kucari sambil berlari, jejak kemarin terlacak api,
menderas air mata, mengarus darah ternyata
menguras jantung hingga denyutnya ampang
membaui dengus nafas dari puisi-puisi anfas
menggelegak sesal di balik arca merlion, jangan sebut alazon
bersimpuh mencium kata di kaki
bersimbah bulir pasir pantai
layar kusemat bercorak bait-bait
kepak sayap camar mensitir larik soneta
semakin kencang biduk kukayuh, bukan lancang kutuk bersimpuh
pulau masih berselimut kabut, pukau serepih pagut menuntut
pada rahim yang pernah kuhuni, pada Kadim aku bersunyi
menanti lesung perindu mengusung katil memadu janji
muka tersaput angin savana kering, kehilangan
jika marwah tanggalkan uswah, hunus mencari titik impas
ruh lunglai sepadan bafta membasah, badan terlolosi hilang belulang
saat memintal benang rentang, terabar pada bentang kabar abulhayat menggetarkan altar Arsy
mendayu-rayu bulan pada sabitnya, berselimut kabut yang lengas di dedaunan
pada bulan pula terpinta, turunlah, hendak mengadu rindu cahya di paras terperas
seludang yang dulu menangkup setanggi-ladan menghimpun asap, mantera aruskan senyawa kata bertuah
pada adegan fabula di panggung altar maula memancang trisula
tak pelak rindu mengiris falak di ujung senja
awak terguncang tak mampu menahan bahak yang pilu di ujung pintu
pada sesiapa mengadu?
: pada sesiapa mengadu,
... nestapa gundu gulirkan rindu di sepohon randu yang meranggas
ketika kesungguhan menemui jalan buntu?
atau ujar-ujar tak sejajar dengan limit takdir?
Bumiayu, Januari 03, 2013
Komentar
Tulis komentar baru