Skip to Content

ELEGI TANPA RELIGI !

Foto Angga Permana

aku bocah di tengah perkara kehidupan..yang mengelus pedih kesunyian hati

insan manakah yang bisa menuturkan kata JANGAN!!Untukku

 

aku berkata tentang seorang ayah. yang kepala pitaknya kucium penuh gembira.

aku ingat, dulu, aku tak pernah berlari ke sekolah, tak pernah jatuh aku dalam keinginan kuasa.

aku diantar, naik motor. motor ayahku.

aku berkata bukan tentang hidupku. tapi hidup kami, yang setiap malamnya adalah kenangan yang tidak pernah menampakkan kegelapan.

yang sekalipun tubuhku gemetaran, kedinginan tak sanggup menggoyahkan mata ayahku untuk berbaring.,..

 

pernah suatu ketika, aku kalah dalam sebuah kompetisi kebodohan, aku menangis tapi ayahku diam.

aku meringkih, ayahku diam. aku berontak, ayahku diam, aku mengancam langit, ayahku berpikir.

dan aku mulai berbicara, ayahku berhenti berpikir.

kami meneteskan air mata kekosongan. aku menangisi kebodohanku.

ayahku mengasihi ketabahan itu. "ANAK BUNGUSKU, JANGAN SEKALI KALI BERKATA TIDAK UNTUK BISA!, KITA DILAHIRKAN UNUTK SELALU BISA.

DEMI KEBENARAN DAN KEJUJURAN, BERLARILAH DAN JANGAN KEMBALI OLEH WAKTU"....

aku diam,

 

bingkai bingkai kaca masa memantulkan senyuman itu....ayahku bukan manusia.

dia sebatang pohon yang kokoh ditengah badai,

dia setitik air yang lembut dalam keputus asaaan,

dia api yang membara di keterpurukkan,

dia kitab suci ilmu pengetahuan,

pengetahuan tentang khidupan.

 

suatu ketika, ia dipenggal oleh kepala kepala kuasa...

dan wajahnya dilempari makanan sisa,

dia tertawa, dan terus berjalan, meski tanpa tahta,

air mata hanyalah air saja. mata itu untuk melihat.

bahwa "di depan sana, ada jalan sempit yang bisa kita lewati! anak bungsuku!!!"

 

aku adalah sebentuk pemikiran.

terkadang hidup membawa pesan pesan keabadian,

 

hidup ada di penghujung kematian, tapi kematian ada di awal kehidupan.

hidup adalah hidup setelah mati

mati adalah mati sebelum mati.

AYAHKU ADA DI TENGAH KEHIDUPAN DAN KEMATIAN!!!

 

aku menguburkan jasadnya. mengangisi hari setiap kelam,

aku meletakkan tubuhnya di bawah kediaman,

aku memandikan ayahku,

aku mengangkat keranda keadilan

yang diajarkan  DIA cahaya kekuasaan,

aku membaringkan tanah menemani nya di bawah langit yang bahkan memahami kesedihan diantara jejak kepastian.

aku pulang, dengan kepala terpisah,

aku mengancam langit dan tetap mengancam langit.

aku berbaring di atas keberadaan, sedangkan ayahku diam di dalam ketiadaan.

apakah itu kematian hai langit, ataukah kehidupan?


Tak ada tiada untuk kinantara, seorang inspirator dan pemikir terhebat sepanjang masa.

siapa pun yang memiliki ayah, pasti, bisa merasa!

Komentar

Foto Reni Nur Afifah-WAJ

kusapu air mataku ikut

kusapu air mataku ikut meneguhkanmu dalam isak tangisku. cukup isakanku saja...maafkan aku mungkin ikt menguak masa lalu. dan disana kurasakan pula ketiadaan yg tergambr dalam keberadaan

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler