Seba
Karya Muhammad Rois Rinaldi
Tahun lalu juga tahun-tahun sebelumnya
penyair itu berkata: “Orang-orang Baduy
bawa tuah tanah dan berkah tanda hormat.
Jangan telantarkan di tenda berlubang!”
Beribu manusia telanjang kaki berjalan
dari sebuah negeri dekat awan yang menjaga
remang malam, kemurnian bahasa hewan,
akar, dan rawa. Hari larut, setelah ritual berakhir.
Orang-orang kota pulang membawa kisah
kaum pedalaman dengan rasa kagum
yang dibuat-buat dan kebingungan
memperhatikan pakaian sendiri di kamar.
Orang-orang Cibeo dan Kanekes berlemasan
di tenda berlubang, karena basa-basi
protokoler berlalu dan beribu pasang mata
yang pura-pura memberi tabik telah pergi.
Kepatuhan kepada titah karuhun selesai.
Demonstrasi dan parade kebudayaan
bagi klangenan orang-orang kota juga selesai.
Semua kembali menjadi tidak ada apa-apa.
Suara gigi anak-anak Baduy yang beradu
menghadapi hawa dingin dan mimpi anak
orang-orang kota malam itu sama-sama
ditangkap bayang masa depan yang bias.
Seorang penyair berkata:
“Beri orang-orang Baduy itu kamar hotel!
Beri mereka kesempatan mandi
di bawah sower yang hangat kuku.
Beri mereka roti bakar berlapis keju tebal!”
Angin di gunung-gunung pedalaman,
terpingkal-pingkal.
Sumber: Buku kumpulan puisi penyair Indonesia, Mata Khatulistiwa, Komunitas Reboeng, 2018
Komentar
Tulis komentar baru