Penghalusan Bahasa
Bahasa itu penting. Memilih kata-kata yang pas, sopan, halus dan enak didengar menjadi sangat penting ketika harus berurusan dengan orang lain dalam soal apapun. Ketika tidak ada penguasaan yang komplit dalam soal bahasa, maka yang dialami pasti kegagalan. Apalagi orang yang menekuni profesi sebagai diplomat, penggunaan bahasa yang tepat sangat penting dan menentukan keberhasilan dalam mengemban tugasn negara.
Dalam bahasa Indonesia ada yang disebut eufumismus. Maksudnya, penghalusan bahasa. Misalnya kalimat “orang itu gila”. Dihaluskan dalam kalimat “orang itu lemah pikiran”. Sebenarnya sama saja, apa yang disebut gila dan lemah pikiran, hanya lemah pikiran lebih halus dan enak didengar.
Ketika zaman Orba, sering dipakai kata diamankan. Misalnya, ada yang ditangkap pemerintah, ketika dikonfiramsi pers, maka dikatakan pula bahwa orang itu diamankan, tidak dikatakan ditangkap. Padahal sudah babak belur dipukuli didalam sel, masih dikatakan diamankan.
Demikian ketika terjadi kelaparan ratusan orang di Papua, pemerintah mengatakan bahwa yang terjadi di Papua bukan kelaparan, tapi gizi buruk. Gizi buruk itu bisa terjadi, salah satunya disebabkan sering menahan lapar, sedangkan menahan lapar hampir tidak ada bedanya dengan kelaparan. Sami mawon, kata orang Jawa.
Eufimismus penting dalam komunikasi. Pemerintah Soekarno sangat berhasil dalam soal yang satu ini. Ketika menghadapi pemberontakan PRRI/Permesta, maka dihimbaulah kepada mereka yang mengangkat senjata melawan saudara sebangsa dan setanah air, Dengan bahasa halus “kembalilah ke pangkuan ibu pertiwi”. Diplomasi bahasa yang dilakukan oleh Soekarno berhasil. Pihak Permesta kemudian mau keluar dari hutan meletakan senjata.
Misalnya, dihimbau kepada Permesta supaya menyerah, hampir dapat dipastikan tidak akan dipedulikan, malahan kemungkinan akan bertambah melawan. Terlalu kasar dan tidak elok di pendengaran. Dengan memakai bahasa “kembalilah kepangkuan ibu pertiwi” terasa pas dan pas di telinga. Walaupun tidak ada bedanya yang dimaksud menyerah dengan kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
Iklan dagang menjadi salah satu contoh dimana kata-kata yang dususun begitu rupa kemudian diiklankan di koran atau televisi menjadi sangat penting. Pada saat perusahaan dagang memilih kata-kata yang pas dan komunikatif dengan publik, maka berapapun biaya iklan yang dikeluarkan pasti akan kembali berlipat ganda dengan laris terjualnya produk dagang.
Tapi, ketika salah memilih kata-kata yang tepat, bukan keuntungan yang diraih, justru caci maki dan protes dari banyak pihak yang diterima.
Contohnya, ketika iklan bir ditayangkan di televisi kemudian mendapat protes keras publik utamanya tokoh-tokoh agama. Pasalnya, perusahan Bir memasang iklan “jadilah orang modern dengan minum bir”.
Komunikasi yang tidak menguntungkan, justru banyak menimbulkan masalah. Maksudnya hendak menarik konsumen, tapi melakukan komunikkasi tanpa mengkaji dari sisi budaya, agama dan pandangan hidup masyarakat.***
Komentar
Tulis komentar baru