"Hitam..? mana coba kulihat..." kataku sambil mendekatkan lampu senterku dan memungut bunga tersebut. "Kembang itu!!" ucapku tanpa sadar. "Kembang apa Gun..?" tanya Andi dan Firman serentak.
Pertanyaan mereka berdua mengingatkanku kembali, ketika kami bertiga baru saja sampai di pos masuk pendakian tadi pagi. Ketika Andi dan Firman beristirahat sejenak karena kelelahan yang kami rasakan sehabis menempuh perjalanan untuk sampai di pos masuk pendakian ini, aku sempat bertemu dengan seorang bapak tua yang secara tiba-tiba muncul dihadapanku saat aku selesai membuang hajat kecil disekitar pos pendakian tersebut, yang jaraknya cukup jauh dari teman-temanku.
Dan tampaknya bapak tua itu adalah penduduk asli desa disekitar gunung ini, hal tersebut ditandai dengan dibawanya beberapa peralatan tangan untuk berladang dipinggangnya. "Hendak kemana kisanak.." tanya bapak tua itu. "ehhh anu.. anu... mau mendaki pak.." jawabku sedikit gugup. Bapak tua itu terdiam sejenak, sambil mengelus janggutnya yang tampak keputihan dipenuhi oleh uban. "Saya cuma berpesan kalian jaga kembang hitamku...". "Kembang apa pak?". Belum sempat bapak tua itu menjawab, tiba-tiba terdengar Firman berteriak memanggilku. "Gun... Gunawan...!" Mataku langsung tertuju kearah dimana teman-temanku itu beristirahat "Wooi.... disini! sebentar.." teriakku. Namun ketika mataku tertuju kembali kearah bapak tua itu aku menjadi terkejut, karena dia tidak nampak lagi dihadapanku.
Kuarahkan pandanganku ke arah sekeliling sekitar tempat itu, namun tak sedikitpun adanya tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan bapak tua itu. Tentu saja peristiwa ini membuat aku takut dan bertanya-tanya, "Apa maksudnya... dan siapa bapak tua itu?" tanyaku dalam hati. "aahh.. sudahlah yang jelas bapak tua itu tidak bermaksud buruk kepadaku.. lagipula sosok dan penampilannya mencerminkan bahwa dia itu bukan orang jahat.." batinku. Memang selama petualangan dan pengalamanku dalam mendaki gunung, hal-hal yang mustahil dan tidak masuk akal sering kualami dan aku jumpai. Dan semua itu hanya aku serahkan semuanya pada yang Kuasa, karena hanya dia yang memiliki segala-galanya. Tentunya aku tidak akan menceritakan kejadian ini dulu kepada teman-temanku, karena sudah menjadi kebiasaanku untuk tidak menceritakan peristiwa semacam ini sebelum kami tiba dengan selamat sampai kerumah kembali.
"Gun.. Gun! kembang apa?" tanya Andi sedikit membentak dan membuyarkan ingatanku waktu di pos pendakian tadi pagi.
"Aahh.. tidak! sebaiknya kita bawa kembali bunga ini ke atas.." jawabku, "maksudmu..?" potong Firman sedikit penasaran, "percaya padaku.. bunga ini tidak seharusnya berada disini.. dan kita harus mengembalikan ke tempat asalnya" tegasku mencoba meyakinkan mereka, sambil mengamati keadaan sekelilingku yang mulai nampak semakin gelap tertutup oleh kabut. Andi dan Firman pun akhirnya mengangguk tanda setuju, dan segera beranjak dari tempat dimana kami tadi menemukan bunga tersebut. Tidak jelas bagiku mengapa teman-temanku itu langsung saja menyetujui perkataanku, mungkin karena rasa takut dan kelelahan yang tengah melanda diri mereka atau ada hal lainnya. Tetapi yang penting bagiku adalah kami semua segera dapat melupakan kejadian ini untuk sementara waktu.
Hujanpun turun semakin deras, dan kali ini disertai dengan suara petir yang saling bersahutan, seakan-akan cakrawala langit sedang mengeluarkan amarahnya kepada seluruh isi bumi. Pendakian kali ini benar-benar sangat menguras tenagaku, hanya degup jantung dan suara gemuruh halilintar yang terus terdengar di telingaku dalam perjalanan ini.
Bersambung...
Komentar
Tulis komentar baru