Skip to Content

Desember 2018

Catatan tanpa Titik

[Hurung – Adonara Barat, akhir Agustus 2017]

 

 

Deretan cemara berjejeran tengah bercengkeraman dengan Angin malam yang Genit 

Tentang Rindu, Rumah dan Pulang

“Jika engkau Tulus menyayangi maka hendakLah ketulusanMu laksana sepasang Merpati yang kemanapun pergi dia tahu Rumah untuk segala pulang, menjadikanNya tegar sekalipun tubuh terhuyung kala ditampar nakal sang angin , di tikam terik mentari dan diguyur Hujan badai namun Rindu, Rumah dan Pulang memantik Semangatnya untuk tetap mendayung Ikhtiar untuk menuai rindu dalam Rumah Kasih Sayang”

Tawan Logika

Pergulatan sejarah dalam urutan waktu bagai rotasi kehidupan dalam kronologi sejarah yang berputar pelan namun penuh misteri. Arena pertikaian sejarah diarea realitas layaknya gambar lukisan yang indah namun terlihat kusam dalam bingkai yang buram. Perjuangan mencapai orientasi kadang tidak seindah yang terlukis dalam alam imajinasi.

Nanti pagi

KETIKA SEMUA TERSEMATKAN,

NANTI PAGI.

ADALAH SEPERTI HUJAN YANG SEJUK

Serupa Kita

Kita serupa kumpulan hari di lingkar waktu

Mendaur siang dan malam pada akhir menuju

Berakhir dari mula dan bermula dari akhir

Merindumu dalam Kenang

5 tahun setelah kau pergi, Adik

Abangmu ini begitu merindumu

 

Lihatlah pohon akasia yang tumbuh di halaman rumah kita

Aku, Pikiran dan Kata

Kami berdiri dalam satu barisan yang sama:
Aku, pikiran dan kata
Kau tahu, siapa yang akan lebih dulu bersuara?

Antalogi Puisi Rindu

I

Aku menunggu hujan turun 

sebab mendung sudah menggantung

Berharap airnya hanyutkan gelisah 

yang jumlah denyutnya tak sanggup kuhitung

Dalam Hujan Aku Mengenang

Di, hujan datang lagi. Nopember tahun ini hujan begitu rajin datang dan pergi. Ia selalu tahu saat-saat aku sendiri dan merasa sepi. Ia datang seperti ingin menemani.

Puisi Puisi Eka Yuli Andani

TEPISAN RINDU

 

Butiran air mata menetes

Setiap aku mengingat wajahmu

Yang meluapkan asmara

Kau gugurkan

Serpihan kenangan



Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler