Kidung Hati
Tak ayal lagi perasaan ini,
Saat ku putar rekaman memoriku yang lalu
Ada sekelumit perasaan ironi
Dalam kagalauan dan kecemasan.
Kadang ku tak percaya dengan tabularasa
Tapi sesungguhnya kidung itu memilikinya
Dalam dekapan angin
Hanya bisa berpangku tangan dengan keadaan
Seberapa besar pun usahaku
Dimana saat kita tak bisa mewujudkannya
Dimana tak ada lagi kekuatan untuk meraihnya
Tak pelak hanya kesunyian,
yang selalu, tak pernah absen menjagaku.
Lewat harapan-harapan itu
Ku dekap hati lirih
Dan ku alunkan kidung hati
Lingkar Harapan
Orang berbondong-bondong mencari kesemuan,
Diantara semua kefanaan.
Apakah ini hal yang salah?
Hidup itu diantara dua titik
Akan kau pilih yang hitam atau yang putih
Dua-duanya sama merugikan.
Mungkin tak pernah terpikir segala resikonya.
Lihatlah gerbang itu,
Di balik pintunya yang tebal, kasar dan
Terlihat seram. Disanalah
Orang-orang berkumpul
Bukan sekedar untuk mencari sositet
Atau kefanaan itu.
Bukan harapan, sekedar harapan.
Tapi rasakanlah di kedalaman hatimu
Akan kau temukan,
Jawaban segala keputusasaan.
Lelah Aku Pedih
Lelah. Aku pedih
Lelah meronta,
Butir mutiara merembes menyeruak
Dinding hati bergetar hebat
Menyentak! Serentak. Goyah,
Tiba-tiba luka menganga
Tersapu kenangan luka.
Terjerembab kepedihan,
Emosi seolah meminta,
Meminta kepastian luka
Bertarung dan lerai. Selesai
Pilihan
Jika ada satu hari yang paling indah
Aku kan datang padanya,
Ada galau dan damai
Aku pilih yang kedua,
Ke barat atau ke timur
Aku akan ke barat.
Temaram dalam hati,
Mengetik keyakinan. ketidakmampuan
Atau kepasrahan
Langkah untuk Kematian
Takut itu penyesalan,
Terkungkung kabut dan arang
Lumat saja keduanya.
Emosi berteriak dalam gejolak
Muntahkan saja!
Sudut hati bergumam rendah
“tenang, sabar…”
Teriakkan gejolak emosi
“mati. Mati saja.
Tenang, sabar, tiada guna!
Hanya menambah luka sukma.
Ahiri, ku temu jalan mati!”
Segenggam Cinta untuk Ibu dan Ayah
Di tengah temaram siluet malam
Terlintas sebuah penyesalan diri
Dari sekian waktu yang terlewat
Belum ada sesuatu yang ku pikir telah,
Sejumput harapan dan do’a darimu
Ayah.. Ibu..
Tak terpikir tanpa dinyana
Setiap untaian do’a dan pengharapan
Pengorbanan dan kerja keras
Tanpa harap pamrih.
Cucuran air mata dan keringat
Tubuh tua renta itu,
Masih sanggup memikul beban hidup
Menaungi dengan segenap kasih sayang
Dengan sejuta kepedulian dan perhatian
Tak sempat berpaling pada duniawi,
Hanya ucap syukur, atas berkah itu
Anugerah terbesar adalah kalian (ayah-ibu)
Segenggam cinta sepenuh hati
Sebagai ungkapan terimakasihku
Atas limpahan kasih sayang
Insan tercinta..
Ayah.. Ibu…
Sadarilah
Pernahkah kita berpikir tentang arti hidup,
Sulitnya menerima, memberi, dan menghargai cinta
Dan pengorbanan.
Menilai sesuatu dari hal-hal terkecil
Melihat ke bawah, atas kekurangan
Dibalik kelebihan dan keberuntungan kita,
Atas keterbatasan dan kekurangan orang lain.
Memaknai kesedihan dan kebahagiaan,
Dan mengambilhikmah atasnya.
Belajar memberi dan menghargai
Bukan meminta dan mengharap
Melawan keangkuhan dengan kerendahan hati
Menyikapi kegagalan dengan kelapangan.
Salami segala bentuk keadaan
Rengkuhlah sahabat dengan kepercayaan
Kesadaran, refleksikan, dan tindakan.
Usaha_hasil.
Kebimbangan hati hanya menggoyahkan kesadaran.
Novi Rovika
Puisi-puisimu ok juga,salam kenal yaa......
ok deh
ok deh
Dan ku alunkan kidung hati
SeNaNDuNGKaNLaH PeNCiNTa....BiaR Kau LuPa PaDa LuKa LuKa
SaNG PeNCiNTa
FaCeBooK : https://www.facebook.com/sangpencintapenariaksara
Tulis komentar baru