kapal tua
oleng menyeret usianya sendiri
tubuhnya yang ringkih makin merenta
dijamah ribu tangan durjana
yang lupa balas jasa
...
kapal tua,
setiap mula berawal benih telanjang
tak tahu serabut atau tunggang
akar yang menancap di perut bumi
nasib usang dari permulaan
garuda di dadaku:
sebab kupahami, bung karno dan bung hatta
jadi pendiri bangsa, mewakili juta keringat, darah
dan airmata yang menetes ke pangkuan persada
jika engkau pernah mendengar pepatah:
“tak ada rotan, akar pun jadi”
semoga puisi sederhana ini
bisa jadi pengganti dari rasa sesal
saat matahari terbit...
ada burung berkicau merdu
banyak yang senang mendengarnya...
namun, tak sedikit yang merasa terganggu
lelah aku bergelut dengan puisi
makin dilawan makin merangsek arti
makin diserang makin gelisah hati
lelah aku bergelindan dengan puisi
kemana aku akan lari?
sedang engkau menjagaku setiap waktu
kemana aku akan sembunyi?
sedang engkau iringi tiap langkahku
bintang memijar
di hamparan ilalang
langit menangis
di padang gersang
..........
rumput tertunduk
takzim mengamini
angin membelai
penyair dan sajaknya laksana,
matahari dengan cahayanya
bumi dengan kehidupannya
tanpa penyair sajak tak akan ada
tanpa sajak penyair merasa hampa
Kekasihku,
puisi telah selesai melukis mimpi kita
tepat saat kau tabur bunga kemboja
di atas pusara duka
kekasihku,
Komentar Terbaru