Udara malam ini terasa sangat dingin karena hujan turun seharian ini , aku mempercepat langkahku menuju sebuah toko langganan untuk membeli makanan kelinci yang telah dipesan oleh Ibu panti tadi pagi. “Nori !” Suara riang berseru memanggilku saat aku mulai melangkah memasuki toko. Suara itu tidak asing lagi , itu suara nenek Tiwi pemilik toko ini. “Iya nek maaf , Nori ambil pesanannya terlalu malam. Untung aja nenek belum menutup tokonya.” Nenek Tiwi tersenyum , “Nenek hafal sekali kamu selalu datang kesini malam-malam , nenek sengaja menunggu kamu.” Nenek berbalik badan menuju suatu lemari aku rasa ia sedang mencari pesanan yang akan ku ambil . Aku melihat sekeliling ruangan dan tanpa sengaja tatapan mataku berhenti pada sosok lelaki disudut sana , wajah itu tidak asing lagi tetapi aku tidak merasa pernah bertemu dengan wajah itu. “Dia Nawa , cucu nenek.” Suara nenek mengejutkanku. “Nori baru lihat. Nenek juga nggak pernah cerita sama Nori kalau nenek punya cucu.” Aku berharap nenek meceritakan lebih banyak tentang dia. “Dia memang tinggal jauh dari nenek , tapi sekarang dia akan sekolah disini , disekolahmu.” Nenek Tiwi kembali tersenyum seraya menyerahkan sekantung makanan kelinci padaku “Ibu mu sudah membayar ini.” Aku mengangguk. “Terimakasih , nek. Nori pulang dulu.” Aku menyuguhkan senyuman pada nenek , kemudian berbalik badan meninggalkan toko ini dan sejenak melupakan sosok yang ku lihat tadi.
***
“Nori...Nori..Bangun , sekolah!” Ini dia suara si Ibu panti , Ibu Arin yang sudah mengasuhku kurang lebih 15 tahun , lebih tepatnya sejak aku Bayi. Dia juga mengasuh anak-anak panti lainnya. Ibu selalu berteriak membangunkanku padahal aku selalu bangun sebelum dia membangunkanku. “Iya udah bangun , tenang aja bu.” Suara teriakan ibu pun menghilang.
Hari selasa menjadi hari paling membosankan , guru-guru killer akan menghiasi setiap jam di hari ini. Jam menunjukkan pukul 07.00 tapi seperti biasa sekolah masih sepi , inilah kebiasaan ngaret yang dimiliki siswa-siswi sekolahku. Aku menaiki satu persatu anak tangga , dan langsung masuk kedalam kelas XI IPA1 , kelas tercinta. Aku melihat seseorang yang duduk dikursiku , aku memutar memoriku dan aku ingat dia Nawa , cucu nenek Tiwi. Aku berjalan dan duduk disebelahnya. “hmm.. Hai , duduk disini ya ?” Dia menyapaku. “Oh iya .” Aku hanya menjawab singkat. “Aku Nawa.” Dia mengulurkan tangannya. “ Aku Nori.” Aku menyambut uluran tangannya , dan kemudian melepaskannya. Suasana sunyi , tiada sepatah katapun setelah perkenalan itu. Bel berbunyi tanda pelajaran dimulai.
Hujan turun lagi dan aku harus menunggu sampai hujan reda jika ingin pulang , untung saja aku membawa jaket Levi’s kesayanganku. “Hujan , pulang bareng sama aku yok ?” Tanya seseorang disampingku . “Oh Nawa , hmm.. kalau nggak keberatan sih.” Dia tersenyum, “nggak kok. Ayok !” Dia membuka payung dan menarik tanganku menuju sebuah mobil berwarna silver, “ Naik! ” Nawa membukakan pintu untukku. Aku pun naik , Nawa menutup payungnya dan langsung masuk kedalam mobil. Mobil pun melaju keluar dari parkiran sekolah. “ hmm.. Aku denger-denger katanya kamu pinter ya ? keliatan sih dari gayanya.” Nawa memulai pembicaraan. “ Denger dari siapa ? Pinter itu nggak bisa dilihat dari gayanya , tapi dari kemampuannya.” Aku menjawab dengan yakin , kelihatannya Nawa bisa menjadi teman bicara yang baik. “ Bisa kok , gaya bicaramu tadi buktinya. Kamu bisa ngebuat semua orang fokus melihatmu waktu kamu lagi bicara , itu nggak bisa dilakuin sama semua orang lho.” Aku hanya tersenyum. “Oh itu , aku nggak tau itu bakat atau apa yang jelas aku selalu mau diperhatikan ketika aku sedang bicara.” Nawa mengacungkan jempol padaku . “ Terus , impian ka....” Dia belum menyelesaikan pertanyaannya , namun langsung aku jawab dengan tegas. “ Paris!” Dia menoleh kearahku , mungkin dia heran kepadaku. “Eh..Eh.. Belok kanan.” Ia kaget , dan langsung memutar stirnya. “ Ah ngagetin.” Kemudian aku menyuruhnya untuk berhenti , Nawa kaget mengapa aku menyuruhnya berhenti didepan sebuah panti asuhan. “Ini rumahku , di Panti asuhan memang.” Aku membuka pintu mobil dan berterimakasih padanya. Dia pun tersenyum lalu pergi dengan mobilnya,
***
Tiiinnnn...Tinnn...Tinnnn.. “Dek , suara mobil siapa sih ?” Sudah berkali-kali bunyi klakson itu ku dengar. Aku menyuruh Dea , adik kecil yang juga tinggal di panti ini untuk melihatnya.”Kak , ada yang ngajakin kakak jalan-jalan tuh , namanya kak Nawa katanya.” Nawa ? Mau apa dia malan-malam begini. “Yaudah , ntar kalau ibu arin nanya bilang aja kakak pergi sebentar.” Aku merapikan rambut lalu keluar menemui Nawa. “ Hai. Mau menemani aku jalan-jalan?” Belum sempat aku menjawab ia langsung menarik lenganku dan menyuruhku masuk ke mobil. Dia tidak berbicara apapun selama perjalanan , dia membawaku ke suatu tempat yang aku sendiri pun belum pernah mengunjunginya. “Aku nggak pernah tau disini ada danau dan taman sebagus ini.” Kami berjalan menyusuri taman yang penuh dengan bunga Lavender , lalu duduk ditepi danau buatan yang menambah keindahan tempat ini . “ Ini tempat rahasia , percaya atau nggak hanya keluargaku aja yang tau tempat ini. Ayahku membuat tempat ini sebagai wujud cintanya pada ibuku dan aku pun kini begitu.” Aku terdiam memaknai kata demi kata yang ia ucapkan , aku baru beberapa hari mengenalnya tapi disetiap detik yang aku habiskan bersamanya aku yakin pada segala rasa yang muncul dihatiku. “ I fell that I can’t far from you anymore.” Aku menatapnya dan yang aku lihat hanya sepasang bola mata yang berbinar. “dont..” Aku merebahkan kepalaku dibahunya , malam ini adalah salah satu malam terindah yang aku miliki dalam hidupku malam ke 16 di bulan Desember .
***
“Eh Nori , lo udah liat mading ? Ayok liat , cepet !” Stela menyeretku seperti orang kesurupan.”Noh , liat ! Paris Nor , Paris. Itu beasiswa kuliah tau , cuma 3 orang yang beruntung yang bisa kesana. Mumpung masih kelas 2 kita musti meninggikan semua nilai-nilai. Ih gila pengen.” Stela memang cerewet , aku hanya bisa memandang poster itu seraya berdo’a semoga aku yang menjadi salah satu dari 3 orang yang beruntung itu. “Cie Nori , Ibu do’a kan ya harapan kamu terwujud. Kamu boleh berharap karena harapan itu adalah penghubung antara doa satu dengan doa-doamu yg lainnya. Berusaha Nor.” Ternyata Ibu Mila memperhatikan aku dan Stela. Dia memang kepala sekolah yang perhatian. “ Amin , bu terimakasih.” Aku dan stela pun pergi ke taman sekolah dan duduk disana , walaupun sudah bel pulang aku masih ingin mencari angin segar karena hari ini matahari sedang meradang membuat tubuh gerah. “Nor , kok Nawa mau ya sama elo ? elo kan pecicilan .” Stela memasang muka heran sedikit mengejek. “ stela , gini deh ketika pagi menemukan matahari dan malam menemukan rembulan pada saat itulah semua terasa lebih indah. Begitupula ketika dia menemukan aku atau sebaliknya , nggak perduli kekurangan kita karena cinta yang akan menutup kekurangan itu.” Stela bertepuk tangan , entahlah apa maksudnya. “ Buset , kata-kata elo ya cetar membahana badai. Emang lo temen gue paling oke. Sini peluk dulu.” Aku pun memeluk stela dengan gemas , dia memang selalu ada untukku. Dia adalah teman yang mampu menjadi lagu ketika aku senang , menjadi sebuah hal yang dirindukan ketika aku kesepian , dan menjadi penjaga ketika aku berpetualang. “ Gantian dong pelukannya.” Nawa menggoda. “ Apaan sih Nawa ih tiba-tiba muncul , yuk pulang yuk betah amat disekolah udah jam 4 nih pacarannya ntar lanjutin di tempat lain aja.” Aku mencubit pipi stela ingin rasanya ku ikat bibirnya yang hobi bicara itu “ Idih cerewet , iya deh pulang yuk.” Nawa menggandengku dan kami pun pergi meninggalkan sekolah
***
Dalam 6 bulan terakhir ini aku mempersiapkan diri untuk menjalani tes beasiswa Paris yang ku impikan , dan tes itupun selesai dihari ini . Aku pasti bisa karena akalku mengatakan bahwa aku bisa. Bahkan sangking fokusnya aku lupa untuk makan , lupa untuk mengurus badanku ini , aku juga lupa menghubungi Nawa. Aku pun melupakan sesuatu yang sangat spesial yang ada dihari ini. Ditengah rasa lelahku tiba-tiba lantunan lagu I’ll do anything for love yang dinyanyikan MeatLoaf keluar dari ponselku , lalu aku tatap layar yang berkedap-kedip itu , sebuah nama tertulis pada layar , Nawa menelponku. “Keliatannya kamu lagi capek ya sayang ?" Tanya Nawa seakan ia tau keadaan ku walaupun dia tak disini sekarang. “Ya capek , kamu dimana ?” Sejujurnya aku ingin melihat dia sekarang setidaknya untuk menghilangkan rasa lelah. “Coba lihat ke jendela.” Aku pun berbalik badan dan menoleh ke arah jendela. Ternyata seseorang berdiri disana dengan boneka Teddy Bear dan sebuket bunga di genggamannya. “You are the most important thing to me now. The most important thing to me ever. Happy anniversary ,dear .” Nawa tersenyum , aku dapat melihat bahagai dari matanya , aku keluar untuk menemuinya dan memeluknya. “I miss you.” Bisikku. "I know, Nori. believe me, I know. It's like you've taken half my self away with you." Dia menjawab bisikanku . “ I take half yourself to accompany my heart.” Dia melepaskan pelukanku dan membalikkan badanku “ Ganti bajumu , buat dirimu secantik mungkin dihari ini.” Aku tersenyum dan menghilang dari pandangannya.
***
Nawa menutup mataku dengan kain hitam , aku menebak-nebak apa yang akan Nawa persembahkan untukku . Disetiap langkahku , yang ku dengar hanya lantunan lagu Thousand Years- Christina Perri. Nawa membuka tutup mataku ,aku ingat tempat ini adalah taman rahasia milik Nawa yang disekelilingnya dipasangi lilin-lilin berwarna-warni. “ Nawa , I'll be right here as long as you need me." Aku lihat ada ketidakyakinan diwajah Nawa. "Do you swear you won't leave me?" Aku mengangguk , pertanda bahwa aku mengiyakan pertanyaan Nawa. Aku suka malam karena tanpa gelap aku takkan bisa disini menatap bintang bersama Nawa.
***
Tanganku bergetar , aku tak tau seberapa bahagianya diriku saat ini. Kulihat didepanku ada stela yang sedang mengguncang-guncangkan tubuhku seakan tidak percaya dengan tulisan dikertas yang ku genggam ini . “ Nori , ini bener-bener mustahil gue nggak nyangka elo bisa.” diwajahnya tedapat rasa bahagia dan ketidakyakinan yang menjadi satu. “Mustahil itu opini , Stel . Ketika lo nggak yakin dapat mencapai impian lo , sebenarnya saat itu elo udah gagal. Gue selalu yakin kalau gue bisa.” Aku menjawab ketidakyakinan stela , ku rasakan air mataku turun menuruni pipiku dan membasahi seluruh wajahku. Ada hal yang bergejolak dalam hatiku , aku akan menjalani 4 tahun di Paris , bahkan mungkin akan menetap dan meninggalkan Nawa serta keluarga pantiku disini.
Tuhan aku mohon agar Engkau menguatkan ketegasanku untuk mendahulukan apa yang lebih baik untuk hidupku. Aku menguatkan hatiku untuk mengatakan hal ini pada Nawa , aku tidak mampu menatap sosok dihadapanku ini. “ Aku akan ke Paris , aku akan berkuliah di University of Paris III: Sorbonne Nouvelle 4 tahun.” Bibirku bergetar mengatakannya. “ Aku akan menunggu.” Jawab Nawa dengan yakin. “ Aku akan menetap disana , akan bekerja disana dan mungkin nggak akan kembali.” Aku membelakanginya dan mengusap air mataku. “I'll be right here as long as you need me. Do you remember your promise ? Kamu pergi , lalu aku bagaimana ? Hanya untuk lupa padamu saja aku tak mampu apalagi hidup tanpamu. Maaf aku nggak bisa , tapi pergilah.” Sejujurnya aku ingin mengatakan aku tidak begitu , aku ingin bersama dia. Aku ingin mengatakan kata-kata lainnya untuk sekedar menghibur hatinya yang sedih , namun pikiranku kosong . “ Aku mengenal mimpiku jauh sebelum aku mengenalmu. Aku memperjuangkan mimpiku jauh sebelum aku memperjuangkanmu. Aku pergi bukan karena cinta telah hilang , tapi karena impianku menjemputku.” Aku mendengar isak tangisnya yang semakin keras , aku tau sesuatu yang berat menimpanya tepat di dada sehingga dia sesesak ini. “ kita sepakati 1 hal , takkan ada air mata mulai detik ini sampai saatnya kita lupa akan satu sama lain.” Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya , ia berjalan meninggalkanku dan bayang-bayangnya pun menghilang dari penglihatanku
Setidaknya aku sudah lega , aku tau Tuhan adalah pemangku dari semua ragu dan takut dihatiku. Besarnya mimpiku telah mengalahkan besarnya cintaku , separuh jiwaku adalah impian bahkan selama aku hidup , aku takkan lepas dari impian-impian besar yang telah kurangkai menjadi harapan yang bersatu dalam doa. Aku memilih impianku bukan karena aku tidak mementingkan cinta , cinta adalah hadiah dalam bentuk rahasia tuhan yang sudah pasti akan ku dapatkan tetapi impian tidak begitu.
***PARIS ***
Aku menyantap sepiring agneau1 bakar yang ada dihadapanku dengan lahap , aku belum makan seharian ini karena sibuk memeriksa pasienku yang cukup ramai hari ini. Aku menoleh ke arah jendela , ku lihat butiran-butiran salju turun dengan indahnya di awal bulan April ini , sungguh menambah keindahan Light city2 . Musim salju , musim panas , musim semi dan musim gugur telah berlalu berkali-kali , rindu rasanya pada hawa tropis Indonesia . Ya , besok memang aku akan pulang ke Indonesia untuk sekedar Nostalgia mungkin aku akan bertemu lagi dengan Nawa , seseorang yang mungkin sudah lupa padaku. Aku menghentikan lamunanku dan membayar makanan yang telah ku santap tadi. Aku menyerahkan sejumlah uang pada kasir. “ Merci.” Penjaga kasir itu tersenyum dengan ramah. “ je vous en prie.” Aku membalas senyumannya dan pergi meninggalkan restoran ini.
***
“ Ma , ayok masuk pesawat.” Suara lucu Airin mengejutkanku , Airin adalah putriku yang sangat cantik. “ iya , sayang.” Aku menarik koperku sedangkan Airin digandeng oleh ayahnya , Tristan. Aku menikah dengan Tristan tepat 4 tahun berada di Paris atau tepatnya setelah aku lulus kuliah. Tristan adalah orang indonesia yang menjalankan bisnis fashion nya di Paris. Tristan sangat menyayangiku , aku bisa merasakan hangat tubuhnyanya saat dia memelukku penuh cinta dan ketulusan. “ s’il vous plaît.” Seorang hôtesse de I’air3 dengan senyum manisnya mengantarkan kami untuk mencari nomor kursi , lalu mempersilahkan kami untuk duduk.
***
Aku menyetir mobil yang ku sewa selama di indonesia menuju ke suatu tempat , Airin pun turut serta ku bawa namun tidak dengan ayahnya. Aku berniat mengunjungi suatu tempat yang pernah memberiku senyuman sekaligus air mata. Aku memarkirkan mobilku tepat didepan gapura taman. Aku menggendong airin dan berjalan masuk ke tempat itu . Inikah taman rahasia milik Nawa yang dulu pernah ku kunjungi ? Tak ada lagi lavender yang menghiasi sekeliling taman , pepohonan mati , dedaunan berserak dimana-mana bahkan danau yang dulu indahpun ikut mengering. Mungkin ini gambaran dunia Nawa setelah ku tinggalkan , air mataku berlinang. Tuhan , dimanapun dia semoga Kau telah memberikannya mentari baru untuknya , aku yakin dia pun sama sepertiku sekarang. Dia pasti telah memiliki putri yang cantik secantik Airin dan juga istri yang baik jauh lebih baik daripada pengisi hatinya dulu.
Dinginnya hujan ,
Ungunya lavender dan
Hijaunya danau...
Semuanya tak akan
pernah ku lupakan
dan diantaranya ada
Nawa
Komentar
terimakasih telah membaca.
terimakasih telah membaca. Silahkan tinggalkan komentar dan masukan anda.
Tulis komentar baru