sebelas tahun sudah engkau di pembaringan sunyi
menunggu di alam penantian
untuk nanti kita jalan bersama menuju alam keabadian
ayah, sabtu dua enam maret dua ribu sebelas
kutulis puisi di bawah tetes air mata melepas kepergianmu
kini, sabtu dua enam maret dua ribu dua dua
kutulis puisi dari gemetar lunglai jemariku
untuk sekedar menguntai salam kerinduanku
ayah, jika hari inipun aku bersimpuh di pusaramu
karena aku sungguh merindu
merindu pada jejak-jejak kepahlawanmu
merindu pada sorot tajam pancaran matamu
merindu pada tetes peluh ketika bersamaku
merindu pada untaian teduh butir katamu
merindu pada sejuknya doamu yang mengantarkanku
ayah, jika hari inipun kutabur wewangian di pusaramu
aku bukan hanya menaburkan kembang
tetapi aku sedang menabur wewangian doa
yang kuharap agar wewangian selalu menemanimu
ayah, entah masih berapa lama engkau di alam ini
dan entah bagaimana suasana yang melingkupi
hanya percik doa yang mampu kuhaturkan
ketika sesekali aku bersila di atas sajadah
ketika sesekali aku tersandar lelah di tepian sawah
dan ketika sesekali merasakan beratnya perjalanan
ayah, maafkan daku
baru puisi kedua kupersembahkan selepas kepergianmu
yang terselip tipis di antara taburan puisiku
seakan seperti nisan kedua penanda pusaramu
Komentar
Tulis komentar baru