Aku terdampar di rawa-rawa sunyi tak berpenghuni
dimana kesunyiannya tak lagi mengalunkan ombak resah
sejauh mata memandang terlihat rerumputan menghijau
Batu nisan itu sudah tua
Biar ku terjemahkan pejaman mata itu
Lebih dari itu, melewati tujuh langkah telah jauh
Bulir-bulir air mengalir memapas bibir
Berapa manusia yang paham, Jika Kaulah Ubahku
Darimana harus kumulai, beribu puisi telah kurangkai
Apa daya aku akan tetap diam, dibungkam malam
O mawar, tajam duri-durimu
terluka sungguh terluka jiwaku
lihatlah yang tergenang, darahku
bagai api menyala ia membakar
Kulepas segumpal resah ke udara langit kebebasanku
sembari bersandar pada dinding malam yang membeku
dihadapan wajah rembulan kubiarkan khayal berlalu
Bila cinta itu melukaimu
maka patahkan duri-durinya
niscaya ia akan bertanya:
"siapa yang akan ia cintai?"
Cakrawala pandangku hanya sebatas penglihatan
Tak bisa melebihi jangkauan ilmu pengetahuan milikmu
Sementara keindahan semesta membentang tak terbatas
Engkau tiba-tiba menunjukkan wajah cantikmu
Tanpa tirai, kepada seorang faqir seperti diriku
Kerling indah matamu sangat membingungkanku
Aku membakar tubuh sunyi ini malam
dengan bara api matahari yang kukumpulkan siang tadi
menyiraminya dengan minyak zaitun yang terbaik
Suatu waktu, di suatu tempat pertemuan dua laut
Seorang sufi duduk menyendiri di tempat sunyi
Duduk di atas sebongkah batu hitam
Komentar Terbaru