Ingin melestarikan budaya pribumi dan menjadikan Kaltim sebagai pusat kebudayaan setelah Jawa. Harapan itu dituangkan dalam pementasan drama Apresiasi Seni dan Sastra (Apestra) ke-7. Pentas budaya ini dilaksanakan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Yupa Universitas Mulawarman (Unmul) 14-17 November 2012.
Diikuti 11 peserta dari enam kabupaten/kota se-Kaltim, yaitu Samarinda, Kutai Kartanegara (Kukar), Berau, Tarakan, Sangatta, dan Bontang, memperlihatkan Apestra diminati. Jarak yang jauh tidak menjadi kendala utama, terbukti, perwakilan dari Berau dan Tarakan nun jauh dari ibu kota provinsi, turut serta. Itu mereka lakukan demi berekspresi dan bersilaturahmi dengan teman-teman teater lain.
Panitia Apestra mendekorasi auditorium Unmul sebaik mungkin, menyulapnya menjadi panggung teater. Beberapa lampu sorot plus kain hitam yang mengelilingi ruangan, menguatkan alih fungsi ruangan itu.
Beberapa grup teater membawakan tema berbeda-beda dalam pementasannya. Berau yang diwakili grup Aji Kanik Barau Sanipah (AKBS) dari Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 Berau menampilkan teater akulturasi, mengangkat tema pasar seret. Pasar ini identik dengan pasar yang tidak bersih dan banyak aktivitas premanisme di sana. Inspirasi didapatkan ketika Karyani Tri Tialani (35), Pembina teater AKBS melihat kondisi pasar di beberapa daerah.
“Aktivitas tersebut dilakukan karena memang pasar itu tidak memiliki izin dan sering berpindah-pindah tempat,” ujar perempuan kelahiran Bandung ini. Karyani mengangkat tema ini, karena ia menganggap, pasar adalah sesuatu yang dekat dengan masyarakat. Penjual di sana mencari uang untuk kebutuhan hidupnya. Sehingga tidak pantas dijadikan tempat premanisme dan kebersihannya disepelekan.
Sementara itu, seperti diketahui, tidak banyak festival teater digelar skala Kaltim. Apestra hadir kontinu menepis kesulitan-kesulitan penyelenggaraan tersebut. Peserta Apestra bahkan diinapkan di Guest House Unmul.
Ditemui di sela kesibukannya, Muhamad Imron, Ketua Panitia Apestra menjelaskan, peserta diberi tempat inap di Guest House agar dekat dengan lokasi pementasan dan sekaligus bisa menikmati suasana Unmul.
Fasilitas yang digunakan untuk kegiatan Apestra ini memang membutuhkan dana cukup besar. Paling tidak, gedung dan guest house yang disewa, tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
“Sebenarnya anggaran untuk acara ini sampai ratusan juta rupiah, namun hal itu tidak terealisasi, karena belum mendapatkan dana penuh dari kampus. Tapi cara mengatasinya dengan mencari sponsor dan mencari dana dari luar,” ujar Imron, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmul.
Selain festival teater, beberapa kegiatan untuk peserta juga dilaksanakan. Antara lain, lokakarya yang diadakan di aula sekretariat Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unmul sore kemarin (17/11). Tony Supartono, dosen di Sekolah Tinggi Seni Indonesia di Bandung, dihadirkan.
Tony memberikan pelajaran kepada peserta tentang olah tubuh. Beberapa peserta menampilkan gerak dan ekspresi tubuh mereka saat dipanggil tampil di panggung sederhana itu.
Shahar Al Haqq, pembina Teater Yupa berumur 39 tahun ini menjelaskan, Apestra yang diadakan dua tahun sekali ini sudah ada sejak 14 tahun lalu. Kegiatan ini berhasil menyerap peserta cukup banyak (untuk ukuran event pentas teater).
Tujuan Apestra, kata dia, agar budayawan di Kalimantan, khususnya para pemain teater, dapat melihat Kaltim sebagai pusat kegiatan budaya. “Anak-anak kita saat ini sangat bangga ketika bisa belajar di Jawa. Padahal untuk kualitas tidak jauh beda dengan yang ada di daerah,” katanya.
Sehingga, menurut Shahar, tidak ada salahnya anak-anak Kaltim yang sudah berteater sejak SMA atau sederajat, diajarkan dan diberi ilmu agar mereka bisa belajar banyak di daerahnya sendiri.
Melihat komunitas teater di Kaltim, Shahar cukup bangga, karena saat ini sudah banyak sekolah-sekolah yang membuat komunitas teater. Ke depan, ia mengharapkan ini terus tumbuh, karena pengaruh budaya luar yang masuk sekarang sudah tidak terbendung.
Apa manfaat teater buat kehidupan sehari-hari? Shahar menjelaskan, teater dapat membuat seseorang mengerti arti hidup. “Lihat selokan yang kotor, bagi orang yang tidak berteater, mungkin menurutnya itu bukan tanggung jawab dia, tapi orang yang berteater, pasti akan berusaha agar selokan itu bersih,” sambungnya.
Harapan dengan adanya acara ini, semoga bisa menjadi sorotan, agar seluruh pemeran teater yang ada di Kaltim tidak perlu jauh-jauh pergi ke Jawa untuk mendapatkan ilmu tentang teater.
Komentar
Tulis komentar baru