TIGA PUISI S PANDI WIJAYA
Cara S Pandi Wijaya bermain kata-kata dalam CELOTEH BANDANG barangkali tidak berlebihan jika ia disebut sebagai pemerhati kehidupan khususnya tentang alam dengan segala “marah”nya. Perhatikan bagaimana dia menegur pengguna lingkungan untuk mau mendengar apa yang dikatakan oleh “bandang”.Percuma semua keluhan, percuma semua kemarahan karena sebenarnya bandang datang karena ulah pengguna lingkungan.
Ketika para penulis pemula “berteriak” dalam puisi untuk menampakkan eksistensi diri dengan mengusung aneka temam S Pandi Wijaya hadir dengan tema yang langsung dapat dipahami. Tema hangat tentang apa yang sedang terjadi, S Pandi Wijaya lewat CELOTEH BANDANG mengingatkan agar lingkungan jangan diperkosa.
Jangan salahkan “bandang” jika kemudian menjadi “SANG BANDANG” yang garang menerjang menghempas menumpas. Dan itu terjadi karena ulah pengguna lingkungan yang tak pernah puas.
Di sisi lain S Pandi Wijaya menyimpan sense of humor yang lumayan tajam. Dalam “SADIS” dan bocor dia memainkan kata yang membuat penasaran ingin membacanya sampai selesai. Demikian juga dalam “BOCOR”. Ia sangat serius pada bait-bati awal dan pada bait akhir pembaca harus “nyerengeh” alias senyum kecut karena yang menjadi inspirasinya menulis puisi hanyalah tingkah laku rayap. Sedangkan dalam “BOCOR” ia menjadi benci hujan yang membuatnya tidak bisa bermimpi.
Memngenaskan tapi menjadi lucu. Tidak bisa bermimpi karena tidak bisa tidur. Tidak bisa tidur karena bocor. Jika disatukan kisahnya, ketika ia tidak bisa tidur, ingin membaca arsip tulisannya tapi arsipnya sudah rusak dimakan rayap.
Yang paling menarik adalah S Pandi Wijaya tidak berteriak tentang cintam rindu, gelisah, resah, gundah, murung, sama sekali tidak –paling tidak dalam 3 puisinya yang saya baca tadi malam dan pagi ini.
Demikian tulisan ini sebagai pengantar. Kepada para pemulis pemula belajarlah menulis tidak dengan hal yang tampak terlalu muluk tentang alam semesta. Ungkaplah hal-hal yang nyata dan hantarkan dengan bahasa susastra. Bahasa sastra yang indah.
202009250813 Kotabaru Karawang
SADIS / S Pandi Wijaya
Kau koyak hingga tak layak
Tanpa serpih yang tersisa
Tinggalkan sesak di benak
Engkau tak bergeming tanpa dosa
Lalu apa yang harus kueja
Apa yang bisa kubaca
Catatan kehilangan makna
Sebab telah engkau hancurkan semua
Engkau lebih ganas dari bandang yang datang
Saat penghujan sedang musim-musimnya
Meski menikam tidak dengan pedang
Cukup membuat luka derita
Payah
Habis catatanku sudah
Dasar rayap serakah
Enyahlah
Pandeglang, 24092020
BOCOR / S Pamdi Wijaya
Tak ada lagi mimpi
Tersebab mata yang tak bisa pejam
Pada ruang mencari sisi
Dalam sempit himpit terisi
Berkali sudah kutata dengan rasa
Berkali pula kusulam dengan asa
Engkau masih terus mencari cela
Menetap ancaman serupa bencana
Aku jadi benci hujan
Aku jadi benci bulan berberan
Sebab bocor atapku selalu jadi persoalan
Mimpipun mati tak lagi beri hiburan
Pandeglang, 24092020
CELOTEH BANDANG / S Pandi Wijaya
Aku datang tak akan bilang
Karena kaulupa telah mengundang
Kutau engkau akan terkejut
Dan lari kalang kabut
Akulah yang telah engkau luka
Tapi bukan dendam yang kubawa
Adaku karmamu
Deritamu serupa nestapaku
Kaucakar akar di tubuhku
Ia adalah penguat tubuhku
Kaugali urat nadi tubuhku
Rentalah tubuhku
Aku datang tak akan bilang
Karmamu, bikin engkau tunggang langgang
Jangan salahkan awan yang mengirim hujan
Atau alam yang sudah enggan berkawan
Pandeglang, 24092020
Tulis komentar baru