Pukul 15.00 Waktu Pulang Sekolah.
Aku keluar dari kelas setelah membaca Wal-‘asr. Koridor gelap. Aku pun berbenturan dengan bayangan.
Untung saja, bayangan tak berwajah, jadi aku tidak bisa melihat; apakah dia marah atau tidak. Dan, bentuknya yang hitam membuatnya seperti tidak melakukan perlawanan; seolah-seolah pada dirinya tidak terjadi apa-apa.
Pantang pulang sebelum padam. Efek slogan itu, terasa nyata di sekolahku yang tak kunjung diberikan lampu bohlam oleh pemerintah.
Di halaman sekolah, cahaya matahari menerobos awan hitam yang menimbulkan cahaya oranye-kecoklatan dan langsung menusuk siapa-siapa pun yang melewatinya.
Aku berhenti sejenak dan memutuskan kembali kelas. Beruntungnya, sepuluh menit kemudian cahaya tersebut lenyap diserap oleh awan hitam.
Setelah merasa aman. Aku pun berlari-lari kecil menuju gerbang sekolah, karena cahaya yang sudah hilang tersebut digantikan oleh rintik-rintik hujan.
Keluar dari getbang sekolah aku menuju warung Madura dan membeli empat batang gudang garam filter seharga lima ribu rupiah.
Dari warung tersebut, aku harus berjalan lagi menuju taman—tempat teman-teman sekolahku belajar cara menggoda wanita cantik dan belajar meminum alkohol.
Di samping taman ada warung, di sana aku dan teman-temanku nongkrong. Kalian pasti bertanya mengapa aku tidak membeli rokok di sini. Jawabannya karena harga gudang garam di warung Madura lebih murah.
Di warung aku sendirian. Teman-temanku belum sampai. Mungkin sedang berteduh di sekolah atau berteduh di parkiran liar samping sekolah.
***
PUKUL 15.30 hujan belum reda, tapi teman-temanku sudah datang satu-persatu.
Bernat. Tapiw. Kunyuk. Bisu. Baso. Blekiw. Roja. Daeng. Gangster. Jack. Mamen. Zangky. Wayaw. Juber. Ambon. Bopak. Citink. Slur. Nigga. Pantat. Kobab. Dan masih banyak lagi.
Kami semua pun menyebutnya “Pinky Boys”. Nama panggilan memang rada seram. Namun, di lain sisi kami sangat menggemaskan.
Di warung ini kami membicarakan banyak hal. Dari hilangnya helm siswa di parkiran sekolahku dan motor kakak kelasku yang di bawa masuk ke dalam toilet siswa.
Lalu cerita berganti tentang salah satu kakak kelasku yang memasukkan lele ke dalam toren air untuk wudhu, dan masih banyak hal lucu lainnya.
Aku sangat antusisas atas diskusi ini, apalagi ketika Bernat dan Bisu membicarakan lorong gelap di sekolah kami. Menurutnya lorong itu mengajarkan kami banyak hal tentang arti hitam yang selama ini dikaitkan dengan hal-hal yang negatif.
Aku pun menyetujuinya.
Kata ’hitam’ identik dengan arti ’jelek’ dan ’jahat’, sedangkan ’putih’ melambangkan arti ’kesucian’. Tapi nyatanya, bayangan yang kutubruk tidak pernah memukulku karena aku sering menabraknya seusai kelas terakhir selesai.
Komentar
Tulis komentar baru