Skip to Content

Angin Sepoi Meninggalkan Sarang

Foto idub yon

Angin Sepoi Meninggalkan Sarang

                     untuk anak bangsa yang terlena

 

Kurasa sebaiknya celoteh-celoteh

itu berakhir di sini di tengah

sarat mimpi yang beku.

 

Tak sempurnakah waktu menjamu

mayapada hingga untuk kesekian kali tandamu

mencabut dentuman rindu dalam sulur-sulur ambisi?

 

Tika kita masih berdiri di atas

angin yang sama dan terseok di bawah

langit yang tak beda, lumbung peradaban

yang kita miliki adalah samudra dan

bendang. Darinya tumbuh warna-warni ikan

dan berakar-akar tumbuhan.

 

Engkau pun telah tahu, setapak

adalah raya kita. Ia melukis hutan

di perbukitan, menarik hijaunya dedaunan.

Engkau juga telah tahu, tetes

embun adalah hamparan kita. Ia memercikkan benih

di tawar dan asin, mengenyangkanmu tak memiskin.

 

Lalu, untuk apa lahir di sini

dan digdaya karena nasi, daun singkong, teri,

dan kopi jika hanya kau agungkan peradaban

di luar sana seraya kau picingkan

matamu dari ingus anak-anak negeri, dekilnya

pengais sampah, dan reot penjual gorengan

yang memanggul bakul di pagi yang belum genap?

 

Adakalanya kita memang merasa tak diharga. Tapi,

bukankah kau ada untuk menjadikan pertiwi

lebih berharga? Tak pantas angin sepoi

meninggalkan sarangnya

 

Kembalilah, jika kau telah mengerti apa itu negeri!

 

Karanganyar, 18 Maret 2017

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler