A.Karya Sastra Angkatan ’20-an atau Angkatan Balai Pustaka Disebut Angkatan Dua Puluhan karena novel yang pertama kali terbitadalah novel Azab dan Sengsara yang diterbitkan pada tahun 1921 oleh Merari siregar. Disebut pula sebagai Angkatan Balai Pustaka karna karya-karya tersebut banyak diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Ciri-ciri karya sastra pada angkatan ’20-an 1. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dlll. 2.Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan 3.Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise, pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari lain dengan bahasa hikayat sastra lama 4.Puisinya berupa syair dan pantun 5.Isi karya sastranya bersifat didaktis. Tokoh dan Karya pada Angkatan ‘20: 1.Merari Siregar : Azab dan Sengsara (1920), Binasa Kerna Gadis Priangan (1931) 2.Marah Roesli : Siti Nurbaya (1922), La Hami (1924) 3.Muhammad Yamin : Tanah Air (1922), Indonesia, Tumpah Darahku (1928), Ken Arok dan Ken Dedes (1934). 4.Tulis Sutan Sati : Tak Disangka (1923), Tulis Sutan Sati (1928), Tak Tahu Membalas Guna (1932), Memutuskan Pertalian (1932). 5. Nur Sutan Iskandar: Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923), Salah Pilih(1928), Karena Mertua (1932), Karena Mertua (1933), Katak Hendak Menjadi Lembu(1935), Cinta yang Membawa Maut (1926). 6. Djamaluddin Adinegoro : Darah muda (1927), Asmara jaya (1928), 7.Abas Soetan Pamoentjak : Pertemuan (1927). 8.Abdul Muis : Salah Asuhan (1928), pertemuan Jodoh (1933). 9.Aman Datuk Madjoindo :Menebus Dosa (1932),Si Cebol Rindukan Bulan (1934),Sampaikan Salkamku Kepadanya (1935).
B.Karya Sastra Angkatan ‘30 (Pujangga Baru) Pengertian Karya Sastra Angkatan ‘30 Angkatan ‘30-an (Pujangga Baru) merupakan angkatan yang berani menampilkan perubahan dari angkatan ‘20-an. Perubahan ini tercermin dalam tema-tema yang diangkat tidak lagi terpengaruh oleh budaya dan adat masyarakat lama. Tokoh yang menonjol dalam angkatan ini antara lain, Armin Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisyahbana. Karya sastra yang menonjol pada saat itu adalah novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana. Ciri-ciri Karya Sastra Angkatan ‘30 1)Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern, gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan klise, pepatah, peribahasa. 2)Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya, 3)Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris, 4)Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda. 5)Aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan 6)Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan
Bentuk karya sastra Angkatan ‘30 1. Puisi · Ciri-ciri puisi pada angkatan pujangga baru yaitu : o Puisinya berbentuk puisi baru, bukan pantun dan syair lagi, o Bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima, o Persajakan (rima) merupakan salah satu sarana kepuitisan utama, o Bahasa kiasan utama ialah perbandingan, o Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah, o Hubungan antara kalimat jelas dan hampir tidak ada kata-kata yang ambigu, o Mengekspresikan perasaan, pelukisan alam yang indah, dan tentram. Puisi baru berdasarkan isinya yaitu : o Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. o Himne adalah puisi pujaan untuk tuhan, tanah air, atau pahlawan. o Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. o Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. o Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. o Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. o Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. 2. Prosa Ciri-ciri puisi pada angkatan pujangga baru yaitu : o Berbentuk prosa baru yang bersifat dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat), o Masalah yang diangkat adalah masalah kehidupan masyarakat sehari-hari, o Alurnya maju, o Tidak banyak sisipan-sisipan cerita sehingga alurnya menjadi lebih erat, o Teknik perwatakannya tidak menggunakan analisis langsung. Deskripsi fisik yang sedikit, o Sudut pandang orang ketiga, o Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan, pepatah, dan peribahasa, o Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan kebenaran dan kenyataan, o Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan Barat o Dipengaruhi siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas, dan · Prosa baru berdasarkan isinya yaitu : o Roman adalah cerita yang mengisahkan pelaku utama dari kecil sampai mati, mengungkap adat/aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail/menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan pelaku dalam cerita tersebut. Contoh: karangan Sutan Takdir Alisjahbana: Kalah dan Manang, Grota Azzura, Layar Terkembang, dan Dian yang Tak Kunjung Padam o Riwayat adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang sejak kecil hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa atau Prof. Dr. B.I Habibie atau Ki hajar Dewantara. o Otobiografi adalah karya yang berisi daftar riwayat diri sendiri. o Antologi adalah buku yang berisi kumpulan karya terplih beberapa orang. Contoh Laut Biru Langit Biru karya Ayip Rosyidi o Kisah adalah riwayat perjalanan seseorang yang berarti cerita rentetan kejadian kemudian mendapat perluasan makna sehingga dapat juga berarti cerita. Contoh: Melawat ke Jabar – Adinegoro, Catatan di Sumatera – M. Rajab. o Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku, tokoh dalam cerita tersebut. Contoh: Tamasya dengan Perahu Bugis karangan Usman. Corat-coret di Bawah Tanah karangan Idrus. o Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh: Roromendut karangan YB. Mangunwijaya. o Kritik adalah karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yangs ifatnya objektif dan menghakimi. o Resensi adalah pembicaraan/pertimbangan/ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.). Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari ebrbagai aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau dinikmati. o Esei adalah ulasan/kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll. menurut selera pribadi penulis sehingga bersifat sangat subjektif atau sangat pribadi.
C.Karya Sastra Angkatan 45 Nama “Angkatan 45” baru diberikan pada tahun 1949 oleh Rosihan Anwar, meski tidak disetujui banyak sastrawan. Keberatan itu karena nama itu kurang pantas ditujukan pula kepada para pengarang, yang notabene berbeda dengan para pejuang kemerdekaan (yang diberi predikat sebelumnya sebagai Angkatan 45). Ada 4 tokoh utama yang sering dianggap sebagai pelopor Angkatan 45: Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin, Idrus. Chairil seorang individualis dan anarkhis. Asrul aristokrat dan moralis. Idrus penuh dengan sinisme. Rivai lebih dikenal sebagai nihilis.
Ciri Karya Sastra Angkatan 45 •terbuka,
•pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya,
•bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis,
•sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya,
•dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra yang mapan sebelumnya,
•penghematan kata dalam karya,
•lebih ekspresif dan spontan,
•terlihat sinisme dan sarkasme,didominasi puisi, sedangkan bentuk prosa tampak berkurang. Tokoh-Tokoh Sastra Angkatan 45
Beberapa sastrawan yang menjadi motor dan pelopor Angkatan 45, di antaranya sebagai berikut.
a. Chairil Anwar
Lahir di Medan, 26 Juli 1922, dan meninggal di Jakarta, 28 April 1949. Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Karya sastranya dipengaruhi oleh sastrawan dunia yang dia gandrungi, seperti Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron.
b. Asrul Sani
Lahir di Sumatra Barat, 10 Juni 1926, dan meninggal di Jakarta, 11 Januari 2004. Kiprahnya sangat besar pada dunia film Indonesia. Banyak menerjemahkan karya sastrawan dunia seperti: Vercors, Antoine de St-Exupery, Ricard Boleslavsky, Yasunari Kawabata, Willem Elschot, Maria Dermount, Jean Paul Sartre, William Shakespeare, Rabindranath Tagore, dan Nicolai Gogol.
c. Rivai Apin
Lahir di Padang Panjang pada 30 Agustus 1927, dan wafat di Jakarta, April 1995. Pernah menjadi redaktur Gema Suasana, Siasat, Zenith, dan Zaman Baru. Keterlibatannya dalam Lekra menyebabkan dia ditahan dan baru dibebaskan tahun 1979.
d. Idrus
Lahir di Padang, 21 September 1921, dan 18 Mei 1979. Sastrawan dunia yang ia sukai: Anton Chekov, Jaroslov Hask, Luigi Pirandello, dan Guy de Maupassant. Pada masa Lekra, Idrus memutuskan pindah ke Malaysia karena tekanan lembaga tersebut.
e. Achdiat Karta Mihardja
Lahir di Jawa Barat, 6 Maret 1911, dan meninggal di Canberra, Australia, 8 Juli 2010. Kiprahnya guru Taman Siswa, redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta Raya, dan dosen Fakultas Sastra UI.
f. Trisno Sumardjo
Lahir 1916, dan meninggal 21 April 1969. Selain sebagai sastrawan, dikenal juga sebagai pelukis.
g. Utuy Tatang Sontani
Lahir di Cianjur, 1 Mei 1920 , dan meninggal di Moskwa, 17 September 1979. Ia adalah utusan dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Tashkent, Uzbekistan, 1958. Utuy mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Moskwa.
D.KARYA SASTRA ANGKATAN 50-AN CIRI-CIRI Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakyat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan berhentinya perkembangan sastra karena masuk ke dalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
STRUKTUR ESTETIK Sesungguhnya secara instrinsik ciri-ciri sastra terutama struktur estetiknya angkatan 45 dan angkatan 50 sukar dibedakan sebab gaya angkatan 45 dapat dikatakan diteruskan oleh angkatan 50. hanya saja, dengan adanya pergantian situasi dan suasana tanah air dari perang ke perdamaian, dari masa transisi penjajahan ke kemerdekaan, maka para sastrawan mulai memikirkan masalah kemasyarakatan yang baru dalam suasana kemerdekaan. Begitu juga para sastrawan mulai membuat orientasi baru dengan mencari bahan-bahan dari sastra dan kebudayaan Indonesia sendiri. Semuanya itu dituangkan kedalam karya-karya sastra mereka.
GAYA BAHASA Memantulkan kehidupan masyarakat yang masih harus terus berjuang dan berbenah di awal-awal masa kemerdekaan. Disebut juga Generasi Kisah (nama majalah sastra). Di masa ini sastra Indonesia sedang mengalami maraknya cerpen. Juga marak karya-karya teater dengan tokohnya Motenggo Boesye, Muhammad Ali Maricar, W.S. Rendra (sekarang Rendra saja). Mulai tumbuh sarasehan-sarasehan sastra terutama di kampus-kampus.
E.KARYA SASTRA ANGKATAN 60-an Latar Belakang Pada periode 60-an muncul adanya angkatan, yaitu angkatan ’66. Lahirnya angkatan ’66 ini didahului adanya kemelut dalam segala bidang kehidupan di Indonesia yang disebabkan ulah teror politik yang dilakukan PKI dan ormas-ormas yang bernaung di bawahnya. Angkatan ’66 mempunyai cita-cita ingin adanya pemurnian pelaksanaan Pancasila dan melaksanakan ide yang terkandung di dalam Manifest Kebudayaan. Tumbuhnya angkatan ’66 yang dipelopori oleh KAMMI/KAPPI untuk memperjuangkan Tritura. Munculnya nama angkatan ’66 telah diumumkan oleh H.B. Jassin dalam majalah horison nomor 2 tahun 1966. Pada tulisan tersebut dikatakan bahwa angkatan ’66 lahir setelah ditumpasnya pengkhianatan G.30S/PKI. Penanaman angkatan ’66 ini pun mengalami adu pendapat. Sebelum nama angkatan ’66 diresmikan, ada yang memberi nama angkatan Manifest Kebudayaan (MANIKEBU).
Karakteristik o Muncul adanya angkatan, yaitu angkatan ‘66 o Tema yang diangkat banyak mengenai masalah kegelisahan batin dan rumah tangga. Kegelisahan tersebut bersumber pada situasi budaya belum mapan dan situasi-situasi tersebut karena adanya norma politik, norma ekonomi. o Adanya sastra protes, contoh: kumpulan sajak Tirani dan Benteng karya Taufik Ismail o Arti penting sajak angkatan ’66 pertama bukanlah sebagai seni, tetapi merupakan curahan hati khas anak-anak muda yang mengalami kelegaan perasaan setelah masa penindasan.
F.KARYA SASTRA ANGKATAN 66-AN CIRI-CIRI Angkatan 66-70-anAngkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dll pada masa angkatan ini di Indonesia. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye,Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono danSatyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin. Seorang sastrawan pada angkatan 50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman; ia lahir mendahului jamannya.
STRUKTUR ESTETIK Angkatan ini lahir di antara anak-anak muda dalam barisan perjuangan. Angkatan ini mendobrak kemacetan-kemacetan yang disebabkan oleh pemimpin-pemimpin yang salah urus. Para mahasiswa mengadakan demonstrasi besar-besaran menuntut ditegakkannya keadilan dan kebenaran. Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah: bercorak perjuangan antitirani, protes politik, anti kezaliman dan kebatilan, bercorak membela keadilan, mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan, berontak terhadap ketidakadilan, pembelaan terhadap Pancasila, berisi protes sosial dan politik. Hal tersebut diungkapkan dalam karya sastra pada masa Angkatan ’66 antara lain: Pabrik (Putu Wijaya), Ziarah (Iwan Simatupang), serta Tirani dan Benteng (Taufik Ismail).
GAYA BAHASA Menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasila dan UUD 45, menentang komunisme dan kediktatoran, bersama Orde Baru yang dikomandani Jendral Suharto ikut menumbangkan Orde Lama, mengikis habis LEKRA dasn PKI. Sastra Angkatan ’66 berobsesi menjadi Pancasilais sejati. Yang paling terkenal adalah “Tirani” dan “Benteng” antologi puisi Taufiq Ismail. Hampir seluruh tokohnya adalah pendukung utama Manifes Kebudayaan yang sempat berseteru dengan LEKRA.
G.Karya Sastra Angkatan 70-an Latar Belakang Munculnya Sastra Indonesia Angkatan 70-an Munculnya periode 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik di bidang puisi, prosa maupun drama. Pergeseran ini mulai kelihatan setelah gagalnya kudeta G 30 S/PKI. Abdul Hadi W.M. dan damai Toda menamai sastra Indonesia modern pada tahun 1970-an dengan sastra periode 70-an. Korrie Layuan Rampan cenderung menamai Sastra Indonesia sesudah angkatan ‘45 dengan nama angkatan ‘80. Dalam periode 70-an pengarang berusaha melakukan eksperimen untuk mencoba batas-batas beberapa kemungkinan bentuk, baik prosa, puisi, maupun drama semakin tidak jelas. Misalnya, prosa dalam bentuk cerpen, pengarang sudah berani membuat cerpen dengan panjang 1-2 kalimat saja sehingga terlihat seperti bentuk sajak. Dalam bidang drama mereka mulia menulis dan mempertunjukkan drama yang absurd atau tidak masuk akal. Sedangkan dalam bidang puisi mulai ada puisi kontemporer atau puisi selindro. Periode 70-an telah memperlihatkan pembaharuan dalam berbagai bidang, antara lain; wawasan estetik, pandangan, sikap hidup, dan orientasi budaya. Para sastrawan tidak mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional bahkan berusahan untuk menjadikannya sebagai titik tolak dalam menghasilkan karya sastra modern.
Jenis Karya Sastra Angkatan 70-an 1. Puisi a) Struktur Fisik ü Puisi begaya bahasa mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa ulangan kata, frasa, atau kalimat. Gaya bahasa paralelisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh efek yang sebesar-besarnya, serta menonjolkan tipografi. ü Puisi konkret sebagai eksperimen. ü Banyak menggunakan kata-kata daerah untuk memberikan kesan ekspresif. ü Banyak menggunakan permainan bunyi. ü Gaya penulian yang prosaik. ü Menggunakan kata yang sebelumnya tabu. b) Struktur Tematik ü protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi; ü kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subjek dan bukan objek pembangunan; ü banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistis. ü cerita dan pelukisnya bersifat alegoris atau parable; ü perjuangan hak-hak azasi manusia; kebebasan, persamaan, pemerataan, dan terhindar dari pencemaran teknologi modern; ü kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewenang-wenang terhadap mereka yang lemah, dan kritik tentang penyelewengan. 2. Prosa dan Drama a) Struktur Fisik ü melepaskan ciri konvensional, menggunakan pola sastra “asurd” dalam tema, alur, tokoh, maupun latar; ü menampakkan ciri latar kedaerahan“warna lokal”. b) Struktur Tematik ü sosial: politik, kemiskinan, dan lain-lain; ü kejiwaan; ü metafisik.
H.Karya Sastra Angkatan 80-an Periode 80-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat Indonesia untuk menuju kehidupannya yang baru dengan wawasan konstitusional.Seperti yang dikatakan Putu Wijaya bahwa kasusastraan itu adalah alat untuk mencurahkan makna agar dapat ditumpahkan pada manusia secara utuh dan makna itu hendaknya disalurkan agar mengalami proses mengembang dan mengempis masuk ke dalam kehidupan serta mengembangkan hal-hal yang sebelumnya belum terpikirkan oleh manusia. Periode 80-an lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan karya sastra menuju hasil dan bobot maksimal serta baru dari konsep yang menentang pada satu kehidupan. Para sastrawan mengikuti perkembangan jaman yang dituntut adanya keberanian dan kreativitas untuk berkarya. Banyak karya sastra yang dijadikan drama drama radio. Pada periode 80-an ini karya sastra film juga berkembang pesat. Perfilman Indonesia banyak ditonton dan diminati oleh masyarakat dan para sutradara pun aktif menciptakan film-film baru. Misal film yang bertemakan percintaan remaja yaitu Gita Cinta SMA ini banyak mempunyai penggemar baik dikalangan muda maupun tua.
Karakteristik ü Genre yang muncul prosa, puisi, drama, sajak, film, kritik, dan esai. ü Pada sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme. ü Puisi yang dihasilkan bercorak spiritual religius.Misal Kubakar Cintaku karya Emha Ainun Najib. ü Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat dari budaya barat, dimana tokoh utamanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur dan mengalahkan tokoh antagonisnya. ü Bahasa yang digunakan realistis, bahasa yang ada dimasyarakat dan romantis. ü Karya sastra yang dihasilkan mengangkat masalah konsep kehidupan sosial masyarakat yang memuat kritik sosial, politik, dan budaya. ü Para sastrawan menggunakan konsep improvisasi. ü Dalam karya sastra terdapat konsepsi pembebasan kata dari pengertian aslinya.
karya sastra tiap angkatan
- 10890 dibaca
Komentar
Tulis komentar baru