Jam menunjukan pukul sebelas malam, terlihat sebuah mobil memasuki halaman sebuah rumah mungil berwarna hijau muda. Tampak seorang wanita muda buru-buru membuka pintu ruang depan, dengan senyum bahagia dia menyambut kedatangan suaminya.
“ Kok telat pulangnya pa ? Jalanan macet ya? “
“Iya begitulah ma, sudah tradisi kan,” jawab suaminya sambil merangkul istrinya dan membimbingnya memasuki rumah.
Marvi dan Virby adalah sepasang suami istri yang belum dikaruniai buah hati semenjak pernikahan mereka tiga tahun yang lalu, namun mereka hidup bersahaja dan saling menyayangi.
“Pa, kapan ya kita seperti dulu lagi?” tanya virby kepada suaminya sambil merebahkan kepalanya dilengan pria tersebut.
“Maksud mama apa? Sahut Marvi sambil mengerutkan alisnya.
“Dulu kita punya banyak waktu untuk bersama pa, berkomunikasi, bercanda, jalan, nongkrong bareng bahkan menikmati kuliner di kaki lima, dan banyak hal yang dapat kita lakukan bersama. Mama merindukan masa-masa itu pa.”
“Sabar ya sayang, saat ini kesibukan papa sangat padat, tapi aku janji dalam waktu dekat ini akan mengajak mama untuk liburan ke Bali atau ke Lombok.” Jawab Marvi sambil mengelus rambut sang istri tercinta. Demikianlah pembicaraan ringan kedua pasangan tersebut menjelang tidur.
Ya,sebagai seorang pengusaha muda yang baru menanjak karirnya Marvi sedang bersemangat bergumul dengan pekerjaannya, sehingga ia hanya memiliki sedikit waktu yang diluangkan bersama istrinya. Kurang-lebih dua tahun keadaan ini berlangsung dalam rumah tangga mereka, semakin hari semakin dirasakan bahwa komunikasi mereka tidak seperti dulu lagi karena selain Marvi sering pulang larut malam, ia juga acap kali keluar kota unuk urusan pekerjaannya, sehingga Virby jadi lebih sering menjalani kesendiriannya dirumah. Memang tujuan Marvi mulia , mencari nafkah untuk membahagiakan istrinya. Namun kebahagiaan seseorang tidak selalu di ukur dari segi materi, melainkan kebersamaan, perhatian dan kasih sayang, itulah yang terpenting dalam sebuah hubungan.
Pada suatu hari ketika Marvi pulang ia terlihat sangat kusut dan Virby bisa melihat dengan jelas dari raut wajah suaminya bahwa ia sedang mengalami masalah.
“Malam pa”, tegur Virby. Namun tak ada jawaban dari mulut Marvi, ia berlalu dari hadapan Virby masuk kedalam kamar, Virby merasa aneh dengan sikap suaminya, tidak seperti biasanya ia bersikap seperti itu. Akhirnya Virbypun hanya bisa menghela nafas lalu menghempaskan pantatnya keatas sofa, duduk termangu dengan tatapan mata yang kosong. Beberapa saat kemudian Marvi keluar dari kamar dan langsung menuju ruang makan, sesaat kemudian terdengar teriakan Marvi;
“Ma!!! Mama!!!!” ia memanggil Virby dengan intonasi suara yang tinggi.
Virby terkejut dan buru-buru menghampiri Marvi . “ Ada apa pa, kok berteriak seperti itu?!”
“Aku ini capek, banyak kerjaan, mana banyak masalah lagi!!! Lihat apa yang bisa aku makan dirumah ini?! Aku kerja banting tulang untuk mencari nafkah, tapi ketika aku pulang kamu tidak menyiapkan aku makanan untuk aku makan!”
“Hey tunggu dulu pa! bukankah semalam kamu yang bilang tidak usah masak karena kamu akan mengajak aku makan malam diluar? Sungguh terlalu kamu pa.” iapun menangis karena tidak dapat menerima perlakuan Marvi.
“Tapi kamu lihat dong sudah jam berapa ini, seharusnya kamu berpikir cerdas kalau aku terlambat pulang berarti makan malamnya batal!” dalil Marvi tak mau kalah.
“Mending gak usah punya istri aja sekalian kalo seperti ini!” sambungnya.
Virby tersentak kaget dan tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu keluar dari bibir Marvi, iapun jadi semakin gusar, emosinya terpancing dan meledaklah pertengkaran yang sengit hanya karena masalah yang sepele.
“Ooo jadi begitu ya,,,lebih baik tidak punya istri sekalian katamu! Baik, mulai saat ini kamu urus dirimu sendiri, tak ada gunanya aku disini kalo tidak pernah dianggap. Aku akan pergi!!” ancam Virby sambil terisak-isak.
“O, ya silahkan.. pergi! Angkat semua barang-barang berhargamu, aku tidak akan menghalangimu!” Tantang Marvi tak mau kalah sambil berlalu dari hadapan Virby.
Sambil menangis dengan hati yang sangat terluka Virby masuk kedalam kamar, ia mengeluarkan beberapa pakaiannya, dan semua perhiasannya dari dalam lemari lalu memasukannya kedalam koper merah muda miliknya. Ia tidak pernah menyangka akan meninggalkan rumah dan orang yang paling ia cintai pada malam itu. Ia kembali memandangi kopernya, kedua lututnya terasa tak sanggup lagi menopang dirinya sehingga dia terduduk disamping koper tersebut. Sementara itu diluar Marvi masih bersungut-sungut, entah iblis mana yang merasuki hatinya. Hampir dua jam virby tidak keluar dari kamar, Marvipun merasa khawatir. Iapun memasuki kamar untuk memastikan apa yang terjadi. Sesampainya dikamar ia mendapati Virby masih menangis disamping kopernya, lalu ia berkata , “kenapa kamu belum pergi?”
Nanar mata Virby memandangnya, lalu ia pun menjawab,
“semua barang-barang ku sudah kumasukan kedalam koperku, tapi masih ada satu benda yang sangat berharga yang belum aku masukan, bagaimana aku mau pergi?”
“Benda berharga apa yang belum kamu masukan itu?” tanya Marvi penasaran.
“Kamu.” Jawabnya mantap. “ Ya kamulah yang belum aku masukkan kedalam koperku. Bersediakah kamu masuk kedalam koperku agar aku bisa segera meninggalkan rumah ini? Karena diantara sekian banyak barang milikku hanya kamulah milikku yang paling berharga.”
Seketika Marvi menjatuhkan diri, berlutut ,memeluk dan mencium istrinya, dan air mata kedua pasangan tersebut tak dapat terbendung lagi. Dengan penuh penyesalan Marvi meminta maaf kepada istrinya, ia sadar betapa besar cinta yang diberikan Virby padanya yang selama ini tidak ia sadari karena ia terlalu disibukan oleh pekerjaanya. Akhirnya kejadian malam itu memberikan pelajaranyang berharga buat mereka. ‘ Cinta yang sederhana memadamkan hati yang membara.’
Komentar
Terharu
Endingnya cukup mengharukan
Tulis komentar baru