Zaskia adalah bayangan cermin diri kita, yang menebar kebodohan lewat tayangan-tayangan tanpa makna, kurikulum pendidikan asal ada, mengacak-acak ayat-ayat kitab suci sesuai selera, mendewakan manusia melacur kompetensi seakan suci tanpa dosa di balik harap kursi komisaris utama, apa benar hafal Pancasila, dan jika iya, sudahkah menghayati dalam laku tindak sehari-hari?
Bohong!
Zaskia adalah pantulan refleksi syahwat kita, ingin cepat kaya tanpa banyak usaha, nama tenar sebab tingkah onar, hidup pura-pura di bawah sorotan cahaya, sublimasi nilai-nilai rohani berganti uap sauna kultur dekaden hedonisme, kegalauan raga hampa karena jiwa telah tergadai ke dasar neraka, menyembunyikan data dalam fiksi dan diksi puisi, menciptakan opini sebagai fakta.
Dan ketika Zaskia meminta maaf, aku memberikannya karena mudah. Karena Zaskia hanyalah santiran bawah sadar yang menyembul tak sengaja. Lebih mudah memaafkan dia, daripada memberi pengampunan kepada para penidur yang bercokol di gedung kura-kura, atau boneka pendusta yang bertampuk di istana.
Atau diri sendiri.
Dan aku bahkan tak tahu siapa Zaskia.
Bandung, 19 Maret 2016
Komentar
Tulis komentar baru