Di ladang ia menanam,
Menggali dengan sebuah ranting,
Yang kering dan rayapan.
Di ladang ia menuangkan minumam,
Mengucur perlahan dari bibir gayung,
Yang pecah tak beraturan.
Membungkuk dan memandang,
Angin angin datang merobohkan,
Lidinya kecil, lidinya menopang.
Angin berpindah dalam nafasnya,
Menjatuhkan asin keringat di ladang,
Hingga langit pun bebas ia pandang.
Skali lagi nafasnya membadai,
Tak meneteskan, hanya mengalirkan,
kehidupan tanaman semata wayangnya.
Berkali kali lagi nafasnya terbuang,
Tak peduli raga kan tergadaikan,
Tumbuh hijaulah benih yang ditanam.
Hiroshima, januari, 2013
Tulis komentar baru