SEEKOR BURUNG CAMAR
hari pertama:
di dalam sangkarnya besi
burung itu bernyanyi dalam hati
sambil menanti
kekasihnya sebentar lagi
membukakan pintu
lalu mengajaknya terbang
tinggi-tinggi
hari kedua:
di dalam sangkarnya yang kuat
burung itu ingin berkhalwat
mohon ampun atas segala dosa
dan berdoa sekhusuk dapat
hari ketiga:
di dalam sangkarnya yang kukuh
ia merasa tak perlu mengeluh
sebab tanah terjanjinya terasa
tiada terlalu jauh
1976
ODE UNTUK GOYA
Goya telah pergi
ke lembah asing dan gua-gua
Goya telah pergi
jauh menuju bapanya
Goya telah pergi
mengembara di padang-padang sunyi
Goya telah jauh
tinggal jejaknya yang abadi
1977
PANTAI KOTA DI MALAM HARI
pelabuhan itu kelihatan
sayup-sayup dan sunyi
ketika sinar matanya yang rindu
dan penuh pengharapan
memandangnya dengan cahaya
lampu sepasang kunang-kunang
1976
JAKARTA 1977
di bawah silang-silang kebosanan
tubuhku terlentang menghindari gemuruhmu
deru jeram yang akhirnya tak usah kurisaukan
adalah bising nadimu
VILLA VIOLETA
aku tidak lagi merasa berjalan di bawah bulan
melintasi lapangan mencumbu seorang perempuan
tapi sendiri di antara barisan pohon kenari
kala lampu-lampu kota sayup-sayup memanggil sunyi
di beranda rumah kecil yang jauh
seorang kapten berbincang dengan tamunya
danau di hatiku terasa teduh
dua bait puisi meluncur di atasnya
Bogor, 14 Nop 1977
SELINGAN
selembar langit usang
berkaca di wajah danau tua
sejenak bergoyang-goyang
daun kecil gugur mengusik diamnya
sekuntum teratai mekar di hati
layu terkulai
tiada kusadari
1975
CERITA DI KEBUN KOPI
bunga-bunga putih
yang bisa dipetik sewaktu-waktu
telah membuat burung kecil itu
termangu
1978
CERITA DI KEBUN KELAPA
Di jantung malam itu
ia merasa mendengar
tangis seorang bayi di kebun kelapa
Tetapi ia tidak berani mengatakan:
bayi itu meronta-ronta
mencoba menghisap tetek ibunya
yang ditembus golok dekat dadanya
1978
TIDAK SETIAP TUNAS AKAN TUMBUH
tidak setiap tunas akan tumbuh
tidak setiap tumbuh jadi kuncup
tidak setiap kuncup jadi bunga
tidak setiap bunga jadi buah
tidak setiap buah akan masak
masakan tiap luka jadi bencana?
13 Jan 1978
SEBUAH PERJALANAN
kekasihmu telah pergi jauh
melalui liku-liku di pegunungan
menyusuri jalan pasir sepanjang pantai
penuh dengan sampan-sampan
yang kini tinggal siluet di hatinya
kekasihmu telah pergi jauh
bersama derasnya angin senja
dan sisa debu jalan mengantarkan
angin pagi yang lembut
membelai sayap-sayap merpati
berhambur terbang menuju mentari
kekasihmu telah pergi
bersama ombak bengawan yang kekal
mengenangkan hulunya yang dangkal
di sela-sela perbukitan rendah
tempat terhampar padang bunga
dan bunda terbaring di bawahnya
1977
PERJALANAN YANG TIADA TERSELESAIKAN
ada jalan dan barisan panjang menempuhnya
melalui abad-abad datang dan abad-abad lalu
ada semacam kerinduan menemaniku di sana
sebuah perjalanan yang tentram dan laju
melalui segala tanah rata dan bukit terjal tandus
perjalanan yang kudus tak henti-hentinya menembus
perasaanku pada perjalanan yang tiada terselesaikan
ialah perjalanan persahabatan sesama insan
1975
TENTANG EKA BUDIANTA
Eka Budianta lahir 1 Februari 1956 di Ngimbang, Jawa Timur. Pendidikan Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Memulai karir sebagai penyair dan wartawan sejak tahun 1975. Menjadi wartawan majalah Tempo, Jakarta. Buku puisinya al: Bang Bang Tut (1976), Ada (1976), Bel (1977), Rel (1978), Sabda Bersahut Sabda (1978).
Tulis komentar baru