Oleh: MASTIAH*)
A. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) arti kata sastra adalah “karya tulis yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya”. Karya sastra berarti karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan caranya yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan wawasannya sendiri.
Menurut Wellek dan Warren (1989) sastra adalah sebuah karya seni yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- sebuah ciptaan, kreasi, bukan imitasi
- luapan emosi yang spontan
- bersifat otonom
- otonomi sastra bersifat koheren(ada keselarasan bentuk dan isi)
- menghadirkan sintesis terhadap hal-hal yang bertentangan
- mengungkapkan sesuatu yang tidak terungkapkan dengan bahasa sehari-hari.
Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan suatu kecakapan dalam menggunakan bahasa yang berbentuk dan bernilai sastra. Jelasnya faktor yang menentukan adalah kenyataan bahwa sastra menggunakan bahasa sebagai medianya. Berkaitan dengan maksud tersebut, sastra selalu bersinggungan dengan pengalaman manusia yang lebih luas daripada yang bersifat estetik saja. Sastra selalu melibatkan pikiran pada kehidupan sosial, moral, psikologi, dan agama. Berbagai segi kehidupan dapat diungkapkan dalam karya sastra.
Sastra dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan kepada pembacanya. Seringkali dengan membaca sastra muncul ketegangan-ketegangan (suspense). Dalam ketegangan itulah diperoleh kenikmatan estetis yang aktif. Adakalanya dengan membaca sastra kita terlibat secara total dengan apa yang dikisahkan. Dalam keterlibatan itulah kemungkinan besar muncul kenikmatan estetis. Menurut Luxemburg dkk (1989) sastra juga bermanfaat secara rohaniah. Dengan membaca sastra, kita memperoleh wawasan yang dalam tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara yang khusus.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sastra adalah hasil cipta manusia dengan menggunakan media bahasa tertulis maupun lisan, bersifat imajinatif, disampaikan secara khas, dan mengandung pesan yang bersifat relatif.
B. Sastra, Antara Estetika Dan Etika
Meski pendapat Laurance Perrine (1959) boleh dianggap kuno, tetapi masih bisa memberi gambaran tentang dua kategori sastra, yang dia sebut sebagai escape literature dan interpretative literature, yang masing-masing punya kelas pembaca sendiri (Sunaryono Basuki Ks. dalam Mozaik Sastra, 2005). Sastra yang termasuk kategori pertama, ditulis semata-mata untuk menghibur, sekedar mengisi waktu luang. Sastra jenis ini justru membawa pembacanya menjauh dari kenyataan kehidupan, dan membuat pembacanya lupa akan masalah yang dihadapinya. Tujuannya cuma memberi kesenangan atau hiburan saja.
Sastra kategori kedua ditulis untuk memperluas, memperdalam, serta mempertajam kesadaran pembacanya mengenai kehidupan. Dengan melalui imajinas, sastra kategori ini membawa pembaca lebnih dalam ke dunia nyata, membuat orang mampu memahami masalah-maslahnya, sastra ini membuat orang lebih mendalami dan memahami masalah-masalahnya, sastra ini membuat orang lebih memahami kehidupan. Sebuah karya sastra interpretatif menerangi aspek kehidupan dan perilaku manusia, memberi pemahaman mendalam mengenai sifat dan kondisi eksistensi manusia.
Karya sastra yang baik akan mengetengahkan kebenaran mengenai sejumlah aspek esksistensi kehidupan manusia. Sastra mampu mengungkapkan sebuah kemerosotan etika dengan balutan estetika yang apik yang berisi pesan moral atau kritik social dengan cara yang lain. Sastra dengan balutan estetika dan etika diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai hakiki karakter, moralitas, dan etik yang bersentuhan dengan problem kemanusiaan dan berbagai halnya secara perlahan dan tak langsung. Menurut Maman S. Mahayana (Bermain dengan Cerpen, 2006) sastra dihadirkan dengan kesadaran untuk menggoda rasa dan nilai kemanusiaan. Menyentuhnya secara halus, dan diam-diam menggerayangi hati nurani kita. Tiba-tiba kita seperti disadarkan untuk melakukan refleksi pada sesuatu yang tersembunyi di balik fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Ada rahasia apakah gerangan dan apa maknanya di belakang dan di hadapan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan itu? Sastra mencoba menguak dan kemudian menyodorkannya kepada kita dengan cara yang khas.
Hal di atas sejalan dengan pendapat Jaffe dan Scott (1968), di dalam membaca karya sastra pembaca akan menemukan (bukan diajari) nilai-nilai kemanusiaan. Menurut mereka, fiksi yang paling efektif adalah yang menafsirkan aspek-aspek kondisi manusia secara efisien dan jujur. Dalam hubungan itulah, sastra mencoba menyajikan dan memaknainya dengan caranya sendiri. Ia mungkin berbentuk cerita lucu atau kisah tentang kehidupan di dunia antah-berantah atau mungkin juga menyerupai potret sosial yang dibalut dengan nilai estetik. Nilai-nilai estetik inilah yang menjadikan sastra mampu menelusup jauh lebih dalam sampai ke ujung hati nurani bahkan sampai ke dasar rasa kemanusiaaan.
C. Mengajarkan Estetika Dan Etika (Sastra) Di Sekolah
Bila kita sepakat dengan pendapat Laurance Perrine mengenai kategori sastra yang kedua yang lebih mengedapankan pada aspek estetika dan etika dalam balutan imajinasi pembacanya. Dengan imajinasinya, pembaca memaknai karya sastra dalam sebuah bingkai yang penuh makna karena di dalamnya terdapat nilai estetika dan etika yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya. Pembaca yang cerdas mampu memilah mana karya sastra yang mampu memberikan manfaat yang berguna bagi kehidupannya, dan mana bacaan yang sekedar menghibur dan menghipnotis pembaca sehingga melupakan kenyataan hidupnya, hanya kesenangan sesaat yang diperolehnya.
Franz Magnis Suseno berpendapat bahwa etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika menuntut pertanggungjawaban dan mau menyingkapkan kerancuan. Etika tidak membiarkan pendapat-pendapat moral begitu saja melainkan menuntut agar pendapat-pendapat moral yang dikemukakan dipertanggungjawabkan. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral (Etika Dasar, 2006).
Pengajaran sastra di sekolah hendaknya mampu memberikan sesuatu yang berguna bagi siswa. Siswa hendaknya dibawa untuk memamahami dan memaknai hidup secara nyata melalui iamjinasinya sehingga mampu memberi pemahaman secara mendalam mengenai sifat dan kondisi eksistensi manusia.
Guru dalam melaksanakan pembelajaran sastra di sekolah hendaknya mampu memilih dan memilah karya-karya yang berbobot yang memberikan manfaat estetis dan etika. Ada satu pesan moral yang disampaikan dalam balutan keindahan dalam sebuah karya sastra. Guru yang bijak tidak akan memilihkan bacaan-bacaan yang sekedar memberikan hiburan semata, yang justru meracuni siswa dengan melupakan eksistensinya sebagai manusia.
Komentar
thnks,,, ini sngat mmbantu
thnks,,, ini sngat mmbantu sya :)
semoga bermanfaat
semoga bermanfaat saudaraku
semua yang diposting semata untuk manfaat
=@Sihaloholistick=
akan lebih bagus jika di
akan lebih bagus jika di tulis sumbernya. bukan hanya di tulis di kutip dari berbagai sumber. ini sekedar masukkan
Tulis komentar baru