sepasang kekasih yang terikat dengan janji uang menjadi kesepakatan, katakan saja “sehidup-semati”, janji itu kali pertama terucak dari kekasih perempuangnya katakana saja Bunga dan disepakati kekasih pria sebut saja Badai, pada saat diikrarkan-nya janji itu kisah mereka bergitu romantis dan nyata, jenjang pernikahan akhirnya membuka kehidupan sesungguhnya di mana tak ada lagi petualangan dan rasa yang coba mengisi suasana dan tidak membosankan, ketika waktu sudah merangkul kasih mereka tak ada batas dan ruang terpisah untuk dituliskan dan kenangan manis itu terukir sendiri direlung jiwa, ternyata kasih tak se-kisah hidup, suatu ketika sang istri terbaring lemah, karena sakit yang akut ia tak dapat berbuat banyak, Bunga sadar akan keadaannya, walau-pun tak sesegar dan seharum dulu Bunga tetap kukuh memgang janji yang pernah diucapkannya, hari-harinya tentu saja tak mereka lepaskan begitu saja tanpa kisah yang mengisi kasihnya, waktu kembali menjadi angan-angan buat mereka, tiba suatu saat takdir berkata nyata, sakit kerasnya membawa Bunga pergi menghadap Illahi, sakitnya menutup usia pernikahannya yang masih belia, Bunga membawa pergi sakitnya, janjinya, cintanya, dan bagaimana Badai mengahadapi janji (sehidup-semati), cinta, dan Tuhan?
Dari konteks di atas, tergantung bagaimana pemahaman seseorang tentang banyak aspek, dan oleh siapa janji (perintah) itu dibuat dan disepakati? Kajian isi dan bentuk belum dapat mewakili premis-premis sebuah janji yang menjadi kesepakatan (sehidup-semati), secara objektif kesepakatan terdiri dari tiga pihak, pihak pertama sebagai konsep awal, pihak ke-dua sebagai penerima konsep, dan pihak ke-tiga adalah saksi, namun dalam konteks Bunga dan Badai sifatnya subyektif dan emosional.
bagaimana menurut anda?
Tulis komentar baru