tegur John Jongos kepada Anak Gembel.

"Aku mendengar penjelasan Pak Tua tadi....", jawab Anak Gembel.

"kalian ada yang bernama John Jongos?"

"Bapak kok tahu?..."

"Aku dipesan Bapak KH Muhammad Abdul Halim, bila ada orang yang mirip-mirip kalian, untuk menyerahkan surat ini....., hampir saja aku lupa pesan beliau" Pak Tua mengeluarkan sepucuk surat ....

"Silakan dibaca, itu adalah titipan untuk kalian..., dan pesan Bapak KH Muhammad Abdul Halim surat ini hanya tertuju untuk kalian, bukan untukku, jadi aku tidak boleh mendengar atau tahu isi surat itu...."

"Terimakasih Pak Tua....", John Jongos penasaran dengan isi surat, lalu dibukanya surat itu.....

Dengan dada dipenuhi rasa penasaran akan isi surat, John Jongos mulai membuka surat perlahan, seakan dia takut, jika ada sebiji huruf yang terlepas.

Dibacanya kata demi kata, kalimat demi kalimat, tanpa tersisa sedikitpun, Nyaris John Jongos tidak percaya dengan apa yang telah dibacanya.

Surat itu dimasukkan kembali ke dalam amplop perlahan.....

John Jongos berusaha menahan gejolak gemuruh isi dada.

Sesekali John Jongos menghela nafas panjang.

Semua memperhatikan dan menantikan penjelasan John Jongos dengan sabar,....dan

akhirnya, John Jongospun menyampaikan isi surat dengan suara terbata-bata.

"Ketahuilah, bahwa KH Muhammad Abdul Halim adalah Pak Sujak, selanjutnya aku tidak ingin membuka aib orang lain, tapi yang jelas ...beliau telah berpulang ke hadlirat-Nya dengan tenang....,

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun...."

 

 

 

Komentar

Foto edi sst

masih nunggu

nunggu lanjutannya
jadi penasaran, neh ...

salam .... :)

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler