Tiga ciri utama bahasa sastra di tinjau dari kajian heurmenetika yang diutarakan oleh Ricouer, yakni bahasa satra itu bersifat simbolik, puitik, dan konseptual. Ada sebuah kesadaran yang dipadu dengan pemaknaan. Yang akhirnya akan sulit atau malah kita tidak bisa sama sekali memberikan sebuah makna secara referensial terhadap sebuah sastra. Sama seperti falsafah yang akan sulit diberikan makna secara referensial. Karena secara tekstual, penuturan dari bahasa sastra maupun falsafah tidak menggunakan bahasa penuturan yang biasa. Dengan banyaknya suatu pencitraan-pencitraan dan metafora yang berupa simbolik yang harus dicerna dan dipahami oleh indra. Maka berbeda dengan bahasa yang bukan sastra dimana pemaknaan dari sebuah kata itu mengalami sebuah pengkotakan atau penegasan makna dari arti kata itu sendiri.
Masih menurut Ricouer, pasangan rasa dan kesadaran ada dalam bahasa sastra, yang menghasilkan objek estetik yang terikat satu sama lain. Maka sebuah penandaan dan pensimbolan harus diselami maknanya, harus dipahami secara keseluruhan bukan secara selintas saja. Karena ada banyak elemen yang harus ditelaah, seperti elemen konotatif, metaforikal, dan sugestif. Ricouer juga menjelaskan bahwa bahasa sastra itu berpeluang menerbitkan pengalaman fiksional dan pada hakikatnya lebih kuat dalam menggambarkan ekspresi manusia akan berbagai hal. Dengan bahasa sastra yang bersifat puitik, menjadikan fase sebuah pemahaman setiap orang itu berbeda-beda dari segi pemaknaan. Mungkin jika saya berpendapat dengan relevansi dari pemikran Ricoeur bahwa bahasa sastra itu dapat dikatakan public personal perseptions ,bahwa bahasa sastra itu untuk umum, public, dan universal. tapi secara pemaknaan akan berbeda-beda setiap individu. Penilaian dari setiap orang akan beragam dilihat dari sudut pandang yang berbeda pula.
Dari uraian mengenai ciri bahasa sastra secara hermeneutika yang telah dibahas tadi, ternyata bisa ditarik sebagai sebuah hubungan atau garis kesimpulan menjadi sebuah unsur utama dalam pemahaman dan penelaahan sebuah teks sastra secara lisan dan tulisan, unsur tersebut yakni meliputi, pemahaman, penghayatan, dan pemaparan. Pemahaman berkaitan dengan kemampuan memahami makna secara tekstual dalam sebuah karya sastra, dari memahami suasana dalam gaya penuturan, sikap pengarang serta intensi yang mendasari teks sastra tersebut. Setelah fase-fase dalam unsur pemahaman telah di kuasai dalam sebuah teks sastra, maka selanjutnya secara bertahap akan menuju sebuah refleksi pemikiran dan perasaan yang dinamakan penghayatan, kualitas penghayatanpun timbul tergantung dari seberapa proses pemahaman akan teks sastra yang di kuasai. Unsur pemaparan pun akan diperoleh setelah unsur pemahaman dan penghayatan. Pemaparan sebuah teks sastra dapat dilakukan dengan beragam pengekspresian, misalnya pemaparan secara tulisan atau pemaparan secara verbal. dari pemaparan inilah seseorang bisa menemukan sebuah referensi ide atau wacana dalam hal penulisan karya sastra atau masalah kritik sastra.
Banyak yang ingin saya ulas dalam hal pengantar kajian apresiasi sastra, namun karena keterbatasan waktu yang menjadi kendala, hanya uraian yang begitu singkat ini yang hanya bisa saya paparkan. Mungkin akan dibahas kembali secara mendetail di tulisan yang berikutnya.
Komentar
Tulis komentar baru