Kularutkan namamu dalam bayang senja.
Untukmu, gadisku yang memberi arti dalam setiap tawanya.
Tentu tidak bermaksud untuk berbasa-basi tanpa sedikit pun tanya yang ingin mengungkapkan misteri. Manisku
yang datang dari kabut pagi sampai mengakhiri kebersamaan dengan hilangnya sinar matahari yang berpendar
pada permukaan air di malam hari.
Ia terlahir atas nama cinta yang menyatu dengan rasa yang penuh misteri.
Apalagi kalau bukan “aku sayang pada mu”. Kata klasik dan sederhana.
Sesederhana aku memahamimu dengan banyak tawa dan senyum manis dikala setiap jawaban yang kau berikan
adalah kepastian yang kutunggu.
Untukmu manisku yang selalu bertanya-tanya tentang tujuan hidup yang setiap setan ingin tahu. Tapi aku ingin kau
pahami betapa manis dirimu dalam kesederhanaan paras, tanpa banyak kata yang bisa membagi keindahan itu
diantara buaian-buaian kaliamat yang sebenarnya kaku dan tak bermakna.
Untukmu manisku yang dulu kita membagi senja dan malam bersama sambil melewati langkah-langkah impian
tentu saja ketika itu daun-daun maple masih menghijau, bersemian. Tidak untuk kali ini ketika semuanya
berguguran menakhiri maknanya.
Sudah itu saja yang kukenang lewat semua kata yang kau ucap, tinggal kerdip lilin yang mencari kegelapan. Bukan
itu saja, kadang aku berhalusinasi soal rindu yang tak pernah tuntas. Mengharapkan detik mengendapkan semua
rindu yang sempat tertanam. Lalu biarkan rindu itu membuai terbakar waktu yang tak bisa berbohong. Sekali lagi,
karena aku
tak ingin terbebani rindu.
14 November 2012
Komentar
Tulis komentar baru