Kidung untuk Ibu
kau menanti secercah niscaya
berbulan-bulan mengukir rasa harap,
jua cemasnya
kala tangis menggema menerka
menembus relung-relung jiwa
lenyap derita teruntuk cinta
kasih sayangmu mengangkasa
engkaulah aksara bermakna
tak lekang membimbing langkahku
tumbuh dalam denyut waktu
Kafe Kokambar, Jogja, 2020.
Perihal Malam
malam yang gulita
mengajarkanku arti keheningan
mengejakanku arti diam
membawaku pada kesunyian
tetiba kau datang, kekasih
bentangan syafa’at-mu yang tak habis kuharap
pada sifat luhurmu
yang mencipta rima
tentang kerinduan
di penantian para pecinta
makin malam. kuterka
tiap bulir manis anggur para sufi
jiwaku tiba-tiba meronta
hatiku menangis dengan kerasnya
pikiranku tak beraturan
kerahmatanmu yang tak berjeda. hingga
langit dan bumi tak sanggup
menyimpan lara
rangkullah aku pada pendar syafa’at-mu
resaplah ke dalam jantung bumi
ash-shalâtu was-salâmu alaika yâ rasulallâh
betapa mulia nabi-Mu
Sorowajan, Jogja, 2019-2020
Oh, Malam
I
tanah lindap selepas hujan turun
adalah berkah semesta pertunjukan para rintih pada-Mu
adalah kerontang hamparan harap yang menahun
semoga esok malam yang lain
tak membuat kita terlena
II
sebab perindu kerap memeram diam
di celah bilik jantung waktu
tersingkaplah rahasia
tentang kelabat tanya
pada tiap ketakjuntrungan usia
III
oh, malam
di bentang ceruk diam
pikiranku juntrung mengawang
Prenduan, 2020.
Fathor Razi, lahir di Sumenep. Puisinya masuk dalam Antologi bersama Dzikir Pengantin Taman Sare (2010). Kini tinggal di Yogyakarta.
Komentar
Tulis komentar baru