Dunia Angka
Selama 4 jam aku kembali kedunia angka-angka itu. Tak ada angka satu, dua, tiga ataupun lainnya. Hanya ada segitiga sama sisi dengan angka delapan atau mungkin nol. Kuhitung segitiga hasil jumlah Aku, Tuhan, dan Bukan Tuhan. Aku berpikir untuk mengubah segitiga itu menjadi sebuah garis lurus vertikal atau bahkan lebih baik horizontal. Sepertinya indah! Tapi bagaimana caranya? Apakah harus kugunting salah satu sudutnya? Lagipula aku bingung harus menggunting yang bawah atau sebelah kanan. Akhirnya kuputuskan untuk menggunting dua sudut antara Aku dan Tuhan, “Sempurna”! Akhirnya aku dapat membuat garis memanjang horizontal. Dan sekarang aku bisa duduk diantara dua garis yang lebih mirip gelombang. Tiba-tiba aku tersentak, lho itu kan dua garis antara angka nol dan angka delapan. Tapi aku tak bisa memastikan yang atas atau yang bawahkah duniaku. Hm...kalau aku sentuh garis atas apakah aku tetap eksis atau mati?. Kalau aku sentuh garis bawah apakah aku harus diburu oleh vonis-vonis sebagai hukuman dosa Adam?
Aku masih tetap duduk diantara kedua garis itu, dengan nyaman aku tidur di atas flagel-flagel yang lebih mirip susunan angka satu yang dibentuk secara acak dan tumpang tindih. Disela kantuk diam-diam aku menyentuh garis atas yang mungkin dunia angka nol, tapi kuurungkan niatku, benarkah aku harus masuk kesana? Eit... sepertinya umurku belum cukup untuk menuju kesitu! Aku cepat-cepat beranjak menjauhi kedua garis yang makin lama membentuk sebuah gelombang turun naik, menyerupai angka tiga yang diputar 270 derajat. Satu sama lain saling berhimpitan dan membentuk suatu alunan sejajar. Astaga baru kusadari ternyata angka delapan lebih indah dari angka nol, tapi aku sudah terlanjur mengagumi angka nol. Aku tahu rasa kagum itu seharusnya tak pernah ada dan semuanya harus kuakhiri, tapi bagaimana caranya? Mungkin seperti yang sudah-sudah, kutusukkan saja sebuah jarum kuat-kuat ke telapak tanganku. Braaak aku terjaga!
Kubuka mataku lebar-lebar, aku bingung, aku dimana? Dan siapa yang ada disekelilingku ini? Aku tak kenal mereka! Sekali lagi kutatap makhluk-makhluk yang ada disekelilingku, tapi aku tak tahu dan tak kenal mereka. Aku semakin panik, tempat apa ini? Mengapa aku disini! Kupaksakan bertanya pada makhluk yang lewat dihadapanku, “hei tempat apa ini?”. Dengan kaget dia menjawab, “Ini kan dunia, tepatnya bumi!”. Aku termenung....dunia....?bumi....? apa itu?
Aku mulai pusing, kenapa aku bisa mirip dengan mereka. Sheeet....aku benar-benar sama dengan makhluk itu. Sekali lagi kubertanya, “Hei siapakah aku ini?”, tanpa berkomentar salah satu makhluk yang kutemui menjawab, “goblok, kamu tuh manusia!”. Hah manusia...? Makhluk apalagi itu? Kenapa aku bisa masuk pada benda seperti itu, benda yang mereka sebut manusia. Benda yang kadang-kadang menjijikan. Sekali lagi aku bertanya, “ Manusia itu apa?”. Kudengar jawaban dari mereka, “manusia adalah makhluk yang paling mulia” dan dia berkata kembali, “kamu beruntung telah menjadi manusia”. Manusia...? Makhluk termulia...? Tapi mengapa aku tak pernah merasa menjadi manusia, aku merasa tak pernah sama. Dunia...? Manusia...? Benar-benar membuat aku tak mengerti. Jadi sebenarnya aku ini apa? Mengapa aku ada ditempat seperti ini dan menempel dalam benda yang mereka sebut manusia. Dimanakah keluargaku, kaumku, dan mungkin duniaku itu!
Aku mulai berkaca-kaca, aku merasa takut disini. Aku ingin pulang! Tapi aku tak tahu harus pulang kemana dan pulang ke apa? Tak ada yang membantuku, aku harus minta bantuan ke apa dan ke siapa? Aku tambah bingung, dengan terisak aku bertanya pada manusia, “siapakah yang dapat menolongku dari sesuatu?”. Mereka serempak menjawab, “Tuhan”. Tuhan....? Apa itu Tuhan? Ah aku tak mau berpikir lagi. Aku cepat-cepat meminta tolong padanya, apapun itu! “Tuhan tolong jelaskan mengapa aku ada disini! Semua hening, hanya tangisanku yang semakin mengeras. Semua tak menjawab dan tak ada jawaban. Tiba-tiba aku ingat pada dunia angka-angak itu, dengan seketika semua menjelma menjadi jelas. Dihadapanku tak ada lagi segitiga sama sisi maupun dua garis sejajar. Tetapi hanya terdapat dua angka, sebelah kanan angka delapan dan sebelah kiri angka nol. Mengapa angka nol disebelah kiri?
Hm...jika kumelangkah ke sebelah kiri mungkin kubisa berakrab-akrab dengan Tuhan dan tidak mustahil kudapat bercakap-cakap dengan-Nya, tentang aku dan rahasia-rahasia atas kelahiranku. Jika kumelangkah ke sebelah kanan pasti aku tak akan mendapatkan apa-apa. Nolkah...?atau delapankah...? Jika nol aku satu lingkaran dengan Tuhan, aku dapat bersama-sama dengan-Nya dalam satu putaran. Ya putaran penuh 360 derajat atau bahkan dua kali lipatnya mungkin juga lebih. Tapi itu terlalu mudah, apalagi lingkaran itu berbentuk sebuah lapangan yang tak pernah diletakkan titik ataupun koma ditengahnya. Tidak! Aku tak akan memilih masuk ke dunia angka nol. Jika delapan, aku berada dalam lingkaran yang berbeda, aku satu lingkaran dan Tuhan satu lingkaran, adil kan? Tapi...kalau begitu aku tak akan pernah dapat bercakap-cakap dengan-Nya apalagi untuk bersamanya. Dan tidak mustahil aku tak dapat informasi tentang rahasia-rahasia atas kelahiranku, meskipun disini juga tanpa adanya titik ataupun koma, tapi tetap saja aku tak dapat bertemu dengan-Nya.
Hgg... sepertinya ada sesuatu yang salah. Siapa dan apa yang salah? Apakah kau yang salah? Sekat-sekat antara lingkaran angka delapankah yang salah? Atau angka delapan itu sendiri yang salah? Hmm... sepertinya sekat-sekat itu yang salah. Disini kuhanya dapat berputar-putar dalam lingkaranku, bukan lingkaran Tuhan. Lalu bagaimana agar aku dapat mencuri-curi gerak untuk melihat-Nya? Ha...ha...ha...goblok benar aku ini, itu kan hal yang paling mudah, mengapa tak aku bolongin saja sekat-sekat itu semauku dan semampuku sampai rapuh.
Komentar
Tulis komentar baru