saat malam sedih terluka
seperti luka sang penyamun
dan tangis sang hari
di tikungan senja itu
kau melambai seperti melenguh
“Apa artinya?” Aku tak tau
meskipun seribu tanya
aku ingin mendendangkan lenguhan senja ini
seperti nyanyian para musafir
dengan seloka munajat
di saat malam mulai menarik selimut
dan mendengkur pulas ke dalam mimpi
di saat para makhluk tuhan
melepas lelahnya di pembaringan letih
dendang lenguhan senja
mencoba mengerti dirimu
yang terus menyiksaku
menjalani jejak-jejak yang tersisa
hingga aku tau pasti seperti apa akhirnya
atau berakhirkah pada takdir tuhan
ajal...
masih aku ragu
akan sikapmu yang menyeretku
pada puncak birahi yang ganas
yang meneteskan darah luka
semburan pejuh laknat
ingin sungguh
singgah di rahimmu yang suci
menyeret ke lembah dosa
ke jurang yang dalam
namun tetap saja perasaan ini bagai jamur musim hujan
yang selalu menyemat dalam kelam
hingga yang kutau hanya rentetan rindu
melepas bagai anak panah tanpa kendali
dan kutau ini hanyalah sebentuk ketulusan
seperti ketulusan yang teradil dari penguasa jagad ini
dan kesetiaan yang mau tak mau harus ku beri
lewat dendang lenguhan senja itu
seperti dendang yang dilukiskan sang gelap
pada malam yang tak bosan
silih berganti dengan lelah dan penat sang siang
setelah terpanggang dan tersiram hujan
“Itu takdir!” katamu
kupikir semua yang terjadi adalah takdir
dan sampai kapan kau akan mengerti
bahwa cintaku bukanlah cerita rama dan sinta
bukan pula klosal yang omong kosong
(2008)
Komentar
Tulis komentar baru