PUISI PERTAMA MEREKA DI JENDELA SASTRA
Lama sebelum Cahayati/CAH, Lilik Puji Astutik/LPA, Suyatmi/SUY, Ifa Arifin Faqih/IAF, Indah Sri Hartati/ISH telah akrab dengan 4334. Telah banyak 4334 gubahannya diunggah di beberapa grup sastra dunia maya. Namun dalam hal produktifitas penulisan 4334 ISH tidak seperti IAF, LPA. SUY, dan CAH.
Tulisan ini tidak akan membuat cerita tentang banyak sedikitnya gubahan mereka tapi akan mwencuplik puisi pertama mereka masing-masing yang diunggah di Jendela Sastra.
Selain mereka berlima akan diangkat juga puisi pertama Memeth Jack Jamhari/MMJ yang minggu lalu puisi pertamanya ditampilkan di Jendela Sastra. Nama ini diangkat karena ia tampak fokus pada 4334 pada 3 pertama puisinya.
Dalam tulisan ini kita akan meraba tema yang mereka usung.
Pertama kita lihat bisikan ISH lewat TEPIAN RASA. Suasana “melihat ke dalam” sangat kental pada puisi ini. Baris dan baitnya terasa nyaman untuk diikuti.
Dimulai dengan bait pertama yang menampakkan kegamangan atas situasi dan kondisi yang dihadapi ia menambatkan rasa yang utuh pada bait terakhir :
Kudiamkan deburan jiwa yang bergolak
Kutimang dengan alunan nama-Nya sepenuh hati
Teredam ombak menjadi riak
Mengalun memeluk tepian rasa damai
Selengkapnya inilah TEPIAN RASA Indah Sri Hartati.
TEPIAN RASA
Indah Sri Hartati
Kutanggalkan apa yang harus kulepas
Keriuhan yang membingungkan seringkali membuat cemas
Bising yang mengelabui pendengaran
Membuat nanar tatapan
Aku menepi dari kerancuan rasa
Yang sering kali berdebat dalam dada
Mengagungkan ego semata
Aku menjauh dari arah tanpa tujuan
Menyusur jalan setapak kehidupan
Menuju-Mu tempat akhir haribaan
Kudiamkan deburan jiwa yang bergolak
Kutimang dengan alunan nama-Nya sepenuh hati
Teredam ombak menjadi riak
Mengalun memeluk tepian rasa damai
Bogor, 150720
KABUT SUMYI Cahayati menyimpan rasa pedih. KABUT SUNYI seutuhnya menampakkan penderitaan yang selalu mendera. Rangkaian kata, baris, dan bait demi bait menyampaikan pesan kekecewaan.
Dan sampai pada bait terakhir kita tetap berada dalam perjalanan yang tidak ada akhirnya.
Kucoba tuk pahami semua ini
Namun terlalu sulit kuselami
Makna dari sebuah arti
Suatu pengorbanan diri tak berarti
Seutuhnya inilah KABUT SUNYI Cahayati :
KABUT SUNYI
Cahayati
Tak bisa ku mengeja pagi ini
Tak kudengar lagi nyanyian ilalang pagi
Tak kudengar lagi kicauan burung bernyanyi
Tak kudengar lagi sapa indah mentari
Kabut sunyi menghitam kelam
Kedukaan nabastala menghujam
Rinai hujan derasnya merajam
Seperti inikah perih yang kurasa
Terlalu sakit derita nestapa
Selalu dalam penantian siksa
Kucoba tuk pahami semua ini
Namun terlalu sulit kuselami
Makna dari sebuah arti
Suatu pengorbanan diri tak berarti
Ruang hampa, 25122020
Lilik Puji Astutik menyuguhkan suasana yang hampir sama dengan KABUT SUNYI. Namun suasananya terasa lebih mencekam.
Pada KELANA RASA terasa lebih pedih.
Kita tidak tahu siapa “dia” yang dimunculkannya pada bait terakhir baris terakhir.
Kegalauan yang ditumpahkan LPA pada KELANA RASA sepenuhnya karena “dia”.
Dialah yeng menjadi inspirator lahirnya KELANA RASA sebagai puisi pertamanya di Jendela Rasa.
Seutuhnya inilah KELANA RASA Lilik Puji Astutik :
KELANA RASA
Lilik Puji Astutik
Rasa tak bersayap tak pula berkaki
Tapi mengapa terus terbang dan berlari
Apa sebenarnya yang dicari
Lelah jiwa harus terus menuruti
Angin pagi kembali mengaduk rasa
Tak memahami bagaimana lelah jiwa
Terus bermain api pada belantara aksara
Pena terhunjam pada seribu makna
Aksara menari pada lembah tak berlentera
Gulita hingga tersesat langkah entah kemana
Rasa tak bersayap juga tak berkaki
Tapi terus saja bermain ilusi
Mengajak menghadirkannya di sini
Walau dia telah lama pergi dan tak pernah kembali
Krian 2 September 2020
IAF dalam KAPAN PERGI mudah terbaca. Dari pilihan kata dan susunan bait-baitnya kita bisa segera kenal. IAF adalah seorang guru. IAF dengan jelas melihat “penderitaan” anak didiknya dalam situasi pendemi ini. Coba tengok sejenak :
tangisan mereka mendera jiwa
tawa mereka hilang seketika
bosan di rumah tiada teman sebaya
IAF lebur dalam apa yang dirasakan oleh anak didiknya dan situasi itulah yang mebuat ia bertanya KAPAN PERGI :
KAPAN PERGI
pagi ini masih setumpuk rindu
belum lunas untuk menjamu
rasa yang seharusnya kuracik mesra
kembali menuai resah dan kecewa
mengapa rindu tersembunyi
saat merajalela covid pandemi
ketakutan kekhawatiran merobek hati
tangisan mereka mendera jiwa
tawa mereka hilang seketika
bosan di rumah tiada teman sebaya
jiwa-jiwa mereka mulai meraung dahaga
bermain sesuka hati mulai dipaksa berhenti
hanya diam, memandang buku tanpa suara
"sampai kapan suasana ini pergi?" tanyaku dalam hati
Probolinggo, 27 Juli 2020
Suyatmi dalam BILAH TAJAMnya bercerita tentang kondisi perasaan yang sangat menyiksa diri. Tidak satu katapun yang mengajak kita keluar dari suasana duka dan luka yang dalam. Ia bercerita dan ceritanya tentu saja belum tentu kondisinya sendiri.
Suyatmi bisa saja mendengar cerita orang lain lalu mengkristalkan kisah itu seolah-olah dirinya seendiri.
Pilihan katanya sederhana namun terasa kesannya ketika dibaca.
Iniah BILAH TAJAM Suyatmi
BILAH TAJAM
Suyatmi
Pergi tanpa kata
Meninggalkan duka lara
Isak sengal terbata
Jiwa merana sengsara
Rayuan manis berbisa
Mencekik nyeri mencekam
Nafas tersendat sekarat
Belaian menggores rasa
Setajam bilah menikam
Luka menganga mengarat
Tatapan tajam menghujam
Menusuk jiwa kelam
Luka membiru lebam
Berbalut mantera malam
Yogya, 30082020 15.54 115
RUMAH TERAKHIR
Memeth Jack Jamhari
Kemboja.... Kemboja.... Kemboja
Nisan-nisan dibawahnya
Sepekan dalam cengkrama
Dua tiga hinga lima
Kemboja putih telah letih
Naungi berseragam putih
Mengubur luka dan pedih
Kemboja merah masih tegar
Berpulang tentunya qodar
Mengapa kurang ikhtiar
Kemboja.... Kemboja.... Kemboja.......
Sempit hanya satu kali dua
Sendiri tanpa daya
Rumah terakhir tanpa jendela
Cariu, 11072021
Baris terakhir pada bait terakhir “rumah terakhir tanpa jendela” terasa sebagai kesimpulan yang utuh dari baris-baris dan bait-bait sebelumnya.
Kematian yang akhir-akhir ini tampak menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja diangkat ooleh Memeth Jack Jamhari untuk tetap menjadi peringatan bahwa kematian adalah saat seseorang dijadikan penghuni rumah tanpa jendela.
Kemboja putih telah letih
Naungi berseragam putih
Mengubur luka dan pedih
Bait ini kita cuplik untuk mencatat bahwa kejadian kematian yang menjadi inspirasi MJJ adalah kematian saat pandemi, Dan kematian, pandemi atau tidak pandemi adalah untuk mengubur luka dan pedih.
Demikian tulisan kecil ini dibuat untuk bercerita tentang puisi mereka yang pertama. Paling tidak yang telah diunggah ke Jendela Sastra.
Wancimwekar Kotabaru Karawang
20 Juli 2021 0754
Dari semua puisi yang
Dari semua puisi yang ditampilkan sungguh terkesan indah
Kecuali karya Iaf masih perlu banyak belajar dan membaca untuk menambah perbendaharaan kata
Terima kasih kakek. Selalu membimbing kami
Puisi pertama
Rasa ini timbul tatkala membaca telaahan kakek hakimi untuk puisi pertama 4334 saya. Asli merinding..... Bulu tangan merinding. Tks kek hakimi komen untuk perbaikannya
Tulis komentar baru