Sepulang dari kampus pada Jumat malam. Aini mengalami demam tinggi. Orang tuanya pun membawa pergi ke puskesmas. Dokter bilang Aini hanya kelelahan. Namun hingga Sabtu sore, demam Aini juga tak kunjung turun. Panas tubuhnya masih berkisar 40 derajat celcius.
Sabtu malam, keadaan semakin memburuk. Aini mulai meracau. keluarganya dan tetangganya pun tidak bisa tidur semalaman. Salah satu tetangganya pun, menyarankan orang tuanya agar Aini dibawa kepada orang ’pintar’. Karena itu, orang tuanya mulai sibuk mengabari berbagai ustaz dan dukun, yang sudah terbukti mampu menyembuhkan penyakit.
Minggu pagi, tiga ustaz datang ke rumah Aini. Para ustaz tersebut meminta orang tuanya memberi Aini segelas air mineral untuk didoakan. Lantunan ayat-ayat suci mulai dikumandangkan. Tetangga-tetangga yang merasa kasihan pun turut meramaikan pembacaan doa.
Namun, hingga Minggu siang tidak ada perubahan berarti untuk Aini. Melihat Aini masih terus meracau. Akhirnya orang tuanya memanggil dua dukun ke rumah. Sebenarnya ada rasa tidak enak yang merayap ke dalam benak orang tuanya. Karena kata ’musyrik’ terus berenang di dalam hati dan pikiran orang tuanya.
Sehabis magrib, dua dukun tersebut mulai meracik berbagai kembang dalam baskom. Ketika merasa sudah cukup mereka mulai membakar dupa. Tiba-tiba suasana berubah mencekam dan wangi menyan mulai mengyengat hidung.
Salah satu dukun yang bernama Sutardji mulai mengumandangkan Mantra.
tujuh sayap merpati
sesayat langit perih
dicabik puncak gunung
sebelas duri sepi
dalam dupa rupa
tiga menyan luka
mengasapi duka
puah!
kau jadi Kau!
Kasihku
Setelah selesai membaca mantra Sutardji pun menyembur Aini. Anehnya Aini semakin histeris.
Beruntung salah satu dukun yang memegang Kitab Mantra Orang Jawa berhasil menenangkan Aini. Dukun tersebut bernama Sapardi. Setelah menenangkan Aini, mulut Sapadi komat-kamit membaca Mantra Sakit Encok.
hai encok yang berasal dari batu
pulanglah, encok
pulanglah ke tempat asalmu
hutan gung liwang-liwung
Setelah selesai dibacakan mantra badan Aini mengeluarkan suara “kre-tek-kre-tek”. Dan, Aini pun mengeluh keenakan. Lalu Sapardi meminta nomor WhatsApp (WA) Aini. Kemudian Aini mengucapkan nomor WA-nya.
Setelah menyimpan nomor WA Aini, Sapardi mengirimkan pesan pada Aini, “Karena orang tuamu sudah membayar mahalku, sini aku bantu kerjakan tugasmu, Dik. Aku melihat hantu bernama ’paper’ menggelayut di pundakmu.”
Komentar
Tulis komentar baru