Lampu Merah
Suhu udara siang ini terasa panas di kota Kupang. Walaupun baru pukul setengah sepuluh pagi hari. Lalu-lintas di jalan El-tari I. nampak ramai, terlihat deretan kendaraan panjang menunggu antrian traffic light bundaran El-Tari I. Dari keempat penjuru jalan. Hembusan angin siang hari terkadang membawa asap kendaraan bermotor yang melintas membuat pengguna jalan kuhususnya para pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar traffic light bundaran tepatnya di depan kantor Gubernur ini, menghirup udara dari sisa pembakaran bahan bakar kendaraan yang melintas dalam keseharian.
Ditengah hiruk-pikuk kendaraan yang melintas tampak tiga orang anak kecil yang berjalan mondar-mandir mendekati setiap kendaraan yang berhenti dengan sabar, sebelah tangan menggendong lipatan koran dan sebelahya lagi menggenggam sambil melambaikan Koran kepada setiap pengendaran yang melintas. Terkadang, tanpa menghiraukan keselamatan diri mereka dari bahaya kecelakaan lalulintas. Kelihatannya nyali mereka sudah teruji atau mungkin karena mereka terbiasa bergelut dalam hiruk-pikuknya kendaraan yang melintas.… Pemandangan ini adalah bagian dari aktivitas keseharian anak-anak penjual Koran di jalan El-Tari I. Sebenanya anak-anak seusia mereka pada jam seperti ini seharusnya berberada dalam ruangan kelas menerima pelajaran yang diberikan oleh guru, seperti halnya anak-anak seusia mereka lainnya. Pemandangan yang tidak wajar ini merupakan potret realita masyarakat miskin kota yang secara manusiawi seharusnya tidak boleh terjadi namun, dianggap sebuh fenomena yang biasa-biasa saja bagi yang menyaksikannya baik masyarakat biasa maupun para pemangku kebijakan sekali pun setiap saat melitas, dan menyaksikan reality show yang di lakonkan anak-anak, generasi penerus yang masa depanya tergadaikan atas himpitan ekonomi ini. Tanpa terbesit sedikit pun rasa iba dan prihatin….
Dede masih duduk di trotoar menyelesaikan lukisan pemadangan yang dilukis sambil menyandar lembaran yang agak kusut pada lutut bagian kananya. Buku yang sengaja dibawanya untuk mengisi kekosongan pada saat traffic light warna hijau menyala. Tanpa menghiraukan ketiga temannya yang sedang asyik memenjajah barang dagangan di tangan masing-masing. Seketika Yopie datang menghampiri Dede langsung mengambil posisi duduk disamping Dede, sambil menatap lukisan pesawat tempur yang digambar Dede. Opie,,, kok baru muncul…Dari mana saja… ? sapa Dede pada Opie sahabat seperjuangannya. Aku bangun kesiangan, kawan… bapakku lagi “opname” di rumah sakit sejak kamarin siang. ibuku menemaninya di sana. Aku menjaga adik- adiku dirumah… jawab Opie. Sebenarnya ayah Opie adalah seorang pekerja keras yang sudah sejak remaja merantau dari pulau Sabu. Datang mengadu nasib di kota Karang…Namun belakangan ini, beliau tidak tidak bisa mencari nafkah untuk keluarganya sebagai pemahat batu dan penggali sumur, lantaran didera penyakit ginjal dan Asma yang datang menggerogoti tubuhnya. Walau berulangkali ayah Opie keluar masuk rumah sakit namun penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh. Dokter yang merawat ayah Opie, menyarankan agar penyakit ginjal yang diderita ayah Opie agar di rujuk ke rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya untuk dioperasi degan alasan perlatan medis di RSUD Kupang tidak memadai. Namun apalah daya… “bak punggu merindukan bulan…” , untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit daerah saja, ayah Opie hanya bermodalkan selembar kartu ASKESKIN. Dari mana mendapatkan uang sebanyak itu untuk biaya pengobatan ke Surabaya…? Mungkin saja,… “kalau hujan uang dari langit ! ”. Kesehatan memanglah penting. Tapi, untuk kebutuhan dapur saja, kadang terlewatkan…. Bagi keluarga miskin seiperti Opi. Ayah Opie kebanyakan mengkonsumsi ramuan tradisional sebagai alternativ setelah mendapatkan penjelasan dari dokter akan penyakit yang dideritanya. Opie tidak bisa berbuat apa-apa ketika keputusan kedua orang tuanya agar Opie harus putus sekolah dengan alasan kedua orang tuanya tidak mampu memberikan biaya untuknya . Saat Opie duduk di kelas empat Sekolah Dasar, dua tahun silam. Dede memahami keterlambatan temanya, walaupun sepintas mendapat penjelasan Opie. Karena diantara mereka sudah saling berkenalan antara satu sama yang lainnya. Mulai dari latar belakang keluarga, hingga sebab akibat membawa mereka bertemu di tempat ini. Dede merasa terharu mengenang nasib yang menimpah sahabatnya. Sekalipun Kehidupan keluarga Dede tidak jauh berbeda, masing-masing anak perantau… ayah Dede adalah seorang tukang sol sepatu yang datang dari Nganjuk jawa Timur. biasanya mangkal di depan emperan toko dan tinggal di kontrakkan sudah belasan tahun. Doni menyodorkan satu eksampler pos kupang kepada salah seorang pengendara sepeda motor lantas menerima uang tiga ribu rupiah lantas berjalan menghampiri Dede dan Opie. Hari ini tiga puluan eksemplar koran lokal yang di ambil dari agen laku terjual. memang mujur nasib Doni hari ini. Sementara Joni dan Hengki datang menghampiri Dede, Opie dan Doni, saat arus lalulintas terlihat lengang. Dede lalu menceritakan kepada Doni, Joni dan Hengki mengenai peristiwa yang dialami oleh Oopi dan keluarganya. Setelah mendengar apa yang dialami sahabat mereka Opie akhirnya mereka menyepakati untuk mengumpulkan sedikit uang secara suka rela untuk diberikan pada Opie. Dan Opie sangat berterima kasih kepada empat orang temannya. Sekalipun uang yang diberikan tidak bernilai, sekedar untuk beli nasi bungkus untuk makan siang buat kedua adiknya yang menunggu dirumah. Karena, hari ini Opie tidak menjual koran. Namun demikian bagi mereka inilah wujud solidaritas sesama teman, sahabat sekaligus saudara senasib…Opie pamit dan berlalu pergi... di tempat ini, ujung trotoar… di bawah rindangan pohon Akasia menjadi tempat untuk berlindung dari sengatan teriknya matahari .
Disinilah ....
Tempat mereka bertemu
berbagi rasa.
Mengukir tawa dan canda
tapi, tak pernah candu….
sebab masih ada penantian di ujung senja.
Berjuang untuk hidup dan menghidupkan.
Di hentian ini, tempat mengais rezeki_Nya
Tempat berlabuh harapan.
Masa depan boleh tergadaikan….
Namun masa depan tidak mungkin terabaikan…
Lampu merah
isyarat berhentinya roda-roda yang sedang berputar
Lampu merah menjadi pertanda berhentinya perjalanan panjang yang hendak di tempuh....
Komentar
Tulis komentar baru