Merdeka.com - Setelah terbitnya buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' yang memasukkan nama konsultan politik Denny JA, sejumlah sastrawan bereaksi. Dari sekian penyair, ada empat orang yang merasa diperalat oleh Denny, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) itu.
Mereka adalah Ahmadun Yosi Erfanda, Chavcay Saifullah, Kurnia Effendi, dan Sihar Ramses Simatupang. Mereka merasa diperalat lantaran sebelumnya tidak mengerti tawaran Denny lewat perantaranya, Fatin Hamama, akan dijadikan alat legitimasi pengaruh doktor ilmu politik itu dalam kepenulisan puisi-esai.
Untuk diketahui, Tim 8, juri sekaligus penulis, memasukkan nama Denny JA ke dalam buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' karena dia dianggap merintis genre sastra baru: puisi-esai. Setelah buku itu terbit awal Januari lalu, tidak lama lagi akan segera terbit buku yang merangkum puisi esai dari 23 penyair.
Empat dari 23 penyair yang terlibat dalam proyek buku puisi-esai itulah yang kini sadar karyanya hanya akan dijadikan alat legitimasi pengaruh Denny JA, setelah buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' terbit dan menjadi polemik. Pasalnya, saat menyetorkan karyanya, para penyair itu tidak tahu menahu bahwa akan terbit buku yang kini bikin heboh publik sastra Indonesia itu.
Ahmadun Yosi Herfanda, penyair yang juga dosen luar biasa Universitas Multimedia Nusantara itu, mengaku dibayar Rp 10 juta oleh Denny JA untuk menuliskan sebuah puisi esai yang berjudul 'Grafiti Sulastri'. Bahkan dia mengakui telah melacurkan diri ke Denny JA.
"Setelah sempat tawar menawar (mirip pelacur ditawar lelaki hidung belang lewat mucikari ) akhirnya Denny sepakat membayar puisi esai saya Rp 10 juta. Yah, sesekali tak apalah jadi pelacur sastra asal pelacur yang mahal, pikir saya. Kan hebat, satu puisi dibayar 10 juta.... He he he," demikian tulis Ahmadun lewat sebuah komentar di salah satu postingan fan page Denny J.A's World di Facebook seperti dikutip merdeka.com, Rabu (5/2).
Berbeda dengan Ahmadun yang tak menyinggung pengembalian uang, penyair Sihar Ramses Simatupang menyatakan akan mengembalikan honor puisi-esai yang dia terima kepada Denny JA sebesar Rp 3 juta. "Saya minta nomor rekening Denny JA atau siapa pun yang dapat dijadikan sebagai saluran pengiriman," kata Sihar lewat pernyataan terbukanya di media sosial.
Sihar mengaku terhenyak dengan terbitnya buku '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' yang memasukkan nama Denny JA. Sihar yang menyetorkan puisi esai berjudul 'Kisah Pohon Asam di Tanah Jakarta' kepada Denny JA, tidak menyangka kalau puisinya yang dia kirim akhirnya mengarah kepada gol untuk buku yang kini membuat polemik tersebut.
"Saya merasa lemas karena seumur hidup baru kali ini di dunia sastra ada kejadian politis (yang bahkan bukan ideologis)," tulis Sihar.
Chavcay Saifullah beda lagi. Penyair yang menyetorkan puisi esai berjudul 'Rintih Perih Globalisasi' ini memilih perlawanan yang realistis ketimbang mengembalikan uang yang sudah dia terima.
"Cara melawan yang paling simpel adalah mengembalikan uang dan menarik puisi. Tapi apakah semua kawan yang (konon jumlahnya) 23 orang itu punya cukup uang untuk mengembalikannya?" kata Chavcay juga lewat media sosial.
"Kalau saat ini saya berstatus konglomerat, dalam suasana hati yang sedang marah saat ini, pastilah akan saya kembalikan seluruh uang Denny JA yang diterima kawan-kawan saya itu, meski totalnya mencapai miliaran rupiah," imbuh Chavcay yang kini aktif menggalang petisi penghentian sementara peredaran '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh' itu.
Menurut Chavcay, harus dipikirkan jalan perlawanan yang lebih realistis dan menyelamatkan nama baik mereka "yang telah merasa ditunggangi oleh Denny JA untuk meraih statusnya sebagai Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh."
Pernyataan terbuka paling ringkas disampaikan Kurnia Effendi. Menurut Kef, sapaan akrab penyair itu, sepakat bahwa dia dan sejumlah rekannya telah diperalat Denny JA.
"Temans, saya setuju dengan Ahmadun Yosi Herfanda, bahwa kami telah diperalat oleh Denny JA melalui team suksesnya.
Mungkin perasaan kami sama: sedih, marah, menyesal, dan ingin menghapus peristiwa ini dari sejarah hidup kami," kata Kef.
Kef mengatakan, salah memilih itu bisa terjadi dalam perjalanan hidup atau karier seseorang, termasuk penulis semacam dirinya.
"Apalagi saya, selalu memenuhi permintaan teman-teman untuk ikut mengisi antologi bersama hampir tanpa pertimbangan selain persahabatan," kata Kef yang menyetor puisi-esai berjudul 'Jokowi' kepada Denny JA.
"Jika kekhilafan saya ini membuat teman-teman kehilangan respek kepada saya, wajar dan itu tak perlu dimungkiri. Biarlah puisi panjang saya itu menjadi kenangan untuk mengapresiasi Jokowi," ujarnya.
TERKAIT BUKU "33 TOKOH SASTRA PALING BERPENGARUH": SUDAH EMPAT PENYAIR MERASA DIPERALAT DENNY JA
- 21003 dibaca
Komentar
Tulis komentar baru