Jakarta, 28 September 2024 – Meningkatnya pengaruh kapitalisme dan liberalisme ekonomi di Indonesia semakin memicu kekhawatiran tentang dampaknya terhadap kedaulatan bangsa. Kedua sistem ini, yang kerap diagung-agungkan sebagai solusi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, justru dituding telah menciptakan ketimpangan sosial yang semakin dalam dan memperbudak rakyat Indonesia dalam sistem ekonomi yang tidak berpihak pada kepentingan nasional.
Pengamat ekonomi dan aktivis sosial memperingatkan bahwa kapitalisme, dengan karakteristiknya yang mengejar keuntungan tanpa batas, telah mendorong eksploitasi sumber daya alam Indonesia oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Selain itu, liberalisme yang memberi ruang kebebasan pasar tanpa intervensi pemerintah dinilai telah melemahkan kontrol negara terhadap ekonomi, sehingga kesejahteraan rakyat justru semakin terpuruk.
"Kapitalisme membuat kekayaan terpusat pada segelintir elit, sementara rakyat kecil semakin terpinggirkan. Sumber daya alam kita dieksploitasi besar-besaran tanpa ada manfaat yang berarti bagi masyarakat lokal. Pada akhirnya, rakyat Indonesia terjebak dalam lingkaran kemiskinan, sementara keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir pelaku usaha dan investor asing," kata Dr. Fahmi Ismail, seorang ekonom dari Universitas Gadjah Mada.
Sektor-sektor strategis seperti pertambangan, perkebunan, dan industri energi kerap dikendalikan oleh perusahaan asing, yang memanfaatkan kebijakan liberalisasi ekonomi untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini mengakibatkan hilangnya kontrol negara atas kekayaan alam yang seharusnya menjadi aset untuk kemakmuran rakyat. Selain itu, tenaga kerja di Indonesia kerap menjadi korban dari sistem ini, dengan upah yang rendah dan kondisi kerja yang kurang layak.
Fenomena ini semakin diperparah oleh kebijakan liberalisasi yang diterapkan di sektor perdagangan dan investasi. Kebijakan yang memberikan kebebasan bagi investor asing untuk menguasai pasar dalam negeri sering kali tidak diimbangi dengan proteksi terhadap usaha lokal. Akibatnya, usaha kecil dan menengah (UKM) yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi rakyat sulit berkembang karena kalah bersaing dengan korporasi multinasional.
"Kapitalisme global telah memperbudak bangsa kita secara ekonomi. Kita tidak lagi memiliki kedaulatan atas perekonomian kita sendiri, karena semua dikendalikan oleh pasar global dan korporasi asing. Ini sangat berbahaya, karena kita menjadi bangsa yang hanya menjadi konsumen dan pekerja di tanah kita sendiri," tambah Fahmi.
Di sisi lain, liberalisme yang meletakkan kebebasan individu sebagai prinsip utama sering kali mengabaikan pentingnya peran negara dalam menjaga kesetaraan sosial dan keadilan. Sistem ini cenderung menciptakan jurang yang lebar antara yang kaya dan miskin, karena mereka yang memiliki akses modal dan sumber daya akan semakin memperkuat posisinya, sementara kelompok masyarakat miskin terus tersisih.
Aktivis sosial, Rudi Hartono, dari Serikat Buruh Indonesia menyatakan bahwa Indonesia harus segera mengevaluasi kebijakan ekonomi yang terlalu liberal dan mengadopsi pendekatan yang lebih berpihak pada rakyat. "Kita membutuhkan ekonomi yang berkeadilan, di mana negara mengambil peran aktif dalam memastikan bahwa kekayaan alam kita dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk kepentingan segelintir orang. Pemerintah harus lebih tegas dalam melindungi aset nasional dan menciptakan kebijakan yang mendukung kesejahteraan rakyat kecil."
Meningkatnya ketimpangan sosial dan kesenjangan ekonomi akibat kapitalisme dan liberalisme ini mengindikasikan perlunya perubahan besar dalam kebijakan ekonomi nasional. Tanpa perubahan mendasar, Indonesia berisiko terus terjebak dalam ketergantungan pada kekuatan kapitalis global, yang tidak hanya memperburuk kondisi ekonomi, tetapi juga mengancam kedaulatan bangsa.
Pemerintah Indonesia diharapkan dapat segera mengambil langkah konkret untuk membatasi pengaruh kapitalisme dan liberalisme yang eksploitatif, serta memperkuat ekonomi nasional yang berdaulat, adil, dan berpihak pada kepentingan rakyat banyak.
Komentar
Tulis komentar baru