Kampung Aren, salah satu desa di Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, adalah desa penghasil gula merah. Berton-ton hasil bumi berupa gula merah dari desa itu dan desa sekitarnya, dibawa penduduknya untuk dijual ke Pematangsiantar. Sangat banyak pohon aren tumbuh di daerah ini. Kampung ini dinamakan Kampung Aren karena ada sebabnya. Konon, berasal dari nama seorang dewi khayangan yang bernama Areni.
Menurut cerita orang-orang tua, dahulu kala dalam dunia khayangan terdapat sebuah kerajaan yang bernama Indraloka. Kerajaan Indraloka dipimpin seorang raja yang bernama Raja Dewangga, yang didampingi permaisuri bernama Dewi Ratna. Putri tunggal mereka bernama Dewi Areni. Dewi Areni adalah gadis yang sangat cantik jelita. Kecantikan parasnya tiada yang dapat menandingi. Ia juga seorang gadis yang berbudi luhur, cerdas, berilmu, patuh dan hormat kepada orang tuanya.
Suatu hari, Dewi Areni dipanggil oleh ayahandanya. Beliau berkata, “:Anakku Dewi Areni, sudah tiba saatnya ananda menggantikan ayahanda sebagai Ratu Kerajaan Indraloka ini. Namun, ananda Dewi Areni harus menjalani ujian dengan turun ke bumi. Ayah dan bunda sangat menyayangimu, tapi hal ini harus engkau jalani, anakku. Apakah ananda sanggup?”
“Ayahanda dan ibunda, seberat apapun titah ayahanda, tetap akan ananda laksanakan”.
“Baiklah anakku, berangkatlah turun ke bumi. Namun ingat ananda, khayangan adalah tempat suci. Bila nanti ananda kembali ke khayangan, maka ananda harus seperti sediakala, tetap seorang diri”.
Selanjutnya, Dewi Areni meminta doa restu pada raja dan permaisuri untuk turun ke bumi. Setelah melayang-layang di angkasa, Dewi Areni menjejakkan kaki di bumi. Kebetulan ia berada di daerah kerajaan Purba di Simalungun. Kerajaan Purba diperintah oleh Baginda Raja Purba yang didampingi permaisuri bernama Dewi Bunga. Putra Mahkota mereka bernama Purbajaya.
Sesampai di bumi, Dewi Areni bertemu dengan Pak Itam yang sedang mencari kayu bakar. Pak Itam sangat terkejut melihat seorang gadis cantik ada di hutan. Apalagi gadis tersebut memohon agar mau menolongnya dan menjadikannya sebagai anak angkat. Dalam kebingungannya, Pak Itam juga tampak gembira. Sebab, sepanjang hidupnya ia tak pernah mendapatkan anak. Ia berpikir, pasti istrinya akan mau menerima gadis ini sebagai anak angkat mereka. Maka, diajaklah gadis itu ke rumah mereka.
Mak Itam, istri Pak Itam juga terkejut melihat suaminya datang bersama seorang gadis. Namun, setelah dijelaskan oleh Pak Itam bahwa gadis itu minta dijadikan anak angkat mereka, istrinya sangat gembira karena mereka akan mengangkat gadis cantik tersebut sebagai anak mereka.
Telah berbulan-bulan Dewi Areni tinggal bersama Pak Itam dan Mak Itam di kampung itu. Ia tidak segan-segan membantu pekerjaan orang tua angkatnya itu. Setelah membantu Mak Itam di rumah, ia pergi membantu Pak Itam di ladang. Hasil tanaman mereka pun berlimpah ruah. Hal ini memang disadari Pa Itam bahwa sejak kehadiran Dewi Areni rezeki mereka kian bertambah. Demikian pula dengan kampung tersebut, masyarakatnya semakin makmur. Karena itu, bukan hanya Pak Itam dan Mak Itam yang semakin sayang kepada Areni, masyarakat pun turut menyayangi dan menghormati Areni sebagai pembawa berkah di kampung itu.
Walau banyak pemuda yang mengagumi kecantikan Areni, namun tidak satu pun di antara mereka yang berani melamar Areni. Mereka berpikir bahwa yang pantas menjadi pendamping Areni adalah seorang pangeran atau minimal seorang bangsawan. Kecantikannya memang telah terdengar ke mana-mana.
Demikian pula hal dengan Purbajaya. Ketika ia hendak berburu dan melintas di kampung yang didiami Areni, ia melihat Areni akan pergi ke ladang. Areni tidak mengetahui siapa yang lewat, ia hanya tahu bahwa ada rombongan kerajaan yang lewat untuk berburu. Sedangkan Purbajaya tahu bahwa gadis cantik yang dilihatnya di tengah jalan tersebut adalah Areni. Ia sangat terkesan akan kecantikan gadis itu. Sampai ketika sedang berburu dan telah menghasilkan buruan yang banyak, ia masih terbayang wajah Areni.
Sepulang dari berburu, Purbajaya singgah di kampung Pak Itam dan membagi-bagikan hasil buruannya kepada masyarakat kampung. Di sana, ia kembali bertemu dengan Areni. Ia singgah di rumah Pak Itam dan menyampaikan keinginannya untuk mepersunting Areni. Betapa bahagianya Pak Itam mendengar ucapan Purbajaya.
Setelah itu, Purbajaya pulang untuk meminta doa restu dari baginda dan permaisuri. Baginda menyetujui dan merestuinya. Namun permaisuri, Dewi Bunga, kurang setuju karena Areni berasal dari rakyat jelata. Ia berusaha mempengaruhi Purbajaya agar tidak menikahi Areni. Namun, setelah dibujuk dan diberi pandangan oleh baginda, permaisuri menyetujuinya walau hatinya tetap menolak.
Setelah mendapat izin dari orangtuanya, Purbajaya pun menikahi Areni. Masyarakat menyambut gembira perkawinan ini. Karena Purbajaya telah menikah dan Baginda Raja pun merasa sudah uzur, maka secara resmi baginda pun turun tahta dan digantikan dengan Raja Purbajaya. Areni sebagai permaisuri memperoleh gelar dewi, lengkapnya bernama Dewi Areni.
Beberapa bulan kemudian, terjadi peristiwa yang menyakitkan bagi Areni. Dewi Bunga telah memfitnahnya dengan mengatakan bahwa ia telah berbuat aib dan mengkhianati Raja Purbajaya, yakni berduaan dengan seorang pemuda yang berasal dari kampung yang sama dengan kampung Areni. Raja Purbajaya memercayai ucapan ibunya. Seketika ia mengusir Dewi Areni tanpa terlebih dahulu memberi kesempatan kepada Dewi Areni untuk menjelaskan bahwa Dewi Areni tidak berbuat seperti yang dituduhkan Dewi Bunga. Dengan hati yang sedih, Dewi Areni lantas pulang ke kampungnya.
Beberapa bulan kemudian, setelah kandungan Dewi Areni genap berusia sembilan bulan, maka lahir seorang bayi laki-laki dari rahim Dewi Areni. Wajah bayinya mirip dengan Raja Purbajaya. Betapa bahagianya Dewi Areni dapat melahirkan bayinya dengan selamat. Selanjutnya, putranya itu diberi nama Arena.
Begitu kesehatannya telah pulih, Dewi Areni membantu Pak Itam dan Mak Itam di ladang. Walau putranya masih bayi, Dewi Areni tetap membawa Arena membantu orang tua angkatnya di ladang.
Suatu hari, ketika mereka sedang beristirahat di ladang, berhembuslah angin semilir disertai aroma yang harum. Terdengar juga bunyi-bunyian yang merdu, syahdu, serta perlahan. Hal ini mengingatkan Dewi Areni pada dunia khayangan. Tidak berapa lama, dari angkasa terbersit cahaya seperti bianglala yang meluncur dan berhenti di hadapan Dewi Areni. Tiada seorang pun terlihat. Namun, terdengara suara yang menjemput Dewi Areni untuk kembali ke khayangan.
Pak Itam dan Mak Itam lalu menyadari bahwa Dewi Areni sebenarnya adalah dewi khayangan yang sedang menjalani ujian di bumi. Areni telah menyatakan kesediaannya untuk kembali ke khayangan. Namun ia tidak mampu berpisah dengan Arena. Ayahandanya mengatakan bahwa dulu ia mampu berpisah dengan mereka, ayah bundanya. Sekarang, ia pun harus mampu berpisah dengan anak kandungnya. Untuk itu, ayahandanya berkata kepada Pak Itam, “Wahai Pak tani yang mulia, kuucapkan terima kasih karena telah menerima anakku Areni, yang kini harus kubawa kembali ke khayangan. Sekarang kutitipkan cucuku Arena yang kelak akan menjadi raja di Kerajaan Purba. Sebagai tanda terima kasihku, kujamin kemakmuran bagi seluruh rakyat kerajaan ini”.
Dengan terharu Dewi Areni menatap putranya. Lalu ia berkata, “Selamat tinggal anakku. Alam kita berbeda, sehingga kita harus berpisah. Suatu saat, kita pasti bersua kembali. Kuserahkan cincin pemberian ayahmu ini agar engkau dapat membuktikan bahwa engkau adalah putra Raja Purbajaya, keturunan raja-raja Kerajaan Purba. Selamat tinggal, anakku”.
Selesai mengucapkan kata-kata perpisahan, tubuh Dewi Areni pun raib. Arena langsung menangis seakan tidak rela berpisah dengan ibunya. Belum lagi hilang rasa heran Pak Itam dan Mak Itam, tiba-tiba di tempat Dewi Areni tadi berdiri, tumbuh sebatang pohon besar dan lurus, berdaun rindang dan berpelepah, seperti pohon kelapa. Dari pelepah mayangnya yang seperti terpenggal, menetes air menyerupai air susu, yang langsung mengarah ke mulut Arena. Arena merasakan air yang diminumnya itu seperti air susu ibunya. Setelah meminum air itu, Arena diam dan tak menangis lagi. Sejak itu, setiap Arena haus atau lapar maka Mak Itam memberikan air dari pohon penjelmaan tubuh Dewi Areni itu. Air yang senantiasa menetes dan terasa manis itu, juga diminum oleh Mak Itam dan istrinya serta penduduk kampung.
Beberapa tahun kemudian, Arena menjadi pemuda yang tampan. Wajahnya sangat mirip dengan Raja Purbajaya. Sementara itu, pohon itu juga semakin banyak tumbuh dan dikembangbiakkan oleh penduduk kampung. Airnya dapat diolah menjadi gula. Karena pohon itu merupakan penjelmaan Dewi Areni, maka pohon itu dinamakan pohon aren dan kampung tersebut dinamakan Kampung Aren.
Pada bagian lain, sejak kepergian Dewi Areni dari istana, Raja Purbajaya tidak berpermaisuri lagi. Dewi Bunga pun menyesal melihat keadaan putranya. Ia tak lupa memohon maaf kepada putranya karena telah memfitnah Dewi Areni yang sebenarnya tidak pernah menyeleweng dengan pemuda satu kampungnya.
Setelah mendengar penjelasan dari ibunya, Raja Purbajaya pergi menemui Pak Itam dan Mak Itam. Di sana ia bertemu dengan Arena. Dilihatnya Arena mengenakan cincin yang pernah diberikannya kepada Dewi Areni. Pak Itam lalu menceritakan tentang jati diri Dewi Areni yang sesungguhnya.
Raja Purbajaya akhirnya menyadari kemuliaan hati permaisurinya yang kini telah tiada. Raja Purbajaya berjanji akan menyayangi Arena. Sebagai wujud rasa cintanya, Raja Purbajaya menghormati pohon aren sebagai lambang kemakmuran masyarakat. Atas izin Pak Itam dan Mak Itam, Arena dibawanya ke istana dan kelak menjadi putra Mahkota Kerajaan Purba.##
DEWI ARENI
- 3126 dibaca
Komentar
Tulis komentar baru