*Ini puisi saya yang sudah lalu, aku tulis pada hari Minggu, 9 Juni 2013. Aku menmukan lembarannya di tumpukan bawah kasur di kamarku. Hehehe…
===
Nalarku Hatiku
Dari nalar menuju hati
dari hati menuju nalar
hatiku aku nalar
nalarku aku hati
oh, hati…
hati na, titarnahatilar
oh, nalar…
nalar ha, tartihanalarti
Aku menalar hatiku
dan berhati-hati dengan nalarku
hati dan nalarku harus menyatu
tak dapat menyatu ya tanda miring
Tak mengerti miring ya garis miring
tak mengerti garis miring ya berarti gila
tak mengerti gila ya berarti sudah mati
tak mengerti mati ya berarti sudah menyatu
Aku tegaskan kepada rasaku
dan rasaku aku rasakan dengan hikmat
berhati-hatilah dengan nalarku
namun hatiku harus kunalar
Ah… Aku bingung kan jadinya
sudahlah aku mau tidur saja
biar hati dan nalarku beristirahat
hanya nyawaku yang melayang-layang
Malamku
Setiap malam aku termenung di atas sajadah lusuhku
bertasbih memuji-Mu dan bersholawat kepada kekasih-Mu
meneteskan linangan air mata yang tak kan ada habisnya
mengharapkan amupnan-Mu dan syafa’at dari kekasih tercinta-Mu
Dalam kehinaanku ini masihkah Engkau
mau menjabat tanganku merengkuhku
dan mendekap erat dalam lindungan-Mu?
aku berkeyakinin bahwa Engkau
adalah Tuhan yang maha pengasih
lagi maha penyayang
Oh, dambaan hatiku kecuplah keningku
agar otakku selalu ingat kepada-Mu
sentuhlah hatiku agar hatiku selalu ingat kepada-Mu
rengkuhlah tubuhku agar aku mau
semakin mendekat kepada-Mu
aku mohon kepada-MU, o, Tuhanku…
Ku Duduk di Persimpangan itu
Aku telah lama termangu menunduk lesu
melangkah gontai dengan langkah kecil
tak ada lambaian tangan untuk menengadah
berirama kenan dan kiri memutar otak
Dalam perjalanan panjangku ini
aku sudah benyak berjumpa dengan sosok
mungkin aku mengenalinya, dia pun jua
namun aku tak menoleh hanya dengar sapa
Di tengah perjalanan suntuk tak jelas ini
aku bertemu dengan persimpangan
mungkin aku tau menuju kemana itu semua
namun aku bingung tak sampai aku menalar
Aku telah kehilangan nalarku
hati perasaanku sudah tak menyatu
dengan pertimbangan persatuan nalar
semua rasa sudah benar-benar mengakar
Kemana aku harus bertanya
lewat jalan manakah yang memang benar
tak ada lagi sosok yang mau menyapa
yang ada hanya pohon rindang di situ
Aku duduk di bawah pohon dekat persimpangan itu
menanti akan hadirnya sosok menyapaku
===
*Nah, itulah, dan inilah hasil jepretannya, hehehe…
Komentar
Tulis komentar baru