Siapa Punya?
suatu hari di sebuah kota yang mati lampu
kaki ini memijak ragu
di desir-desir udara panas
gelap tak nampakan walau hanya sebuah nyawa
sesekali mesin-mesin bising. mereguk batin
degup detak getar
siapa punya jalanan ini?
aku menjinjit
menolak menginjak yang bukan alasku
lalu memutar isi kepala
mengoyak kacau yang meracau di tubir sukma
menengok ke kiri kanan jalan,
sialan...
kosong hanya aspal dan benda-benda mati
bersabar... lagi-lagi...
menimbang arah mata angin
mencuri-curi arah bulan dan matahari
gelap gelita arah tak pasti
siapa punya jalanan ini?
tiada rambu tiada penentu
aku tersesat di aspal siasat
Agustus 2020
Masa Kecil
bayangan memudar hanyut terseret air
air yang mengalir dan aku yang berjalan
berdampingan
sungai adalah kenangan
memelihara rindu masa kecil;
tawa riang senja kala
mengejar angan. teriak-teriak memanggil-menggil riang
nurani dan bibir senyum bersama
sebagai tautan yang tak bisa saling dusta
sholawat menjelang maghrib bagai teriakan ibu dari rumah
setiap langkah kaki menolak telat
bagai senyum dan hati
saling mengisi dan menguasai
mulut-mulut tak sabar berteriak amin
ibu menyuapi makanan ke mulutku dengan
tulusnya tangan bersama hati dan sebuah harapan masa depan
peristirahatan malam pun datang dengan sejuta mimpi yang lelap
bagai perlayaran yang sampai pada dermaga
April 2021
Istirahat
ia sedang menanggalkan
risaunya satu demi satu
menyeret sleting panas dan macet
melepaskan lengket di tangan
menggantungkannya di tangkai pohon yang rindang sejuk
mencari sedesir angin dan mengajaknya bermesraan
ia yang sedang diam-diam
memupuk rindu dalam hati
meminum segelas air
berharap risaupun cair
menimbang-nimbang esok hari
mereka-reka senyum dan lapar
dua kekasih di kamar tunggu
April 2021
Kesepian Panjang
bermusim-musim sepi menjadi kacau ketika bising gundah merasuk jantung
menusuk-nusuk kepala
membujuk-bujuk kecewa
mengharap-harap hilang
merebab-rebab di telinga
meluputkan mata, menjadi sembab.
menggumpal air mata
membising sesak
menusuk dada
membayang jurang dan jembatan
mengidam tajam, menjelma pisau
atau temali
entah bisa mati atau kembali lagi
bersunyi lagi
sepi lagi
bermusim-musim datang
dan lagi
dan lagi
September 2020
Kekasih kata dan kursi
kita di masa darurat, kekasih
kata-kata tidak lagi menjelma bulir-bulir yang bertebaran langsung dari rongga suara menuju telinga
tanpa perantara
Ia telah masuk dalam frekuensi magnet tekonologi, tanpa sentuhan getaran alamiah batin. tanpa menjalar ke tubuh, kekasih
dalam rindu yang bisu, ia datang dari jauh. Ia datang oleh jarak
dengan luapan cinta yang sempit terkurung waktu. terkekang ruang. terjebak biasnya masa depan
ia mencoba menjelma cinta yang sama, meski dalam tubuh yang berbeda. tetapi tetap saja, kekasih. ia tak bisa menggantikan sentuhan-sentuhan rasa yang hangat. ia tak bisa menggantikan kehangatan ruang temu. sebuah ruang yang membakar dirinya dengan benturan-benturan aksaranya di udara. di ruang kepala kita. di ruang hati kita. ia tak mampu sehadir dahulu, kala kita tidak dalam masa darurat
kekasih, tidakkah pertemuan lebih anggur dari pada berbotol bir yang menemani layar perantara yang kaku ini
rindu tak mampu usai, kekasih
lalu kursi di sampingku, kini membeku tak hangat lagi
Maret 2020
Kicauan Burung
aku adalah burung dalam sangkar
merindu langit ranting pohon
mendamba terbang ditiup lembut angin mendung
aku bahagia kala mencium bau hujan
sebab itulah aku menuju peristirahatan
mencari kawanan yang terbang bersamaan dari langit gelap menuju sarang hangat
dan di sanalah kami berpelukan
tapi, kita tentu sama-sama kesepian
sebab kau mengurungku karena sepimu
pikiranmu juga sedang di sangkar
terkurung perangkap kata-kata
kita merindu, mendamba dan memimpikan kebebasan
boleh jadi kita sedikit berbeda
aku masih bebas berkicau
sedang kau dibungkam kawananmu sendiri
Agustus 2020
Beras Terakhir Di Dapur Senja
aku melihat wajahmu yang sejuk di mataku yang sebelah. sebelahnya lagi, dikutuk mereka
kala itu kau senyum dengan matamu yang tajam menusuk-nusuk kesunyian.
kini mengenang kaca-kaca memantulkan risau di matamu. menimbulkan gundah sesak di dada
ketika cahaya hidup menjadi redup diserap memoar kelam ketika kita terbangun dari lelapnya kesibukan
aku dan kamu berjalan dalam hati yang tak bungkam. berlari dengan kaki yang menuntut keadilan
terpasung kata-kata di berbagai sudut kota dalam berita-berita rancunya kelaparan,
mencatat semerawutnya keadilan dan mengerdilkan kebebasan memeluk jiwa-jiwa bertanya.
kami lapar dan dahaga. mata pisau yang tak kunjung menebas dosa.
sementara di balik layar
makan-makan tiba
mulut istana terbuka
kusuapi istana sepiring nasi hangat
beras terakhir yang tersisa di dapur senja
Juni 2020
Bagaimana Aku
bagaimana aku merasa merdeka
sedangkan ayahku petani di desa; sawah, ladangnya kau lucuti demi ambisi tempo hari
bagaimana aku merasa merdeka
sedangkan ibuku pedagang di kota; kau usir-usir di siang bolong tanpa pernah kau ganti rugi
lalu di hari di mana dirimu menjadi pemurah yang bernyanyi-nyanyi
berjanji-janji dihadapan kami
kau juga berteriak-teriak merdeka!?
bagaimana aku merasa merdeka?
kau begitu terlihat seperti orang gila
17 Agustus 2020
Hujan Api dalam Hati
serumpun abu-abu menggumpal dan besenggolan merayap ke arah rumahku yang panas berasap kekalutan
tubuh-tubuh lunglai berkeringat lengket bekas perjalanan
menyusuri lengkingan maki setiap kepala, setiap temu
awan semakin menghitam, meneteskan ayat-ayat api yang membakar kondo sunyi
kemeretek menjalar perlahan
membakar dan menyihir sadar
sepasang belalang nyasar kelabakan menyuruh kami beristighfar lalu terbang mencari perlindungan, telinga kami yang kosong keberisikan
gelombang marah mulut setan beradu kuat dengan geluduk yang menyumpahi dalam hati
kami dan langit mungkin sedang rindu
mungkin langit dan mega-mega cemburu
sebab api di kepala kami terlalu panas membakar darah merambat ke kaki, menghentak bumi
Depok, Februari 2021
Aku Ingin Bernafas
tapi kenapa?
jika aku kulit hitam
maka hitam kulitku, hitam di seluruh matamu
dan jika aku kulit hitam
maka putih di hatiku, putih-putih pula dalam rabun dan samar-samar di matamu
Juni 2020
Gelandangan Kota
mendongak ke langit awan hitam bergiliran mengejarku dengan tetes gerimisnya yang ramai
menengok ke sungai sampah-sampah menggumpal menyelip di sudut-sudut genangan amis keserakahan
apakah masih ada makanan?
melihat ke kiri pejalan kaki berlari menyayangkan pakaian dan kepalanya yang kering
menengok ke kanan sedan-sedan plat merah menembus jalan padat bebas hambatan
dengan sirine menyeramkan pedagang kaki lima minggir lima langkah tak bersuara
aku mendekat mengintip sisa-sisa nasi bungkus
pekat mendung semakin mengutuk kepala
kota gelap gulita lampu redup seperti padam jiwaku mengerdil pikir menjalar ke langit menutup telinga namun tetap tembus bunyi langit bersenggolan
tetes semakin tebal kelaparan mencukur takutku
masihkah ada sisa makanan? menengok ke aspal kakiku tak kelihatan tertutup genangan coklat kehitaman
sampai di mana perjalanan?
kuingat-ingat aku tak ingat
masihkah ada sisa-sisa makanan?
aku basah dan mandi air tuhan semoga aku suci dari kotor debu jalanan
Februari 2020
Sejak Gelap
di pinggir kali
musim dingin tiba, jari-jari tidak bertenaga
tidak ada daya cipta
tidak berdaya untuk berkata
gigi bergetar
pohon-pohon melengkung mati-matian
tak ada api-api
panci kosong, dapur sepi. ya, dapur di serambi pohon rindang
tak ada daya cipta
hanya gigil diserbu angin
di pinggir kali
dinding-dinding kardus mencoba jadi juru selamat
dari gilanya musim dingin
tapi perut lapar tak mempan diganjal batu kali
tak mempan pakai kain rombeng bolong-bolong untuk berhangat sampai pagi
maka gigil berangkat pergi
kala terusik matahari
September 2020
Sebuah Perjalanan
tetes-tetes silih berganti membasahi ujung kepala dalam pelarian dari nestapa
dalam sebuah perjalanan yang berkabut memandang cahaya di atas aspal yang setara pekat, langit nista cahaya bulan
kabur tak menembus, sampai ke wajah.
tubuh lunglai di atas kaki yang hampir mati rasa
mengutuk langkah yang telah terperdaya
di pundaknya bertengger kenangan terik mentari bersama asap dan keringat menempel
panasnya membingkai di langit dan muka bumi
panasnya membelah kepala, memupuskan segaris senyuman di daun pintu pengharapan
bulan telah kalah pada awan dan hujan yang sengaja datang tak deras. bertahan sepanjang malam
pedagang es menerima kekalahannya
membawa pulang seluruh tubuhnya yang juga mendingin gigil bagai es yang gagal terjual
Oktober 2020
Seroja
“terima kasih" kata yang paling tepat untukmu hari itu.
seroja yang pernah layu kini mekar dengan ikhlas.
di dalam hati aku bertanya tentang purnama yang selalu menyinari wajahmu di pikiranku menjelang lelap.
dan itu terjawab dalam sebuah pertemuan
tiap tatapan matamu adalah lembaran cerita untukku
seroja itu tumbuh perlahan begitu berkesan.
jika hati ini adalah bumi maka mataku adalah mentari yang sinarnya pemberian dari matamu. sinarnya menumbuhi bebungaan dalam taman kasih di bumi dalam hatiku. serojanya bermekaran. dan tersenyum indah sekali. persis seperti senyummu.
terima kasih adalah kata yang sempurna untukmu hari itu. menutup pertemuan dan perpisahan singkat kita, tapi tak apa.
sebab seroja itu...
ia tak layu lagi. ia berkembang mekar dengan ikhlas. ia sepenuhnya milikmu dan akan kujaga dalam hatiku
Januari 2021
Membaca
pikiran dibawa menembus batas-batas cakrawala
aku membaca
jiwa hadir dalam ruang yang bebeda
dipenuhi kata-kata
emosi dan asumsi melekat dalam tempatnya masing-masing
di kamar-kamar alam pikir aku menjadi tak usai-usai
menjadi penentu dalam diri untuk luar diri
menjadi perjaka yang bebas membuat arti; perempuan dan bumi sama-sama menarik sama-sama menyimpan masa depan yang menyakitkan dan menyenangkan, perut keduanya mengandung kata yang kelak bisa keluar sebagai bahagia atau bencana
ku baca buku-buku filsafat dan puisi-puisi tuhan aku menembus batas-batas tengkorak manusia
ku baca alam aku melihat nyata kebesaran dan kuasa
ku baca wanitaku aku melihat wajah dan laku yang menarikku dalam sadar maupun buta
jika tidak ku baca apa-apa
hatiku diguncang kegelisahan
maka aku kekeringan
Februari 2020
Debu Jendela
seperti debu yang terngain-angin dan menempel di jendela satu ke jendela lainnya.
dari balik jendela aku melihat seisi rumah bergeletak peralatan percantik si nyonya.
di depan cermin tersenyum meraba harap ia bersolek
dari balik jendela kulihat ia menyampingiku dipakainya mangir putih di wajahnya yang bulat
diukirnya bulu halus di atas mata
begitu piawai ia mewarnai dua buah daging kecil alat paling luar untuk bercakap
kemudian ia beranjak ke kamar dan tak keluar.
lalu, wushh..
angin menghempasku lagi
aku terbang melayang-layang
melihat langit biru yang cemburu pada si nyonya yang pergi ke kamar setelah dandan
aku terbawa begitu kencang menyenggol debu-debu lain
menempel dipojok ventilasi udara.
seorang pria bertubuh gempal juga sedang memasuki kamar yang dari dalamnya ku dengar suara perempuan mengajak lirih...
sebagai debu aku ingin masuk juga ke kamar
tapi aku hanya debu yang tak diinginkan
aku akan terusir jika terlihat
aku beruntung tidak di semprot dan di singkirkan dari jendela
padahal sebagai debu aku ingin melihat mengapa manusia-manusia mencintai kamar mereka
apakah semua hal bisa dilakukan di dalam kamar
soal kamar, aku ingin menjadi manusia seutuhnya
aku bertujuan untuk ke kamar
apakah kehidupan yang kucari ada di sebuah kamar?
Maret 2020
Gaza
jundi jaffar begitu berserah diri
paru-parunya penuh debu, sesak
derapnya berapi-api
tetapi istrinya terus berteriak
seperti gelandangan yang diperkosa angan-angan
hatinya diguyur hujan panah
sementara anak-anaknya mengepal batu keyakinan
terbunuh tanpa sengaja atau sengaja
tangannya masih terisi dan terkepal
Desember 2020
Malu
bulan yang ada di atas kepalamu itu
adalah lampu kamarmu yang menemani sepi-sepimu
menyaksikan perbuatan-perbuatanmu
malam yang bolong itu jadikanlah milikmu
mendongaklah ke atap duniamu
jangan kau batasi. rapellah doa-doamu selagi tidak ada seorangpun yang tahu
Maret 2021
Renungan Bulan
apakah salah menjadi rembulan yang sinarnya memukau setiap gelita?
menitik pada luasnya malam yang tenang gemerlapan
melihat setiap nyawa dalam tubuh yang digeluti gejala-gejala hidup yang berkabut
dengan sinar putihnya diam-diam menyimak sepi yang merindu hangat sebuah cerita tentang kasih tuhan kepada hambanya
tentang alam yang tenang tanpa kepulan membuah tangisan
tentang surga
tanpa derita kelamnya kelaparan
apakah salah menjadi rembulan
di pagi gelap
di tangis bayi yang haus belaian ibu
di sela-sela daun pepohonan
merenung
merindu hari-hari tanpa kebencian yang menyelimuti dada
apakah salah menjadi rembulan yang menitik perlahan hilang di buru siang
Maret 2020
Mawar
kuncup mawar yang selalu mengganggumu di malam lelapmu, tak perlu kau risaukan. ia sebentar lagi akan mekar. bunga-bunga di hatimu juga akan berkembang
lalu cinta akan menjalari seluruh tubuhmu. saat itulah kau hanya perlu ikhlaskan tubuhmu pada setiap peristiwanya. jika menyakitkan, tak perlu kau hentikan. nikmatilah perihnya, pedihnya
ini bukan kehancuran, ini adalah awalan pada cinta yang telah bertemu dengan pemiliknya. di dalam ruang-ruang baru. di sudut-sudut hatimu. tempat ia tersenyum dengan segala penerimaan-penerimaan
lupakan duri pada tangkai mawar. ia tidak akan menusukmu. ia justru akan menjagamu dari serakahnya keinginan. ia akan menegurmu saat kau terlalu erat menggenggam cinta. peganglah cinta dengan jari-jari waspadamu. resapilah harumnya.
jika suatu hari kamu tak mampu memandanginya, maka berterimakasihlah pada hujan. kepada tanah. kepada matahari dan sinarnya yang telah memberi penghidupan pada sang mawr
November 2020
Setulus Air
jika aku pada sungai tempat kau menjalankan perahumu maka berlayarlah ke tempat yang kau tuju. aku tidak akan meninggalkanmu.
ketika sampai, aku akan menjaga perahumu sampai kau kembali atau pun sampai tak ada yang kembali.
Perasaan melaju mencarimu namun tak dapat kulihat basah rambutmu.
sebab yang ku tuju bukan lah yang kau tuju. yang ku tuju
bukan lah ragamu melainkan pemberhentian segalanya. tempat ikan berenang, debu jiwa dihanyutkan, karang dibenturkan. dan badai diciptakan. aku akan ke sana.
bukan kepadamu yang mencari keniscayaan emas dan perak sebagi perhiasan tubuhmu.
bukan kepadamu yang melihat-lihat lalu mengorek-ngorek isi bumimu sendiri.
ohh sayang, kau pun menggapai-gapai langit cerah. sebab jikalau kelangit aku akan menguap tak nampak.
kecuali mendung dan pasukannya menyerang. aku menerimanya dengan terbuka.
namun jika memang kau mau ke langit. Itulah tempat yang memungkinkan kita bersama.
ragamu basah bersamaku menyatu dalam mendung dan getar halilintar
lalu kelak kita kian menetes membasahi bumi
kita membuka warna di langit yang seketika cerah selepas hujan
Maret 2020
Kenangan Menggenang
hembusan angin mengantarkan pada ingatan
di sudut mata mengenang
di kursi panjang, kau duduk memendam kata-kata
di sudut matamu menggenang
kata-kata menggantung diri dalam hatimu
hembusan angin mengantarmu pada harum kenangan
tapi kau menguncinya dan membiarkannya mati terkubur debu dan daun gugur
Mei 2020
Pertemuan Pertama
melihat genangan air di matamu
aku tergelincir alirannya
tercebur kenangan sendumu
aku tenggelam di dasar kesedihannya
September 2020
Malam Pertama
malam menjelma debu-debu sedingin es. merangsak menembus kulit, menusuk tulang.
angin-angin berdansa kotak kosong terbang-terbangan pada ruang ingatan-ingatan di kepalaku
tentang harum hangat pelukmu. Seketika satu kotak berisi seringaimu, kotak lainnya berisi wajah-wajahmu; tangis, tawa, kesal, dan manja.
dengan rindu yang kau genggam di nafas terakhirmu kau tinggalkan kami.
hangat kasihmu terasa lagi dalam air mataku yang mengalir diam dipipiku.
lalu ingatan perlahan kusudahi kepergiannya diiringi gemetar bunyi igauan bocah lelap di sebalahku. memanggil-manggil ibunya.
22 Juni 2020
Malam Bolong
kau tak akan berjalan sendiri lagi sayang, sebab
aku menjadi tak ragu lagi mendampingimu
di sepanjang malam yang bolong. doaku berterbangan mengajak semesta menjagamu
Februari 2020
Sendu Yang Basah
mata sendu yang selalu menenggelamkan kasih ke dalamnya
selalu menelan korban-korban bersama kobaran luka di dalamnya
kini telah selesai
begitu cerah terang dan berbinar-binar
tak sendu lagi
saat sepasang mata memandang dalam-dalam,
namun tak tenggelam
ia berenang-renang membawa riang kasih
yang sebelumnya tak pernah terbayang
Depok, 2020
Risalah Hujan
berlarilah, kejarlah angan-anganmu yang terus berterbangan di setapak cahaya menuju langit. Jangan pernah kamu lepaskan dari pandanganmu.
sebab ia akan menangis saat ragamu telah ragu.
seketika menjauh meninggalkanmu. Ia akan kesepian dalam perjalanannya.
sedunya akan membuat waktu-waktumu penuh sesal yang menggumpal di dadamu
ketika sampai di langit kesedihannya akan bergemuruh
isaknya akan deras.
air matanya akan berjatuhan menemuimu
ketika itu kau hanya diam di kursi hangatmu.
air mata itu menyampaikan kerinduan-kerinduannya pada dirimu
mengalir di selokan,
mengaliri jalan-jalan
hingga bermuara di hadapanmu; terus menerus menggenang di halamanmu
tak pernah luput dari mata, dan sukmamu
Oktober 2020
Puisiku Yang Mekar
Kamu lah puisiku yang mekar
dengan siraman hujan malam
yang setiap rintiknya selalu
menurunkan kasih-kasih yang mengubur sepi di matamu
lalu binar matamu menyentuh jantungku saat kita beradu pandang tanpa mengenang
membelai jiwaku, mendayu-dayu bersama angin syahdu
lalu kau membawa cinta di pekarangan aksaraku
September 2020
Meneguk Doa
di balik pintu gelap masih pekat
sejuk menyelinap masuk di rumah dan kalbuku
mentari sedang bersiap memberi harap pada bumi dan seisinya
berpakaian iman aku duduk di kursi ketenangan
ku kenakan sepatu sebagai kerabat perjuangan ibadahku
ku teguk segelas doa hangat dari ibu
"bissmillah"
ku mulai langkah persaksianku
Februari 2021
Jerat
padaMu;
mata api di ujung mata memandang
membakar mata hati yang penuh harap cahaya fajar
oleh mereka;
di pagi yang katarak
mata pisau tajam membelah hukum menjadi dua
hukum dibagi-bagi
disantap sesuai selera,
lezat dan mengenyangkan
kami;
mata kaki menghitam
degup iman telah kehilangan rasa aman
di persimpangan kebingungan berjubel kumpulan mata-mata yang angkuh dan congkak
mata yang memandang nama diri, suatu kebanggaan
gelap, siang dan malam. gelap gelisah
mata terjaga tak mendapat pandang
tak ada sejuk pagi dengan putih kabut di gunung-gunung. tak ada senja dengan riang anak-anak yang berlarian. tak ada lentera malam penghias cahaya bulan. semua hanya siang yang haus dan lapar di jam-jam yang bukan istirahat.
23 Desember 2020
Api-api Sejuk Kemarin
Sejenak aku melihat abu-abu di langit sore. iya tak dilihat oleh kebanyakan mata.
namun ia ada, sebagai wadah peng-indah sederet senja selang seling
jingganya membawa mereka mengingat sesurat kesan
berisi api-api yang indah nan menyejukkan
kumpulan api dari kata-kata dalam kumpulan doa untuk luka-luka masa depan
Mei 2020
Aku Menjadi Sejuk
aku menjadi sejuk
sebab
Kau telah mengangin lembut di tubir ubudku
kau mengusir gusarku di tengah kota
kau meniup-niup gerahku di bawah pepohonan
dan aku menjadi sejuk
sebab ikhlasmu
adalah buah
ketulusanNya pada semesta
Depok, Agustus 2020
Senda Gurau
aku hadir
dari sunyi sepi alam rahim
aku menangis
di buaian alam dunia yang penuh senda gurau
aku merangkak
di putaran waktu bumimu yang semakin cepat
aku marah
padahal cinta dan kasih telah kau dasari
aku mencari-cari
meski sungguh sudah kau beri
lalu aku menyesal
padahal telah mati
Agustus 2020
Mimbar Mahsyar
ah tinggi sekali mimpi tentang mati
menjulang mencakar-cakar langit menggapai-gapai tangan tuhan
syahwat membabi buta dalam ayat-ayat mutasyabihat
digurun yang gersang diujung mata memandang siang membentang
hati gelisah tetap tak padam
dibumi yang meneguk hujan
wajah muram habis tenaga
lepas menindas kepala tentara
para pejuang di garis samar-samar
mengapa ku ludahi mereka
matilah aku!
gontai,
berjalan tak bersandal
compang-camping kulit telapak kaki
retak-retak kepala
surat semburat di bibir bekas takbir dan bir bir
gempa menerpa jiwa
gelombang angin dalam dada
ya gusti ampunilh dosa hamba
matilah aku,
dikau rajami jiwa ini dengan kesaksianku sendiri
dengan sadarku sendiri
memerah bola mata
bekas tertetes,
liur segala sumpah abadi
pendosa ini ugal-ugalan di sirotol dan botol-botol anggur hitam
wahai tuhan
mimbar goyah
api menganga
Mei 2020
Maha Muasal
jika kamu bertanya mengapa kamu ada. maka jawabannya kamu sungguh tidak ada. sebab kita adalah tanah hitam yang diberi bentuk.
jika kamu bertanya mengapa kamu tidak ada. maka jawabannya. Ada.
Ada. Maha Esa. Maha Kuasa
dengan kasih sayangNya kita diberi ruh. Ruh ini dariNya, dari hanya Dia yang Maha Muasal
dengan kesempurnaan artistikNya pada batang tubuh kita
kita mampu membaca segala gejala
dengan semua kasih sayangnya
kita mampu menghirup udara dariNya
kita mampu menapak di bumiNya
kita mampu memikirkan gejala-gejala alam, hujan, gunung, matahari dan bulan
kita bertanya. tetapi tak seorangpun kita mampu menjawab
kita terbatas
kita mampu dan kemampuan terbatas pada apa yg kita lihat, sentuh, dengar, hirup, rasakan.
kita mengerti, maka kita tersadar kembali
Depok, 8 Desember 2020
Cermin Takwa
aku melihat rambutku,
cermin memburam
teringat masa kecil.
sekain sarung siap digulung dan diikat, hatiku siap tekad
menghindari barisan rapat serentak
kubasuh rambut dengan air keran
melihat wajah tertampan di bulan ramadhan
aku siap berjalan
aku pandangi mataku,
cermin mengembun
teringat masa remaja
sepasang mata ber api menatap mataku
digenggamnya sebutir batu
dilemparinya hatiku yang kalut takut
menghujam pejam mataku mengantar kerlap kerlip bintang kejora kala itu
di belakang imam besar, sangat besar
sebesar gusarku pada barisan
sebab tahiyatku berbeda dengan lainnya
aku terpejam dan terkecam
kutinggalkan diriku
menjauh dari hadapanku
cermin memanggilku
meminta pertanggungjawaban
aku siap berjalan
aku tak bertujuan
cermin berteriak memanggilku
ia pecahkan tubuhnya
aku kembali
merapikan serpihan beling
ku buang cermin itu
bekas kaca menusuk telunjuk
tahiyatku gentar
mataku berkaca-kaca
aku kembali ke hadapan diriku setengah badan
kupandangi sisa-sisa tubuh dengan kedipan
kulanjutkan sampai salam
Mei 2020
Tahajud
ia solat dalam tutur kata yang ikrar. dalam hati dalam sungguh
dengan sebenar-benarnya adalah bergerak adalah takbir adalah sujud adalah doa adalah damba adalah bakti tiap-tiap hamba adalah perjuangan membangun masa depan
mimpi adalah penanda maka bangun dari tidur berucap alhamdulillah
sebab sepertiga malam adalah doa
bagai cangkir terisi tak akan mampu diisi kembali
kosongkanlah dengan istighfar
terjagalah dalam percumbuan dua rakaat. di saat yang lain terlelap menari dalam mimpi. isilah jiwamu dengan api panas suci.
syahid adalah anak purnama
setiap malam bergerilya berlomba-lomba menghapus dosa
melawan kantuk
Alhamdulillah ucapnya dalam duduk sadar
membasuh mimpi tiga kali, mulai tangan sampai kaki
melepas rindu pada tanah berselimut sajadah
Maret 2021
Usai Subuh
kuhentikan renung malam
kini bulan mengusirku dari kesedihan, membangunkan aku dari tangis yang khusyuk di atas sajadah
saat ku usap air mata ada yang berdetak dalam diri
menembus suara-suara angin yang menggesek dedaunan
memoar kelam yang dibungkam kasih sayang
dan ketenangan
tak bisa kutolak
kasihNya menjalar ke seluruh tubuh, memaksa kaki kembali melangkah
29 Maret 2021
Janji Hujan
sebagai hujan aku tak mampu memilih rindu mana yang kutemui
kau menjumpai ku dengan rentetan sedih yang basah di pipimu
dalam isak tangis kau bercerita tentang luka dan sabda cinta Tuhan yang terabaikan
kau berlutut dalam pelukku, menungkai doa dan sesal pada genanganku
petir menyambar hening syahdu khusyukku menikmati ranum malam bersamamu
sontak kujanjikan
pada Tuhan akan ku salurkan doa yang mengalir bersama air genanganku
yang kelak terbawa angin dan termatangkan hangat mentari
Juni 2020
Air
sebuah mata air. mengalir bersama kata-kata yang bersih dan membersihkan.
anak-anak kecil dimandikan ibunya di sungai.
pakaian-pakaian yang sudah penuh debu dan kotoran dikucek-kucek dengan tenaga iman dan sangkaan yang baik.
ibu membersihkan tubuhnya dari kelelahan. anak-anak kecil beranjak pulang. ibu membawa ember berisi baju bersih dengan tangan bersih. kaki yang bersih melangkah fasih.
air menyusuri sungai. membawa dua kekasihnya yang telah lama rindu.
air, debu dan kotoran menyatu lebur.
air. dan air.
air-air ikut bergabung. mengalir dan bersih
Selamat Datang
setelah mesiu, kain dan kitab suci digoreng di atas wajan dekadensi
tergesa-gesa disajikan di televisi
selamat datang ...
kuliner musim-musim politik
keluar ke jalan-jalan
bersama bambu dan bendera, trotoar
mengusik pedagang kaki lima yang punya laba tak seberapa
masuk ke warung kopi
bersama bakwan lalu ditelan
melintasi kerongkongan masuk ke organ-organ
sebagian diserap hati menjadi amarah
sebagian menjelma darah mengaliri gerak langkah
sebagian tergerus menjadi kotoran keluar ke jamban
sementara di depan kantor industri berlabel halal
bapak-bapak antre upah subsidi
sambil diskusi mencaci maki
mengharap rezeki sambil menjulurkan lidah api
membakar telinga tetangga yang tidak terverifikasi
mereka berkumpul warna-warna berbaur
dalam ruang dingin yang mendusta panas penguasa siang
mereka berdoa pada pemberi subsidi
meminta pada pencipta lapangan kerja
lalu
berlutut pada harta. jiwa turut bertaut padanya
memuja tahta sengketa
membuka tangan menangkap lemparan kata-kata
bom meledak
pemuka agama terbelalak
si anti agama jingkrak-jingkrak
para koki bersulang berdiri
mentri-mentri menangis di atas kursi sambil menelpon memesan makan siang
fatwa perdamaian dan perbedaan dipajang dipasaran sambil memaksakan keseragaman sesuai kebutuhan dan kesanggupan modal bersiap diborong habis-habisan
dengan berjuta-juta suara persetujuan dan sanjungan-sanjungan masa depan
lalu mulailah hari perhitungan
selamat datang ...
kuliner musim-musim politik
di sini banyak yang terpajang cantik
kadang terbolak-balik
malah jadi menggelitik
awas terpantik!
Januari 2023
Catatan
engkaulah amarah terdalam, yang membabibuta terpendam. tembok bisu mengurung api yang gila memaksanya membakar kertas-kertas di kepalaku yang nahas
di kepalaku kertas-kertas berterbangan bertebaran menjadi abu yang kacau
setumpuk kertas bertulis nama para jenazah telah hancur, tetap menempel di sudut-sudut ingatan
walau sudah hancur dan tampak ruai
kini ia berharap dialiri di sungai
engkau masih pemiliknya
namun abu itu menetap di kepala
Januari 2023
Rintik
dari celah langit yang lelah kah kau?
dari laut yang sabar menanti istirahat kah kau?
dari tanah basah terserap akar pohon yang menjelma embun kah kau?
dari tangis dewa-dewa yang sedang berduka kah? atau ...
maaf aku lupa, ini di bawah gedung-gedung yang bisu
dan engkau tercipta dari udara panas yang dipaksa berubah dingin
Desember 2022
Siklus
dalam tidurku setiap malam
mimpinya selalu sama:
mendung di atas samudera abu-abu
di atas perahu tua
aku berdiri menerka mati
terguncang menuju badai
gelisah membaca cuaca
menatap barisan yang bergeletakan;
jiwa-jiwa muda yang tak kunjung bangun dari tidurnya yang khusyuk
tetap tidur meski terguncang
tatap tidur dalam kelaparan
tetap hangat meski diterpa angin
lelap meski terguyur asin air laut
meminumnya meski semakin haus
mereka lebih berani dariku
mereka lebih tenang dariku
pada batu karang perahu terbentur
pada arus berlawanan perahu coba melaju
guntur pada mendung telah menggetarkan bumi
tak ada hirau risau
tak ada gusar
tak bergerak
kecuali
meminum cipratan air laut
Februari 2023
Renung
gelap memeluk lampu kota. nafas selaras denting jam di tangan, menderu seisi malam yang tua. menuju kelahiran hari barul
lengang namun memburu
tenang namun ragu
detak jantung menggema di dada
mengintai jasad pembungkusnya
pundak memikul tanya
sebuah asa yang hilang entah ke mana
ke mana-mana mata memandang
hanya kosong. hanya angin terasa mengelus wajah
larut menjelma layar tak berwarna
datang dari sudut jauh..merambat menghampiri
ingatan pagi, siang dan senja kala;
benda hidup dan mati seperti tak berjiwa
seperti sama, serupa
hanya bunyinya yang berbeda; benda hidup menyala-nyala. memaki-maki. menangis. mengeluh. meludah. menuduh. melotot. mengutuk. menghina segala. menertawai derita. menderita tetap tertawa
benda-benda mati. selalu ikut serta. membisu. patuh. menyaksikan. menyangsikan. memimpikan kebebasan. menginginkan kematian yang abadi. membatu. mematung. kaku dan diam pada seluruh yang nyata
lalu ada yang memanggil bersama angin dan kerinduan kanak-kanak
mengajak kembali pada teras dan balai kayu depan rumah
memecah beku yang sejuk
Maret 2023
Setelah Syakban
Tuhan, sudah Ramadan lagi
dan aku masih hidup di sini
di gumulan jutaan nyawa
di antara nafas-nafas titipanmu yang dilupakan
di antara sendi-sendi pada tubuh yang bergerak tidak sadar, tidak merasakan daya cipta yang Kau beri
hanyut saja, melanjutkan ritual hari-hari dalam bualan keinginan diri
Tuhan, Ramadan ini masih melekatkan suasana Ramadan sebelum-sebelumnya
setiap azan mengiang di telinga menyelinap ke otak. menembus dimensi ingatan
setiap azan menggaung di dada mengiringi detak risau yang entah sebab apa
Tuhan, apakah Ramadan akan terus bersemayam dalam rindu yang menggelisahkan?
mengingatkan kematian dan kehidupan dalam ruang yang kekal dan penuh terkaan iman
Ramadan menjelma cuaca,
menjelma kesabaran
menjelma kehausan dan kelaparan
menjelma kampung halaman
menjelma masa kecil
menjelma kehangatan obrolan
menjelma pertemuan
menjelma perpisahan
Ramadan menjelma cinta dan kepercayaan
detik jam menuju maghrib terasa berbunyi lebih keras dari jalan yang penuh kemacetan
menghilangkan ketakutan takhayul waktu peralihan
Tuhan inilah Ramadan
ayat-ayat terbaca cepat penuh hasrat di mana-mana
gengsi pada iman dan kesempatan yang selalu menitik di dada di manapun jiwa iman berada
oh ..hasrat yang selalu menggerakkan lidah, hati, pikiran, dan tubuh yang berpuasa
penuhilah hasrat-hasrat itu dengan cintaMu Tuhan
jadikanlah hasrat itu sebagai jalan melepas diri dan dunia fana
agar sekalipun tidak bertemu lagi dengan Ramadan esok.
syukur terlontar dalam nyawa yang beranjak mendekatiMu
tercatat baik di dalam hati; Ramadan ini sama dengan sebelum-sebelumnya, kebaikanMu memeluk erat hidup dan segala lemahku
Komentar
keren
keren
Tulis komentar baru