Semata apakah lelaki melaut bertarung badai?
Sesekali meluput angan jiwanya telah tergadai
Berkawan malam ia larung perahu dari tepian
Lelidah api menjulur
Mengulum ranting-ranting kering
Siang sumuk dan matahari
Berdansa dalam pekat asap
Gonjang-ganjing hutan terbakar
Di penghujung hari sepekan terakhir itu kita bersua. Binar rindu di matamu
meletup nyaliku hendak merangkul. Tapi urung. Selalu saja aku kehilangan
Engkau berkenalan denganku ketika huruf jatuh dari lembaran
kitab kusam yang kau baca gemetar di tangan. Belum sempurna rasa
Engkau mendengus sembari mengendus. Aromaku kental kencur sangat belia. Tetapi
jangan kau buang tatap dan menuding. Berbekal semangat dilahirkannya aku dari rahim
Tersesat begitu jauh dalam lorong waktu. Seseorang yang tak bernama
memainkan serunai tulang serigala. Nada-nada luka meremang dari setiap lantun
kita istirah sejenak di jantung Taegu musim dingin telah di ujung mata
seperti kesurupan aku berlari dalam rinai salju melayang seperti kapas
yang ada padamu selarik senyum biasa
milik perempuan kebanyakan dan tak kutemui
rahasia tersimpan dalam sosokmu tak menggodok ingin
ternyata begitu sederhana menu cinta sajian ibu
pada ayah ia suguh salarik senyum sambil menata
selembar hati merah jambu dalam piring siap
sejak aku jatuh padamu perempuan
kadang langit kutatap merah jingga dan lain waktu
berkabut perak memayungi pelataran ubunku
Komentar Terbaru