KUKIRA DETIK INI
kukira, detik ini
kesetiakawanan kita menjadi “tanya”
dunia benar-benar tak selebar daun gelombang cinta
hingga kita tak segan-segan mengutuk kenangan masa silam
pada derap waktu yang bertalu-talu
kita kerap cipta segala curiga
tersekap pada tiap kelancungan dunia
yang tak usai-usai
tak terasa,
lamat-lamat kita makin menua
memahat bingkai segala rupa
pada ketiadaan
hakikatnya “pada yang ADA”
di samudera bisu
di ampas kopi akhir ini
tak terasa, waktu kian berlalu
Tapi, mengapa kita tak segera beranjak dari meja ini
Tawa kepalsuan, pujian, dan hinaan makin menjadi saja
Sorot mata dan konsentrasi pikiranku menyisiri ingatan yang berserakan
di masa silam: asin, gurih, asam, pahit, manisnya kehidupan
Alamak, siapa diriku dulu, siapa diriku sekarang
mataku sembap, lahir-batinku kian mabuk berat
aku lelah, di sejengkal iqamah
kulabuhkan seluruh lahir-batinku pada subuh-Mu
Kedai Kopi Gank, Jogja, 2019.
DI STATIUN KEHIDUPAN YANG SEMENTARA INI
kita telah lama mengantri untuk kesekian kali
di sisa usia yang telah lama kita pakai sehari-hari
“hidup ini fana tuan dan puan”
Angan-angan, cita-cita dan bentuk kemasyhuran perlahan
Terlumat oleh waktu
jejak kehidupan yang kita lakukan pun
tak luput dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya
Lantas, apa yang membuat kita berarti
kalau bukan amal ibadah dan iman buat bekal akhirat nanti
Kedai Kopi Gank, Jogja, 2019
PADA BILANGAN HARAP YANG TERTAMPUNG DALAM DIRI
Kuhayati detak waktu
di segala sunyi
di segala nyeri
hingga tuai mimpi-mimpi
menyulam rupa duka pun sukacita
terlabuh antara benar dan yang sesat
“hidup ini bukan sekadar permainan dan gurauan, Tuan”, batinku
Antara kehadiran dan kepergian
terbingkai harapan yang berdenyut dalam diri
sebab bangunan doa yang terapalkan
terus menuntun arah: mulai dini hari hingga senja kembali
Kedai Kopi Gank, Jogja, 2019.
*Fathor Razi, lahir di Sumenep. Puisinya masuk dalam Antologi bersama Dzikir Pengantin Taman Sare (2010). Kini tinggal di Yogyakarta.
Komentar
Tulis komentar baru