Skip to Content

Kabar baik

Foto rifa arnanda

“Apa kabar ka?” Terdengar suara seseorang dari belakang tertuju padaku, sedang asyik tak karuan menatap jalan malam yang ingin selalu diperhatikan. Hawa dingin menyelimuti, pusat kota orang-orang sudah tertidur lelap, hanya sekumpulan anak muda penuh tawa, serta senandung lagu cinta menyertainnya.  Beruntungnya kau masih muda sedangkan aku hanya ingin mati muda saja, tak lebih tak kurang. Kuteguhkan jalanku, dan tak kuhiraukan suara itu, entah dewi kayangan bernafsu ingin menyapaku atau iblis dengan sengaja di kirim untuk membakarku, Aku tertawa sendiri membayangkan hal semacam itu.

“Memang sengaja? Acuh kepada saudaramu sendiri?”

Mualilah lamat-lamat jalanku, aku terpaksa berhenti, berbalik badan mencari tau siapa dengan sengaja menyebut aku sebagai saudarannya.                                                                                                                                                ‘Ya Tuhan.. tampang itu? Tampang lusut kumal style rock n roll abadi hobi membawa belati tajam sedia setiap saat kalau ada yang berani menggangunya. sudah lima tahun tak jumpa, orang itu masih seperti dulu.’ desakku dalam hati.

“Ada keperluan apa?” tanyaku terus terang.

Mata merahnya menyala dendam, Dia menatap aku tak biasa, apa dia sudah siap berencana ingin membunuhku lagi? setelah serangkain peristiwa membuatnya gagal? Aku hanya mampu mengeluh kalau benar terjadi. Tengah malam, jarak antara rumah kontrakan sudah dekat, tetapi masalah satu ini membuat tidurku tertunda, di antara tiang listrik burung gagak malam mengintai keberadaan kami berdua, naluri mengoyaknya kuat, siap memakan siapa yaang menjadi pertaruhan pertama.

“Tunggu.. Aku tak ada waktu lama berdebat denganmu.” Orang itu berbicara di bawah terangnnya lampu jalan                                                                                                                                                             

“Baiklah, aku tetap masih tak ada waktu berlama, silahkan.”

“Di rumah ada musibah, kalau tak keberatan untuk menengok!”

Rumah? Berita tentang rumah membuatku muak. Tahukah? Gara-gara masalah rumah  aku dan mama terasing, luput rasa kasihan, kalau memilih, pilihan pertamalah pergi untuk selamanya. Dari dulu memang aku anak tak punya bakat tak pernah jadi kebanggan orang tua nilai sekolahku juga tak memuaskan papa sangat berat memberikan senyuman setiap rapor hasil ujianku keluar. Beruntung mama menguatkanku  ‘jangan iri kepada saudara sendiri’.

Sudah lima tahun aku dan mama meninggalkan rumah, jauh sekali dari kota A ke kota V. Sengaja tak memberitahu rumah kontrakan kami yang baru, agar tak ada sangkut paut kepada perusaahan konyol papa. Ah sudahlah ini jauh lebih baik. Aku bertanggung jawab atas kehidupan baru ini bekerja pulang larut, pagi membantu mama bikin kue untuk dititipkan ke warung-warung penjual jajanan dekat rumah kontrakan kami. Aku karyawan pabrik sepatu ternama.                      Dingin merenggut, kulit mengelupas hebat cuaca sedang tak karuan merasuk.

 

“papa meninggal, papa ingin aku dan kau meneruskan perusahaan.” 

“Meninggal? Mendadak sekali.”  Tanyaku carut marut

“Bagaimana, kau keberatan?”

“Lihat besok kalau mau kembali pulang!”                                                                                                                     “sudahlah ini sudah ini malam segeralah anda pulang cepat!”

Aku tak perduli padanya biarkan orang itu tertinggal disitu atau berinisiatif pulang sendiri, aku keberatan kalau orang itu menginap di tempat kami.          

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler