08:17pm, Sab 16-05-2015
Hari Patah
Ketika aku tak lagi kuasa mengeja namamu
Izinkan kata-kata mewakilinya, meskipun tiada lantang terucap dari mulutku
Karena aku terlalu kecut, tak seberani kesatria dalam kisah pujangga Walmiki
Tak sekuat akar pohon yang mencengkram tanah kering,
kecuali keropos digerogoti rasa malu dan lemah hati
Bilamana hujan tak lagi turun di tanahku yang kemarau
Akan kubeli awan milikmu agar hujan segera mengucur membasahi ladangku yang hampir mati
Biar tanah kering berganti jadi padang rumput yang menghijau mesra
Biar kubangan yang kering jadi oase permai, agar tak ada yang mati mengharap air tak terpancar
Bilamana arang tak lagi membara, malahan lebur jadi abu
dan air tak lagi jadi penyembuh, malahan membakar kerongkonganmu yang kering
Maka apalagi yang kau harapkan, selain keajaiban milikNya
Selain kasih dari sang Hidup yang tertancap dalam jantungmu,
menjaga arwahmu agar tak berpendar ke seluruh penjuru
Hari telah berkhianat, malam kembali berdusta
Menjatuhkan serpihan kepalsuan dalam setiap tetes hujan
Dengan umpatan yang bias terucap kala guntur terkilas, namun perih bila terdengar
Kini yang tertinggal hanyalah rintihan lirih, melesap menuju inti bumi
Aku masih akan tetap menantang petang
Dan aku masih akan menambun perih
Hingga membanjiri dunia, dan kau mati di dalamnya
Hingga kau tak lagi dapat mengingkari, meskipun kau tak lagi peduli
Komentar
Tulis komentar baru