Manis,
bibirmu memang manis.
Kau bilang cintai produk dalam negeri,
tapi import semakin menjadi.
Kau bilang Indonesia swasembada pangan,
tapi berkuranglah pabrik dan lahan.
Kau bilang menaikan harga patokan petani,
oh tapi fakta tidak terealisasi.
Disana kau lihat
Kebutuhan gula meningkat,
tapi kami disikat!
Nasib kami seperti gula yang terlarut di air mendidih, panas dan hancur
Harga kebutuhan meroket, harga gula kami meluncur.
Mungkin manis, tapi hanya dilidah
Hati kami terasa pahit
Teraduk berlarut
Kami bukan mengeluh, tapi berpeluh
dalam tetes air tebu yang kental dan keringnya modal
anak istri kami disini, hampir mati.
Manis,
memang bibirmu manis.
Sukabumi, 13 November 2015
Komentar
Tulis komentar baru