oleh Husni Hamisi pada 14 Agustus 2011 jam 23:22
~ GIGIL ~
kadangkala perasaan seperti itu aku temukan dalam hati dan seluruh pembuluh di nadi saat menemukan dan membaca sebuah karya puisi yang memiliki muatan dan dimuati kekuatan ruh yang begitu kuat, diibaratkan di sebuah waktu yang ada, lantas diriku sekonyong konyong dihempaskan sebuah gelombang pasang yang ganas memukul dada yang kurus ini.
Biasanya menurut hematku, jenis puisi begini, oleh tangan penyairnya adalah berangkat dari sebuah penemuan terberi yang tiba-tiba atau keterpesonaan yang tak disangka-sangka lantas dalam ketakjubannya itu tanpa perlu membaca dan membutuhkan imajinasi dalam pikirannya, hatinyalah yang bergerak menghipnotis jari-jemarinya tuk segera menuangkan keterpesonaan yang luar biasa itu dalam bentuk kata-kata indah dan menyihir para pembaca.
Malam ini, aku menemukan lagi puisi jenis begini dalam note kawan saya ini Last Coccaine Dark Poetry, sebuah nama pena yang sempurna saya rasa.
Ia menulis sebuah puisi kepada seorang yang merupakan salah satu dewa puisi cinta esoteris yang hidup ratusan tahun lalu, yang mana orang ini tetap menghantui jiwa dan hati para penulis puisi cinta, baik sekarang maupun akan datang, dialah Maulana Rumi, aku pernah mendengar sebuah ujaran dari tuan besar ini kepada anaknya di sebuah pagi oleh Talat Said Halma [peneliti karya-karya mistis Rumi] ;
" Akan tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak, dan makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita,menggemakan ucapan-ucapan kita.” Itulah ucapan Jalaluddin Rumi pada putranya, Sultan Walad, Dan waktu kemudian berlayar, melintasi tahun dan abad. Konya seakan terlelap dalam debu sejarah. “Tetapi, kota Anatolia Tengah ini tetap berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi.
Pada nisannya tertulis kata-kata ajaib ini "Ketika kita mati, jangan cari pusara kita di bumi, tetapi carilah di hati para manusia", Malam ini saya kembali menjenguk pusara tuan besar ini, dalam kata-kata indah kawan baik saya ;
Last Coccaine Dark Poetry on Sunday, August 14, 2011 at 5:48pm
DALAM KEABADIAN CINTA KEKASIHMU, TUHAN
--Untuk Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri
Cinta dengan ketekunan misterinya.
Ketika para kekasih diajari melalui iman,
untuk mengeja kalam yang berbisik, mistis
dalam dzat ruh dan keheningan
ruang yang sesungguhnya
tak ada kuil berkubah emas, altar berlantai marmar
atau dinding dengan ukiran mewah
hanya ada keyakinan
sebagai tempat perlindungan, sekaligus kekuatan
laksana benteng,
mengurung untuk tetap tenang dalam peperangan
hingga kepada kebenaran mereka tetap tegap melangkah,
mesti tanpa apa–apa,
kecuali gejolak untuk tak pernah ingin berhenti.
hingga di hadapan kepalsuan mereka tak ragu membuka medan,
mesti tanpa apa – apa,
kecuali gairah untuk tak pernah ingin kalah
Dan kini, ketika lembar – lembar papyrus menjadi tua,
yang sejati tersalin dalam hati yang dilestarikan kasih sayang.
di cahaya Ramadan,
aku kembali membacanya,
membuka halaman ke halaman,
yang terus tersingkap
karena mukjizat mungkin tidak akan ada lagi,
tapi apa yang telah terlahir hakiki takan menjadi usang.
NumuatMu adalah khazanah surgawi,
menyimpan segala keindahan dan kedamaian,
hingga aku tak pernah bertanya lagi
tentang arti sesungguhnya dari kebahagiaan.
DITHA TEGUH GUMELAR
BANDUNG, 08 - 2011
...
Oww yaa Nabi Salam Alaika..
saya takjub,
'topi jerami
Tulis komentar baru