Perempuan itu sering terlihat berkelana, dengan bayang-bayang matahari.
Sampai pada suatu senja
Ia harus mulai menyinggahkan letih
dan menghuni rumah bagi kaum manula.
Setiap hari, perempuan senja itu akan duduk di bangku taman, menyapa bunga-bunga rumput.
Dan menanti yang bila mungkin singgah, untuk menyisiri musim gugur, pada setiap helai pangkal rambutnya.
#
Ketika muda dahulu, Ia dikenal rajin memetik buah-buah keringat dari keningnya. Demi menyemat sepotong matahari pada biduk kehidupan anak-anak, dan melindungi tidur mereka, dengan sajak-sajak syahdu, sampai kepada langit.
Namun semasa usianya uzur, bilik kamar itu hanya disesaki oleh makhluk-mahkluk mimpi.
Jika mimpi kematian sedang asyik menggoda, perempuan senja akan melantunkan kidung-kidung doa. Tanpa mengucap kutuk bagi anak-anak, yang lama berpaling, pada surga di telapak kaki Ibukota.
Namun Ia takkan pernah selesai membakar cinta.
#
Terkadang , ada saat-saat dimana perempuan itu, menanti sebuah kecup hangat, pada keningnya. Sebelum jiwanya benar-benar selesai berlabuh dalam nama Ibu. Hingga kelak tiada lagi dapat mendengar panggilan itu, dari siapapun juga.
Ya, jauh di dalam mata sanubari Ibu senja, anak-anaknya hanya sementara pergi untuk berburu matahari.
Mungkin kelak bayang-bayang mereka akan pulang dengan sepenuh tubuh, kembali pada rumah terakhir Ibu.
Komentar
Tulis komentar baru