Hari itu merupakan hari yang sangat penting bagiku, sekian tahun lamanya jerih payahku akan terbayar . Bersama teman-teman seangkatanku, itu adalah hari yang paling kami nantikan. Kami akan segera menyandang gelar sarjana dan tentulah betapa bangganya hati kami kala itu, karena kami dapat melalui beberapa tahun duduk dibangku pendidikan dengan hasil yang memuaskan. Terlebih lagi aku, betapa tidak, ayahku telah berjanji akan membelikan sebuah mobil jika aku telah diwisuda dan mendapat gelar sarjana. Bahkan beberapa bulan sebelumnya ayah telah mengajak aku untuk melihat-lihat mobil disalah satu show room milik sahabatnya. Betapa senangnya hatiku, dengan tak sabar akupun menceritakan hal itu kepada beberapa sahabatku, rencananya aku akan mengajak mereka bersenang-senag dengan mengendarai mobil tersebut.
Akhirnya acara wisudapun selasai, aku tersenyum bangga melihat ayah sangat bersukacita dengan prestasiku. Aku melangkah dengan pasti kearah ayah dan sangat yakin ayah akan memberikanku kejutan berupa kunci mobil idamanku itu. Lalu ayah merangkul aku, terlihat ia tersenyum dengan berlinang air mata karena terharu ia mengungkapkan betapa ia bangga terhadapku, serta mengatakan bahwa ia sangat mengasihi dan mencintaiku. Lalu kulihat ayah mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, ia memberikanku sebuah bingkisan, oooh hanya sebuah bingkisan, mengapa bukan sebuah anak kunci!? Dengan perasaan hancur akupun mengambil bingkisan tersebut, dengan kecewa aku membukanya. Kulihat beberapa temanku memperhatikan kami, dan itu membuatku jadi malu karena mereka tau bahwa aku seharusnya mendapatkan sebuah kunci mobil seperti yang kuceritakan. Dibalik kertas kado berwarna biru itu aku menemukan sebuah Alkitab bersampulkan kulit berwana coklat dan bertuliskan namaku dengan tulisan bertinta emas. Aku kecewa, aku marah, ayah telah mempermalukan aku dihadapan semua orang. Dengan perasaan kecewa kubanting bingkisana itu, aku berlari meninggalkan tempat itu dan itulah hari dimana aku meninggalkan ayahku untuk selamanya.
Bertahun-tahun telah berlalu, aku akhirnya bisa menjadi seorang pemuda yang sukses, bermodalkan otak yang cemerlang aku bisa meraih segala impianku. Rumah mewah nan megah, istri yang cantik, serta anak-anak yang cerdas juga telah melengkapi hidupku. Sementara semenjak kejadian itu aku sama sekali tidak pernah menjumpai ayah lagi, walaupun terkadang istriku selalu membujuk aku untuk menemuinya. Aku tau perasaan ayahku pasti sangat kecewa terhadapku, namun aku juga bisa merasakan betapa dia sangat merindukan aku, karena akupun terkadang sangat merindukan ayah, tapi jika aku mengingat kejadian saat wisuda itu, kembali hatiku merasa sakit.
Pada suatu hari, datang sebuah telegram dari kantor notaris yang memberitakan bahwa ayahku telah meninggal. Betapa sedih hatiku, belum sempat aku berdamai, ayah telah meninggalkanku. Sebelum ia meninggal, ia mewariskan semuanya hartanya kepadaku, karena aku adalah anak tunggalnya. Setelah acara pemakaman selesai, beberapa hari kemudian pihak notaris menagajakku bersama-sama kerumah ayah untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat memasuki rumah itu, hatiku merasa gelisah, semua kenanganku bersama ayah dirumah itu membuatku merasa sedih, aku sangat menyesal terhadap sikapku yang buruk terhadap ayah yang begitu mencintaiku. Dengan bayang-bayang masa lalu yang menari-nari dimataku kutelusuri semua barang peninggalan ayah. Ketika aku membuka brankas milik ayah, aku menemukan bingkisan yang dahulu diberikan ayah padaku saat aku diwisuda, sebuah Kitab suci, masih terbungkus dengan bungkusan yang sama dari beberapa tahun yang lalu. Tak tahan, air matakupun berlinang, kuambil Kitab itu dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama aku membaca sebuah tulisan, tulisan tangan ayah sendiri, disana bertuliskan, “ MANUSIA YANG BAIK ADALAH MEREKA YANG DAPAT MEMBERI MANFAAT BAGI ORANG LAIN. DAN TUHAN MAHA KARYALAH YANG MAHA KAYA DARI SEGALA SESUATU DI DUNIA INI.”
Selesai membaca tulisan tersebut, ada sesuatu yang jatuh dari bagian belakang Kitab suci tersebut, lalu aku memungutnya,… owh sebuah kunci mobil! Lalu kubuka halaman terakhir Kitab tersebut dan menemukan disitu terselip STNK dan surat-surat lainnya, dan namaku tercetak disitu. Lalu kulihat sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisudaku. Akupun berlari menuju garasi, dan disana aku menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu, ya itu mobil yang ku idamkan dulu, itu mobil yang membuat aku membenci ayah dan meninggalkan ayahku. Dengan terburu-buru aku buka pintu mobil itu dan melongok kedalam, bagian dalam mobil itu masih baru dan interiornya masih terbungkus plastik dengan rapi. Lalu kulihat diatas dashboardnya, disana ada sebuah foto, ya, foto ayahku yang sedang tersenyum bangga. Mendadak kedua lututku menjadi lemas, aku ambruk lalu terduduk disamping mobil itu, air mataku terus mengalir tak terhentikan, mengalir terus mengiriingi rasa penyesalanku yang tak akan pernah dapat terobati.
“Ayah maafkan aku.”
**********
Sahabat yang budiman sering kali sebuah pemberian yang sederhana dianggap tak bermakna, padahal disetiap pemberian pastilah ada makna khusus dari sang pemberi kepada orang yang diberikannya. Sekecil apapun sebuah pemberian janganlah dinilai dari angkanya, tapi nilailah itu dari ketulusannya. Akhir kata semoga cerita diatas dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Halmahera, 15 May 2014
Komentar
Tulis komentar baru