Gedung tua itu telah muram diterpa zaman
Akan tetapi belum lepas dari sosok dirimu
Dari sekolah yang ku tempuh dahulu
Saat perubahan dan kebebasan terasa kehilangan arah
dan kita tidak melihat gelombang kemajuan di negri ini
kecuali kemandegan, kebusukan, dan kekacauan di sana-sini
Genderang perang telah ditabuh
Penari topeng meliuk-liuk dengan lincahnya
Sang sutradara matanya awas memandang
Siapakah yang ikutan menari dalam iramanya?
Kebijakan dan burung-burung berkicauan
Menabur kata-kata di sawah kita yang gersang
Pemimpin bermimpi rakyat akan panen raya musim depan
Aku tak ingin berkata banyak denganmu
Karena engkau gudang kata, punya banyak kata-kata
Namun harus kutegaskan kata-kataku untukmu
Angin perubahan berhembus kencang
sewaktu-waktu dapat menghadirkan awan gelap
petir dan hujan; terasa hawanya
dunia buas dengan mata gelap kebencian
Aku berdiri di depan sebuah gerbang masa lalu
menyaksikanmu berdiri sebagai sang penguasa agung
engkau tampil dengan segala atribut kebesaranmu
Wahai para pemimpin negri, wahai para negarawan, wahai para politikus busuk
lelah kami dengan hingar-bingar politik di negri ini, lelah lahir dan bathin
Engkau datang dari kemustahilan kata-kata
dari tumpukan sampah yang berbau menyengat
dari sudut-sudut kumuh metropolitan yang garang
Kata-katamu tumbuh di dalam hati dan pikiran
terpompakan oleh jantung mengalir ke mata, bibir, dan mulut
jadilah sebuah ucapan darimu, sebuah janji, sebuah pencerahan
Komentar Terbaru