-babak satu
“Bukan aku!!” (26 tahun),
“Tapi Siapa lagi manusia pemakan kotoran disini selain kamu, sedang si biru hanya seorang pembual saja, Akuilah” bisik sandra lamat lamat lengkap dengan nada merendahkan.
-babak dua
(terdengar bunyi ketukan tiga kali). . .
-babak tiga
Kota kami, berdiri diatas danau-danau obsesi ingin menjadi Tuhan, rumah-rumah arogan kadang tamak dengan pintu-pintu dan jendela-jendela yang selalu tertutup menyerupai gelap anggur.
Begitulah kata si biru berulang-ulang perihal kota kami, sehingga kami sudah sangat hapal betul bahkan lengkap dengan aksen “R” nya yang terdengar seperti “L” serta gaya bicaranya yang selalu diakhiri dengan ucapan “betul tidak?”
-babak empat
Pukul 11 malam, dipojokan losmen murahan, tampak duduk tak tenang seorang perempuan, dari cara duduknya mungkin ia seorang ibu. Sedang menunggu seseorang ia kayanya. Menatap serius telepon genggam.
-babak lima
Kamu membaca satu fragmen Blues Untuk Bonnie:
Dengan mata terpejam
Si Negro menegur sepi
Dan sepi menjawab
Dengan sebuah tendangan jitu
Tepat di perutnya
-babak enam
(berbicara ditelepon)”ya sayang, ......, ini sudah di depan, ..., ya.. ada kok, ail minelal dingin kan, ........, oke! ........., bet.. (tut..tut..tut...)
-babak tujuh
Samuel, 32 tahun, seratus delapanpuluh centimeter, berambut dan berkulit gelap, berhidung bengkok seperti paruh burung, jenggot yang dibiarkan tumbuh liar, ramah, seorang buruh pasar.
-babak delapan
(26 tahun) “baiklah, biar aku jelaskan, mudahan kamu tidak kolot,” “sekitar pukul delapan malam lalu, aku bertemu dengan seorang wanita, dibangku taman kota, tampak gelisah, pelacur ia kupikir, naluri lelaki-ku pun muncul, kudekati ia, tampak ia tidak memperhatikan kedatanganku, mulutnya komat kamit, mungkin berdoa, tapi ntahlah,”
“lalu” sandra menyela, “tanpa melihatku ia berkata, “maukah anda duduk disebelah saya tuan?” kulirik kiri kemudian kanan, sepi, tak ada orang, “saya?” kutanya balik, “ya, anda” masih tanpa melihatku ia bicara. Tanpa ragu aku duduk disampingnya, kemudian ia melihatku, mata kami beradu, tajam matanya, tampak mata seorang berkarakter kuat, indah, dengan sisa air mata di bulu-bulu halus matanya. “apakah anda beriman?” ia melanjutkan bicaranya, aku tersentak, otakku merespon dengan lambat, awal percakapan macam apa itu pikirku, dan belum sempat aku menjawab, (mungkin karena ia pikir aku sudah terlalu lama untuk sekedar menjawab pertanyaannya) “tambah satu lagi orang dengan jenis yang sama” lanjutnya. Kemudian dia terus bicara, eh bukan, tapi ia berteriak, berteriak semaunya, meracau sepuasnya, “naluri kelelakian anda yang menggiring anda kesini, anda melihat seorang wanita berdandan menor dengan setelan baju minim duduk sendirian ditempat sepi, pikir anda pastilah aku seorang perempuan lacur, Oh Tuhan! kenapa dunia semakin tua semakin tidak berpengalaman, mendung tanda hujan namun bukan berarti pasti hujan, dan ketika anda mendengar aku bicara yang pikir anda meracau ini, emosi anda naik, nafas anda menjadi tidak keruan, berkeringat dingin, gelisah, anda merasa menyesal menghampiri saya, ingin segera menjauhi saya, tapi anda malu untuk bertindak demikian, dengan situasi yang seperti ini pun anda belum mampu bertindak, apakah anda terlalu banyak perhitungan, penakut, pemabuk, berpenyakit kelamin, seorang montir, penggemar masakan italia, atau apapun anda itu bukan urusan saya, akan tetapi anda tidak sadar, masih belum sadar tepatnya kalo perilaku saya juga sama persis seperti anda,” suaranya semakin melemah ujarku kepada sandra, terus melemah kemudian tampak ia menangis.
-babak sembilan
Kamu membaca tokoh dalam sel Tan Malaka dan Dua Lakon Lain:
Aku bukan Faust. Aku tak diciptakan dalam puisi. Aku jauh lebih sederhana. Yang dekat, yang diketahui, itulah yang menakjubkan aku:
Serangga yang bekerja, semut yang kukuh karena organisasi, sayap dan kaki krempeng yang berproduksi, lebah yang sehari-hari menyusun tugas – merekalah yang kuketahui. Aku tidak takjub kepada anak panah yang berubah jadi naga.
-babak sepuluh
Tampak terjadi percakapan disebuah kamar losmen. “lantas?” kali ini si pria kembali berbicara, “bukankah itu bukan balang balu bagi kamu, kamu sudah seling mampil kesana kemali, agak aneh bila kamu beltemu seseolang lelaki kemudian mendadak mulung sepelti ini, lebih lebih menangis, betul tidak?” si pria melanjutkan “mana semangat itu, semangat kaltini, semangat eleanol loosevelt, malia magdalena, cleopatla, elizabeth, atau amelia e.. e.. amelia e.. (tampak terbata-bata kemudian tidak berusaha melanjutkan lagi) amelia si petualang itu, wanita peltama yang melakukan penelbangan solo diatas atlant.. “earhart” potong si perempuan dengan nada lesu. “ya, amelia ealhalt, betul tidak?” kembali si pria mengambil alih “aku mengenalmu manisku, kamu ganjil, kamu adalah lakon, kamu pelacul tapi tak melacul, kamu akal, kamu gemar mengutuk diri, itu saja, Betul tidak?” air muka si perempuan tampak tidak berubah, acuh, masih diam.
“baiklah, aku akan membelimu waktu sejenak untuk belpikil, kamu pellu itu, betul tidak?” ucap si pria (sembari berjalan memunggungi si perempuan). Lalu dengan buruk si pria tadi menuangkan martini kedalam dua buah cangkir berisi potongan potongan kecil es batu. Bersiul kecil, mengeluarkan rokok dari saku jaketnya, bernyanyi, kemudian duduk.
-babak sebelas
(Mengambil setting tempat disebuah pasar dekat taman kota).
Pukul tujuh malam, Samuel melihat seorang wanita berpakaian minim lewat tampak tergesa-gesa, duapuluh delapan menit setelahnya sepasang kekasih usia senja membawa anjing, persis dibelakangnya seorang laki-laki membawa buku, lalu segerombol pemuda hippies, kemudian mobil dengan tangisan bayi.
-babak duabelas
Karena sudah terlalu lama menunggu akhirnya perempuan itu mengambil telepon genggam miliknya, mencari deretan nama pada daftar kontaknya, berhenti di sebuah nama. Biru. Beberapa detik kemudian terdengar suara dari telepon genggam seberang “ya sayang,.....”
-babak tigabelas
“Setelah itu apa yang terjadi?” ujar sandra kepadaku (26 tahun),
-babak empatbelas
So i think i’ll keep a walking
With my head held high
I’ll keep moving on and only God knows why
Only God, na..na..na..
Pria itu masih menyanyi.
-babak limabelas
“lirik itu” tiba-tiba terdengar suara pelan perempuan dalam sebuah kamar losmen, “ya kenapa dengan lilik itu?” sahut si pria yang sedang duduk, kemudian ia melanjutkan bicaranya “tidak ada yang salah bukan, hanya Tuhan yang tahu kenapa.. betul tidak?” dengan nada sinis si perempuan menjawab atau tepatnya menanya balik “apa aku tidak salah dengar?” (si pria mengambil pemantik lalu merokok untuk kesekian kali) perempuan melanjutkan bicaranya “sejak kapan kamu berubah menjadi seorang religius?” “telgantung apa maksudmu dengan lelijius” seloroh si pria ringan, “dasar ular!” lanjut perempuan, “jadi kau mengajukan pertanyaan langsung padaku?” kata pria, “ular” sahut perempuan, (si pria tertawa kecil) “baiklah aku akan segera menjawabnya juga”
-babak enambelas
Jane “sandra” Marple begitu ia biasa memperkenalkan dirinya. Pengidap obsesi berlebihan terhadap tokoh fiksi detektif asal inggris Jane Marple. Karena Jane lah maka ia juga memutuskan untuk ikut tidak menikah.
-babak tujuhbelas
---- Kosong --- hanya noda darah, darah...
-babak delapanbelas
(Pintu dibuka)... “Kenapa lagi sayang, kamu tampak mulung malam ini, pasti ada sesuatu yang tidak beles, betul tidak?“ “hmmm.. aku ketemu seseorang pria barusan,”
-babak sembilanbelas
(OFF-STAGE):
Nama itu menjebakmu,
Seperti sel sempit
Darimana kau ingin lari.**
-babak duapuluh
Apakah kamu masih ingat tokoh perempuan dalam losmen? Baguslah kalo masih. Tadi malam tepat tengah malam aku bertemu dengannya dirumahku, ya..dirumahku, dari toilet ia mungkin, aku kira maling, “hei darimana kamu masuk??!!” tanyaku, bukan pertanyaan yang bagus ujarnya, aku keluar dari kepalamu untuk kencing tambahnya. Aku lihat di atas kursi ada kapak, aku tikam ia sampai berdarah-darah, kemudian matilah ia, tersedak sedak seperti kerbau. Ia menitipkan sebuah pesan, potongan dialog tampaknya.
Aku buka potongan itu, terlalu banyak jahitan, agak lebih bagus jika aku saja yang mengatakan, karena aksen lelaki ini sungguh buruk, dengan artikulasi yang sama tak kalah buruknya.
Pria : Aku benar-benar tidak beriman. semua neurosis merupakan agama bagi pengidapnya, dan relijius adalah neurosi bagi umat manusia. yang masih diragukan, sifat-sifat yang kita berikan kepada Tuhan merefleksikan ketakutan dan harapan yang kita rasakan sejak bayi dan ketika kita masih kanak-kanak, betul tidak?
Perempuan : aku tidak yakin, kamu hanya membungkus diri sendiri dengan ini, dengan jenis ini. Kamu ingin merobek apapun yang tinggi untuk menurunkannya hingga berubah menjadi aurat dan kotoran. Aku ingat seorang Yahudi yang mempunyai kecendrungan memperkecil alam semesta menjadi hukum matematika, Einstein, bahkan Albert Einstein tidak percaya bahwa Tuhan dapat dibunuh.
Pria : tapi Gott ist tot kata Nietzsche, betul tidak?
Perempuan : Tidak, sama sekali tidak. Dan ini yang perlu kau catat, bagiku justru jika ada yang sepaham dengan Nietzsche maka bukan Tuhan yang mati tapi kemanusian. Tolong kemarikan gelas martini ku....
Hmmm.. sepertinya aku mengenal awal percakapan ini, satu di pria dan satu di perempuan.
-babak duapuluhsatu
-babak duapuluhdua
Aku kebingungan soal samuel.
-babak duapuluhtiga
Benar saja, setelah kubuka-buka ditumpukan buku, diantara lembaran rendra, agus noor, Goenawan Mohamad, dan yang lain*, awal percakapan itu nyatanya kepunyaan Freud pada si Pria dan Carl Jung pada si wanita. Untuk Nietzsche aku tidak menemukannya.
-babak duapuluhtiga
Perutku lapar, aku tak punya uang, uang pelacur ku hanya cukup untuk membeli sebuah kapak, sementara kalian selalu berpikir mereka akan mengurusnya, pemerintah juga. Mereka siapa? Karena itulah apa untungnya saat ini putus asa, itu yang aku katakan. Kita seharusnya memikirkan hal itu jutaan tahun yang lalu-pada abad ke-18 atau ke-19.
-babak duapuluhempat
(26 tahun) kali ini aku yang dengan nada tampak merendahkan pada kata detektif-nya “apakah sekarang menjadi penting deeteektiff” ujarku kepada sandra. “ya, sangat! ini akan menjadi bukti bla..bla..bla....” sahutnya, “cukup, cukup!” “berhentilah bersandiwara dengan Miss Marple-mu itu, kamu sama sekali lain, lebih lebih memiliki logika berpikir yang tajam kamu malah tampak seperti Jacques Clauseau: detektif kikuk dan tidak kompeten” potongku ketus, kemudian aku melanjutkan bicaraku “kenapa tidak kau cegah dari awal pembunuhan itu, padahal kamu melihatnya, kamu abai sandra” “dan sekarang biar ku katakan satu rahasia kecil, tempo hari aku melihat mayatmu tanpa gigi.
-babak duapuluhlima
Aku jatuh cinta pada potongan dialog itu. Karena nya aku memutuskan membunuh diriku, tentu bukan serupa apa yang dilakukan Hemingway atau Cobain. Lalu kemudian aku mengambil kapak yang masih amis darah dan basah,
-babak duapuluhenam
Klaim memang selamanya menarik, seperti kita-membentuk sejarah atau dibentuk sejarah, bagi saya sendiri klaim hanya menunjukkan seberapa aku nya saya, tak lebih, aku pelacur.
-babak duapuluhtujuh
Warheiten wollen erkannt und festgestelld, eben bewahrheitet sein; die Wahrheit selfbst bedarf dessen nicht, sondern sie ist es, die allein bewaehart, was orgend als wahr erkannt sein und gelten soll.
Paul NATORP (Individium und Gemeinschaft)
-babak duapuluhdelapan
Beberapa detik aku tak sadarkan diri, lalu aku terbangun di tempat yang sama sekali tak kukenal, sebuah kamar tampaknya; dengan perabot seadanya, cermin dan vas bunga disisi kirinya, tak jauh dari situ ada sebuah meja dengan dua buah gelas martini diatasnya.
-babak duapuluhsembilan
Ada sebuah surat, tergeletak begitu saja, tanpa amplop, tanpa identitas pengirim, tanpa tanggal, ditulis bergaya franklin gothic book dengan ukuran dua belas:
Kisah ini tidak berkisah, mengasing untuk terasing dengan sendirinya-
Begitu kira-kira isinya.
-babak tigapuluh
“Ahh kau, akhirnya datang” terdengar suara seorang perempuan, sementara pria disampingnya tampak asik merokok. “tolong kemarikan gelas martini ku dan duduklah bersama kami” lanjutnya.
-babak tigapuluhsatu
Sebelum di pertengahan tahun 1930 Stalin mengurung sastra dan seni dalam kerangkeng yang biasa ia sebut “realisme sosialis”, Revolusi Oktober 1917 Rusia seperti membuka tabir kreativitas yang sebelumnya tertekan kekuasaan Tsar. Mungkin seperti inilah yang aku maksudkan, aku tidak terobsesi menjadi Brecht si pelaku teater sayap kiri penerobos adat, tidak ada alur cerita absolut yang aku maksudkan, hanya hentakan-hentakan untuk berpikir, hanya rangsangan hasrat menyenangkan mengetahui, hanya ledakan kontemplasi.
-babak tigapuluhdua
“Apakah kau pernah mendengar cerita tentang si ayam dan beras?” Tanya perempuan yang meminta gelasnya kepadaku. Ia melanjutkan “lihatlah, pria ini (menunjuk kearah yang mematikan rokoknya) seperti kena sindrom beras saja, beras yang dibuntuti ayam, “hmmm” gumamku yang kuteruskan dengan ucapan “aku kira aku harus mendengar statemen Pria itu dulu”.
-babak tigapuluhtiga
Malam hari, pukul sembilan lebih delapanbelas menit, Samuel dihampiri seorang laki-laki berkeringat membawa buku. Kemudian ia (laki-laki) menyerahkan uang, sebuah surat (tampaknya), dan kapak. Lantas ia pergi...
-babak tigapuluhempat
Tak lama berselang, ia pun mati, dengan gigi yang tak lagi ada, kudekati jenazahnya, dan mirip akhir cerita Vor dem Gesetz-nya Kafka, kubungkukkan badanku begitu rendah karena ketinggian yang telah berubah. “kamu masih ingin tanya apalagi?” tanya 26 tahun. Lalu setengah berbisik melanjutkan “sekarang aku pergi dan aku tutup pintunya.”
-babak tigapuluhlima
Kamu membaca Wahib, 9 Juni 1969 :
Aku percaya bahwa Engkau tidak hanya benci pada ucapan-ucapan yang munafik, tapi juga benci pada pikiran-pikiran yang munafik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak berani memikirkan yang timbul dalam pikirannya, atau pikiran yang pura-pura tidak tahu akan pikirannya sendiri.
-babak tigapuluhenam
Topik ini yang pada awal mulanya adalah Yahweh Si-pencemburu itu- sebagaimana agama tak mati-mati, meski pernah ada suatu era dimana yang bersangkutan (baca: Topik) dimakzulkan, akal budi teramat dipuja, culte de la Raison, tak ada lagi sesembahan, tak ada lagi dogma, namun yang bersangkutan tetap tak lenyap. Ia hanya bergerak, atau lebih tepatnya cara penggunaan oleh penggunanya bergerak.
-babak tigapuluhtujuh
Alkisah, ada seorang yang merasa dirinya adalah sebutir beras, parahnya lagi sebutir beras yang merasa sedang dikejar-kejar oleh ayam-kawanan ayam. Dia selalu ketakutan, sehingga kemana-mana selalu membawa “pengaman”. Pengaman ini banyak ragamnya, bisa teman, shotgun atau nama Tuhan.
Disini dialektika terusir, perkawinan pendapat menjadi suatu pengkhianatan.
-babak tigapuluhdelapan
“aku hanya mencoba melepaskan diri dari kegandrungan gila-gilaan kepada kebenaran” kataku, “terkontaminasi Natorp mungkin, ya aku kira memang seperti itu, segala kebenaran memang maunya diketahui dan dinyatakan, juga dibenarkan; kebenaran itu sendiri tidak perlu akan itu sebenarnya, karena ialah yang menunjukkan, apa yang diakui benar dan harus berlaku. Jadi apa gerangan kalian berdua disini?” “mulanya aku juga sekedal beltanya yang demikian” kata si Pria, “kawanku ini (sambil tersenyum kepada si perempuan) mendadak mulung, tidak biasanya dia begitu, ia bilang habis beltemu seseolang yang ntah siapa” “aku pikir ada baiknya kamu menjawab pertanyaan itu nona” kataku. Lalu lirih terdengar isak tangis, lantas ia bicara “justifikasi ku menyerang balik, kata-katanya sebelum pergi masih memeluk erat dikepalaku, berhentilah mengasihani dirimu katanya, memang penyakitmu ada dikepalamu dan masih seperti itu dan kau telah menyesal, kau harus membuangnya jauh-jauh dari jiwamu dan bertahan hidup, ambil saja apapun yang mereka lemparkan kepadamu, berdirilah dengan tegak, bersihkan darah dari wajahmu dan berjalanlah seperti manusia, aku akan menitipkan sebuah kapak pada seorang berkulit gelap berhidung bengkok dipasar, ambillah, pergunakan dengan layak”
-babak tigapuluhsembilan
Bicara soal gambar, Other People’s Expectations tulisnya. Atau meminjam bahasa Rousseau dalam Du Contrat Social “manusia dilahirkan merdeka dan dimana-mana ia terikat rantai.”
-babak empatpuluh
Soren Aabye Kierkegaard, lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 mei 1813. Seorang filsuf yang anti filsuf, seorang teolog yang relijius. Ayahnya Michael Pedersen Kierkegaard adalah seorang saleh yang yakin bahwa dirinya telah dikutuk Tuhan, oleh karenanya maka ia percaya bahwa tak satupun anak-anaknya akan melewati umur Yesus Kristus: 33 tahun. Michael percaya bahwa dosa-dosa pribadinya semisal mengutuki nama Allah dimasa muda dan menghamili ibu Kierkegaard di luar nikah menyebabkan ia layak menerima hukuman ini.
-babak empatpuluhsatu
Pikiranku lamban dan sulit berfungsi, adegan-adegan berkelabatan, satu disusul yang lain, tanpa plot dan latar belakang yang jelas. Mungkin akibat terlalu lama dibawah pengaruh ritual monoton pekerjaan. Matahari tampak muncul tak gentar oleh awan. Sesosok bayangan di didapur tampak bergerak, mengambil cangkir tanpa tatakan, mangkuk gula, menungkan air mendidih, sedikit susu, meramu kopi. “Kacau, tidak… sial! Aku tidak kehilangan arah!!” bentaknya pada bayangannya yang tak ada sambil berjalan menuju jendela kamar yang masih tertutup, membukanya, mengulang kembali beberapa potong kalimat tadi, kemudian duduk. Baiklah, mari kita selesaikan ini pikirku, entah dengan cara apa dan bagaimana aku sudah tak terlalu peduli, aku ambil cangkir ketiga kopiku.
-babak empatpuluhdua
Seperti Simon tuliskan (dalam Elie Wiesel – Bahaya Pengabaian), Tahun 1956, sebuah kecelakaan mengubah jalan hidupnya. Wiesel tertabrak taksi di New York dan menderita luka parah. Hampir satu tahun lamanya ia terpaksa menjalani hidup diatas kursi roda. Ia lantas mengajukan permohonan menjadi warga Negara Amerika Serikat, dan bermukim di New York. Disana ia mencari nafkah sebagai penulis artikel untuk Der Forvets, sebuah Koran berbahasa Yiddi. Wiesel katakan rasanya janggal dan menyusahkan untuk terlibat dalam penderitaan dan keputusasaan orang lain, akan lebih mudah menghindari gangguan kasar seperti itu, agar bisa terus bekerja, bermimpi dan berharap. Kesengsaraan mereka, baik yang jelas terlihat maupun tersembunyi, tidaklah menarik. Dan disinilah peran pengabaian untuk meruduksi orang lain menjadi sesuatu yang tidak nyata.
-babak empatpuluhtiga
“Impian Amerika!” begitulah kata mereka. Sebuah laku konsumtif atau apapun namanya. Aku tak sesederhana itu” gumam lirih seseorang kepada wanita di bangku taman kota yang tampak sedang menangis. “seperti halnya Veronika-dalam salah satu karya Paulo Coelho-yang akan menganggap setiap hari sebagai keajaiban, Harry Houdini yang tak begitu peduli dengan rating TV, aku menganggap setiap detik ku adalah mujizat.” “bisakah kau palingkan nafasmu yang bau itu dari depan wajahku” sahut sang wanita ringan, “setidak-tidaknya sampai pidatoku selesai” sahut pria lagi. “Dengan nafas seperti itu kau tak cocok menjadi seorang pengkhotbah, nafas itu hanya mengingatkanku pada pria Nigeria berkelamin ekstra di ranjangku tadi malam yang mengaku hapal teknik bercinta karena membaca bermacam-macam buku panduan di akhir pekan” kata si wanita, “aku tidak menyukai buku dengan awalan how to be atau semacamnya” balas pria.
-babak empatpuluhempat
Dan begitulah Kierkegaard (1813-1855), ia menulis pada waktu filsuf yang dominan saat itu-Hegel-baru saja meninggal. Hegel kata Kierkegaard menjelaskan segala sesuatu dengan menggunakan ide-ide yang sangat besar sehingga hal-hal aktual seperti entitas individual tidak terlalu banyak disinggung. Dalam kenyataannya, individulah yang merupakan entitas moral tertinggi yang karenanya maka kegiatan terpenting manusia adalah membuat keputusan. Melalui pilihan – pilihan yang kita buatlah kita menciptakan kehidupan kita dan mengolah bentuk bagi diri kita sendiri. Babak ini pun ditutup dengan Syair Alexander Pope yang sebelumnya didahului oleh sebuah Quote Johann Gottlieb Fichte yang mengatakan jenis filsafat yang dipilih seseorang bergantung pada jenis kepribadian orang itu sendiri.
Alam serta hukum-hukumnya
Tersembunyi dalam gelap malam,
Lalu Tuhan bersabda, “Terjadilah Newton”,
Lalu segalanya terang benderang
(Pope).
-babak empatpuluhlima
Samuel dihampiri seorang perempuan, apakah ada yang menitipkan kapak kepadamu tanyanya, “yes mam” kata Samuel, bisakah saya ambil segera lanjutnya, “dengan senang hati mam” jawab Samuel ramah. “uang serta suratnya?” Samuel menambahkan, “ambil dan simpanlah yang menurutmu penting dan buanglah yang tidak berguna” tukas si perempuan.
-babak empatpuluhenam
Sementara kipas itu berdengung lirih dan berusaha mendorong udara yang berat agar bergerak, dua hari sebelum ia meninggal, Sandra mengabaikan peristiwa yang sudah pasti akan dia ingat seumur hidupnya. Ia memalingkan muka dari percik darah kemudian masuk ke bilik gelap, berdoa dan menguatkan keyakinannya kepada Tuhan yang satu.
-babak empatpuluhtujuh
Begitulah, percakapan dekat meja dengan gelas martini, tak ada yang istemewa, sama halnya dengan papan ketik QWERTY yang memaksa orang mengetik lebih lambat, bukan lebih cepat. Sesaat wanita itu bergeming sebelum akhirnya memutuskan untuk meninggalkan percakapan yang tak pernah benar-benar selesai. “boleh aku melihat pemantikmu?” Tanya si wanita kepada seorang pria di sisi kiri dekat vas bunga, “satu hal, setelah kau katakan apa alasan Gothe tidak menyukai Isaac Newton? Jawab si pria sementara didepannya tampak tatapan tak senang seorang perempuan. “well, aku pikir Ia (Gothe) membenci Newton karena Sir Isaac telah membelah cahaya menjadi satuan-satuan warna, salah satunya adalah warna yang akan segera kau lihat tidak lama lagi, So.. segera penuhi janjimu” kata wanita tadi dengan dua detik kemudian pemantik sudah berada ditangannya. Ditangan wanita tersebut tampak tidak butuh waktu lama bagi pemantik untuk menerangi seluruh ruangan dengan warna merah membara.
-babak empatpuluhdelapan
Didalam sebuah pintu yang gelap warnanya sama dengan pintu tetangga – tetangganya yang berwarna anggur. Dengan kemeja yang lengket menempel di punggung karena keringat, tampak John Deere baru saja menyelesaikan terapi kejiwaannya yang keempat dari lima terapi yang disarankan oleh ahli kejiwaannya. Didepannya, diatas sebuah meja dengan kusen kecoklat-coklatan, tampak secarik kertas berisi biodata bertuliskan huruf kapital, NAMA : JOHN WILLIAM DEREE, JENIS KELAMIN : LAKI – LAKI, UMUR : 26 TAHUN, TINGGI : 181 Cm, BOBOT : 72 Kg, DIAGNOSA : DISSOCIATIVE IDENTITY DISORDER (DID).
-babak empatpuluhsembilan
Berisikan catatan – catatan :
- Bryan Magee – The Story of Philosophy
- Simon Sebag Montefiore – Pidato Pidato yang Mengubah Dunia
- Poulo Coelho – Veronika Memutuskan Mati
- Karen Amstrong – Sejarah Tuhan
- Jed Rubenfeld – Sigmund Freud dan Shakespeare di Balik Pembunuhan Misterius
- Franz Kafka – Di Depan Hukum
- Kompas – RENDRA Ia Tak Pernah Pergi
- Goenawan Mohamad – Tan Malaka dan Dua Lakon Lain
- Goenawan Mohamad – Catatan Pinggir
- Agus Noor - Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia
- Ahmad Wahib - Pergolakan Pemikiran Islam
- Mohammad Hatta - Alam Pikiran Yunani
** Andra Eka Putra, 30 Agustus 2011
Komentar
Tulis komentar baru