Langit memerah di atas tanah yang terkoyak, Jerit duka mengalun di antara puing-puing rumah, Bumi Palestina menangis dalam sunyi, Di bawah bayang-bayang kekejaman yang tak terperi.
Di pelukan malam yang sunyi, aku merindu, Mata terpejam, namun bayangmu kian menjauh, Angin menyapa, bisu tanpa kata, Aku bapak yang tertinggal dalam sunyi tanpa cahaya.
Di istana megah, mereka tertawa, Kekuasaan di tangan, dunia di bawah tapak. Fir’aun mengira dirinya dewa, Namrud bangun menara menembus langit yang pekat.
Paradoks di dalam hati Iqbal telah begitu mengkristal. Paradoks antara harus berbakti kepada ibu dan perlakuan ibu yang kurang sayang terhadap dirinya yang telah dialami sejak kecil. Entah sejak kapan ia tak menerima rasa kasih sayang dari ibunya, yang jelas semenjak ia ingat hampir setiap hari tak ada hiasan yang ia terima kecuali bentakan ibunya.
Komentar Terbaru