Alissa sayang Bi’ Lastri
Oleh: KhaLisah Nahdirah
B |
agiku hari minggu terasa sangat menyebalkan……………!!! Di saat semua teman-temanku menikmati liburan dengan gembira, di saat mereka melakukan penyegaran otak setelah seminggu penuh berkutat dengan buku-buku diktat, yang rata-rata setiap buku tebalnya 4cm, di saat semuanya tertawa riang membahas cowok-cowok idaman mereka, dan di saat mereka sama sekali bahkan tidak pernah dipusingkan dengan berbagai rumus sebab akibat yang terjadi di dapur rumah mereka…………, aku yang kata mereka popular kenapa pada hari minggu seperti ini malah harus melakukan pekerjaan yang menurutku tak pantas untukku.
Bagaimana tidak, aku di bebani tugas untuk berbelanja kebutuhan dapur, ah……, pekerjaan yang menurutku sama sekali tidak keren, lalu apa gunanya di rumah ada Bi’ Lastri pembantu yang sudah 20 tahun bekerja di rumah kami. Memang sih usianya tak jauh beda dengan nenekku, tapi tetap saja yang namanya pembantu ya memang tugasnya melayani tuan rumah, tidak perduli tua atau muda. Tapi mulai hari ini Mamaku merubah semuanya.
Aku ditugaskan oleh Mama untuk menggantikan tugas Bi’ Lastri belanja ke pasar setiap pagi. Bagiku ini mimpi buruk karena setiap pagi aku harus bergumul dengan bau amis dan bau tak sedap yang membuat kepalaku pusing, belum lagi lantai yang becek dan kotor, suasana yang tidak nyaman. Oh…my God, untuk membayangkannya saja aku tak sanggup, apalagi harus melakukannya,…
Tidaaaaaaaaaaaaakkk…!!
Keluarga kami memang sengaja dari dulu tidak pernah belanja ke supper market, tetapi lebih suka ke pasar tradisional, karena kata Mama selain lebih murah, barang dagangan di pasar lebih segar, dan yang paling utama adalah kita bisa belajar bersosialisasi dengan orang lain.
**
Kakiku terasa berat untuk melangkah keluar rumah, sambil menenteng tas belanja warna biru, aku berjalan keluar dari dalam rumah. Kalau saja Mama tidak mengancamku dengan hukuman akan memotong jatah uang sakuku, aku tidak mungkin sudi melakukan kegiatan aneh ini.
“Pak Didiiin,….Pak Didiiiin………….!!!!!!,Teriakku memanggil-manggil supir pribadiku.
“Iya non Alissa…., ada apa non?, Pak Didin menghampiriku dengan berlari-lari kecil.
“Anterin aku ke pasar donk…..!!, Jelasku pada Pak Didin.
“Tapi tadi kata nyonya…., non Alissa harus berangkat ke pasar sendiri naik angkot…..”
“Apa?....., Pak Didin jangan bohong deh….!!!
“Sumpah non…., masak saya bohong,…bohong itu kan dosa non…”
“Trus sekarang Mama mana?...Tanyaku sambil memasang wajah jutek.
“Nyonya sudah berangkat pagi-pagi tadi ke rumah Bu Soleh non…, katanya tadi nyonya mau bantu-bantu Bu Soleh yang mau pindah rumah…”
Aku makin tak habis pikir dengan jalan fikiran Mama, ada apa sebenarnya?..., kenapa aku yang katanya anak kesayangan Mama dan Papa malah harus melakukan pekerjaan ini. Apa mereka sudah tidak menganggapku anak kandung lagi….,
“ Aaaaah…kalau begini terus lama-lama aku jadi anak tiri di rumahku sendiri…” Gumamku dalam hati.
Yang paling ku benci saat ini adalah Bi’ Lastri. Kenapa dia diam saja melihat aku dibebani tugas seberat ini, padahal biasanya dia yang paling getol membelaku saat dimarahi oleh Mama. Pernah suatu hari aku pulang sekolah terlalu sore, waktu itu aku memang lupa waktu karena diajak teman-teman main ke Mall, alhasil sesampainya di rumah aku langsung dimarahi Mama, bahkan Mama mengancam akan memindahkan aku ke sekolah asrama. Rasanya duniaku hampir kiamat, tapi tiba-tiba Bi’ Lastri menenangkan kemarahan Mamaku, dia membujuk Mama untuk memaafkan aku, bahkan Bi’ Lastri berani berbohong demi aku.
“Nyonya…,tolong maafkan non Alissa, Bib’i berani jamin non Alissa tidak akan pernah mengulangi kesalahannya lagi. Tadi memang Bibi’ yang menyebabkan non Alissa pulang telat, soalnya Bibi’ minta tolong untuk mampir ke kedai sotonya Mang karjo untuk menyampaikan pesanan Bibi’….!!! Bibi’ mencoba membelaku.
“Benar begitu Alissa?”, Mama bertanya padaku seakan-akan tak percaya dengan alasan yang dikatakan Bi’ Lastri.
“Iya…”, Aku menjawab dengan wajah tertunduk karena aku tak mampu memandang mata Mama.
“Baiklah…,kalau begitu, kali ini Mama maafkan, tapi awas kalau kamu berani mengulanginya lagi..!!
“Iya Ma…”
**
“Berapa Pak?....”, Tanyaku kepada supir angkot.
“5000 mbak…..”
Kusodorkan uang Rp 5000 ke pak supir itu, kemudian aku segera bergegas menuju tempat yang dari tadi membuat pikiranku kacau itu.
Belum ada sepuluh langkah meninggalkan angkot sudah tercium bau tak sedap olehku, entah datangnya dari mana, yang jelas bau ini membuatku ingin muntah. Tapi demi untuk mendapat uang saku, aku harus bisa mengesampingkan aroma aneh yang menusuk hidungku ini. Tanpa berlama-lama lagi aku mulai mengeluarkan daftar belanja dari Mama. Rupanya mama hanya menulis daging, brokoli, paprika, cabai rawit, dan cabai merah. Dalam hati aku bersyukur
“Untung saja Cuma sedikit, jadi aku bisa segera pulang, tidak perlu lama-lama di sini..”. Segera saja ku selesaikan tugasku, kemudian aku bergegas pulang.
* *
“Ma…, Alissa mohon…, jangan suruh Alissa ke pasar lagi dong Ma…!,, Alissa kan nggak salah apa-apa Ma..,kenapa Alissa harus dihukum?,,, Pokoknya Alissa gak mau ke pasar lagi, baunya itulo Ma…bikin Alissa mual-mual. Apa Mama mau Alissa sakit karena terlalu banyak menghirup bau-bau busuk itu?....”
“Alissa kamu nggak boleh seperti itu sayang…!!,, kamu harus belajar untuk tidak meremehkan sesuatu. Mama tau pasar memang bau, tapi kamu bisa belajar bersosialisasi dengan orang-orang di sana.”
“Untuk apa Ma Alissa harus bersosialisasi dengan orang-orang itu, kalau Mama ingin Alissa belajar bersosialisasi, lebih baik kan Mama menyuruh Alissa pergi ke Mall atau ke supper market kan bisa, kenapa harus ke pasar sih Ma?.., lagian kan ada Bi’ Lastri, biasanya juga Bi’ Lastri yang ke pasar, kenapa sekarang jadi nyuruh-nyuruh Alissa….?”
“Justru itu tujuan Mama menyuruh kamu ke pasar, Mama mau kamu tidak hanya kenal dengan orang-orang kalangan menengah ke atas saja, tetapi juga kamu harus bisa bermasyarakat dengan orang-orang kalangan bawah. Mama nggak mau kamu meremehkan pekerjaan orang lain. Apapun profesi mereka, sekecil apapun pekerjaan mereka, kamu harus tetap menghargai mereka. Selama ini Mama merasa bersalah kepada Bi’ Lastri, karena selain Bi’ Lastri telah banyak membantu kita. Bi’ Lastri juga sudah cukup sabar menghadapi tingkah kamu Alissa.”
“Lho kok Mama jadi marah?....Alissa kan sudah ke pasar Ma, trus apa lagi masalahnya.”
“Alissa sayang…, Bi’ Lastri selama ini sudah menyayangi kamu, yang merawat kamu sejak kecil juga Bi’ Lastri, dia sudah menganggap kamu sebagai cucunya sendiri. Tapi Mama sedih…, kenapa Alissa tidak bisa menyayangi Bi’ Lastri …, setidaknya bersikap baiklah padanya nak…, Mama ingin kamu jadi anak yang baik dan sopan. Mama menyuruh kamu ke pasar bukan karena Mama ingin menghukum kamu, tapi Mama ingin Alissa bisa menghargai pekerjaan Bi’ Lastri…”, Ucap Mama sambil meneteskan air mata.
Aku sadar, memang selama ini perlakuanku pada Bi’ Lastri sangat buruk. Aku pernah menyiramnya dengan air, karena dia lupa tidak menyetrika bajuku, padahal waktu itu aku ingin memakai baju itu. kemudian aku juga pernah membentaknya karena dia lupa tidak membersihkan sepatuku, bahkan tak jarang aku membuang masakannya, karena menurutku rasanya kurang enak. Anehnya dengan perlakuanku itu ia tidak pernah mengeluh. Keluarganya sudah tiada, ia sudah menganggap kami sebagai keluarganya sendiri. Tapi entah kenapa aku tak begitu suka dengannya.
* *
Lima hari melaksanakan tugas dari Mama untuk pergi ke pasar, aku sedikit mulai terbiasa, terbiasa dengan suasananya, terbiasa dengan penjualnya, terbiasa dengan orang-orangnya, tapi aku belum terbiasa dengan bau-baunya. Bahkan aku sudah mulai bisa menawar harga-harga yang menurutku terlalu tinggi, lumayanlah sisanya bisa buat tambahan uang jajan. Pukul 06:30 aku sudah keluar dari pasar, karena sekolahku masuk jam 07:30, jadi aku masih punya waktu untuk pulang dan sarapan.
Aku menghentikan laju angkot yang ku tumpangi tepat di depan pos komplek rumahku. Kebetulan jalan depan rumahku memang tidak dilewati oleh angkutan umum, jadi untuk sampai ke rumah aku harus berjalan sekitar ±100 meter dari pos komplek ke rumahku. Di tengah perjalanan pulang aku melihat ada benda berwarna coklat muda tergeletak di tengah jalan. Setelah kudekati ternyata itu adalah sebuah tas. Karena aku penasaran kubuka saja benda itu. Seketika mataku terbelalak, ternyata isinya adalah uang ratusan ribu kira-kira sebanyak 30 lembar, aku juga tidak tau persis jumlahnya berapa. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara klakson mobil yang melaju kencang ke arahku. Aku tak sempat menghindar dan…….
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh…………!!!”
“Chiiiiiiiiiiitttt………..brrrraaaakkkk……!!!”.
Aku tersungkur ke tanah. Ketika kubuka mata, kulihat darah tergenang di sampingku. Aku kira itu darahku, dan ternyata bukan. Darah itu berasal dari seorang Nenek yang tersungkur tak jauh dariku.
“oh…..Tidak….Nenek itu telah menyelamatkanku”
Setelah ku amati, dan betapa kagetnya aku…,ternyata nenek itu adalah Bi’ Lastri. Bi’ Lastri yang ku benci, Bi’ Lastri yang setiap hari kumaki, Bi’ Lastri yang selalu kusakiti hatinya, hari ini ia benar-benar menunjukkan ketulusan hatinya, hari ini ia tergeletak berlumuran darah karena menyelamatkanku. Manusia seperti apa aku ini, kenapa selama ini aku menyia-nyiakan orang semulia dia.
“Bi’.....,Bibiiiik???…., Bibi’ bangun bi’…biiii’ jangan bercanda bi’…!! Bibi’ jangan bikin Alissa takut…”, Aku mencoba membangunkannya tapi tak berhasil…
“Maafkan Alissa Bi’…selama ini Bibi’ selalu menyayangi Alissa….,Bi’ Lastri jangan pergi….”, Teriakku sambil memeluknya.
Tanpa terasa air mataku meleleh membasahi pipiku..,aku menyesali semua perbuatanku padanya. Tiba-tiba aku merasa sayang kepadanya, rasanya seperti memeluk nenekku sendiri.
**
Sejak saat itu aku tidak pernah mengeluh jika harus ke pasar. Bukan hanya ke pasar, tapi aku juga kini bergabung untuk menjadi relawan di sebuah panti jompo. Aku merasa jika dekat dengan Nenek-nenek di sana, seakan-akan aku dekat dengan Bi’ Lastri.
“Bi’ Lastri…., Alissa sayang Bi’ Lastri….”
***
Komentar
Tulis komentar baru