Tepat sore hari, alleta mendapat kabar dari ibunya. Namun alleta sudah bukan lagi gadis kecil yang dulu, sekarang sudah 17 tahun. Tumbuhnya gadis remaja yang mencari bunga kehidupan. Namun rasa kasih sayang ibunya masih melekat sejak kecil, dan ia sendiri juga belum tahu sampai saat ini, kemana ayahnya. Pernah seorang bercerita kepada alleta waktu masih duduk di bangku sekolah dasar.
“ayah kau itu seorang pelaut, dulu sebelum kau lahir dia sering pulang bertemu dengan ibumu.”
Alleta hanya diam dan ternganga, di wajahnya masih penuh rasa kebingungan. Dan sama sekali enggan bertanya bertanya ke ibunya, lebih baik, memang tak harus ada yang di tanyakan.
“izinkankah dirimu alleta ibu bekerja ke luar negeri Minggu depan ?”
Alleta membeku dalam pertanyaan ibunya, bisu-sebisunya.
“nak, ibu harus terpaksa berangkat, dan alasannya juga untuk kau nak, dirimu semakin bertumbuh, dari kecil dan sekarang sudah remaja, ada saat nya kau juga nanti akan menjadi perempuan dewasa. Begini nak, kau juga harus mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Tidak berhenti di SMA saja. Ibu yakin, kau tidak harus menjadi seperti ibumu ini, yang sekolah saja tidak tamat.”
Alleta tak sanggup menahan matanya yang berkaca-kaca, dan di selimuti kesedihan. Sambil memeluk ibunya dengan kehangatan dan alleta bertanya kepada ibunya.
“bagaimana bisa bu, apakah disana, di luar negeri sana lebih terjamin mencari uangnya daripada di daerah kita ini, di negeri kita sendiri ini bu? Memang sulit, kita bukanlah dari kalangan tujuh keturunan yang telah di wariskan emas dan permata, atau segala usaha dan tanah. Rumah saja beralas milik tanah pak rus, itu juga pun masih bersengketa dengan pemerintah.”
Sambil mengusap air matanya dan menarik nafas dengan tersenga-senga alleta kembali berucap kepada ibunya.
“Ibu tetap hati-hati disana, jaga diri. Alleta janji akan turuti kata ibu disini.”
Komentar
Tulis komentar baru